NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Pemimpin Darud Donya Cut Putri atau dikenal dengan panggilan Tuan Putri Aceh Darussalam, mengaku prihatin dengan penghancuran situs sejarah kompleks makam para Ulama Mualim yang juga Juru Mudi Kapal Perang, pasukan laut tangguh masa Kesultanan Samudera Pasai dan Aceh Darussalam.
Baru saja beberapa hari lalu Aceh dikejutkan dengan adanya penghancuran Situs Makam Muallim Hasan di Gampong Peulanggahan Banda Aceh, kini kembali terjadi penghancuran situs Makam Muallim Abdullah Alue Awee (Alur Rotan) di Lhokseumawe.
Dalam sejarah kawasan Peulanggahan adalah tempat permainan Sultan Iskandar Muda ketika masih remaja, sedangkan Alue Lhokseumawe adalah kawasan alur sungai yang dipenuhi rotan (Awee) sehingga dikenal sebagai Alue Awee. Dalam kisah sejarah, Malem Diwa yang perkasa memiliki kekebalan terhadap senjata, karena menggunakan Awee sungsang yang dikenal kesaktiannya
“Kita menyesalkan adanya penghancuran situs kompleks makam para pahlawan, yaitu para muallim, para ulama tokoh-tokoh navigator Laksamana tangguh, pasukan tempur laut yang dulu menyerang Portugis untuk membebaskan Melaka dari tangan penjajah,” kata Cut Putri.
Pada saat Portugis datang ke Nusantara dan menguasai Malaka, kerajaan di Nusantara bersatu padu melawan imperialisme asing. Kekuatan aliansi Aceh, Demak dan Johor berusaha melawan Portugis di Malaka.
Pada saat itu Portugis mengakui keahlian dan kehandalan para muallim navigator dan juru mudi, para Laksamana Laut handal yang berasal dari Kesultanan Aceh, yang berhasil menyudutkan Portugis di Malaka.
“Sejarah kebesaran Aceh ini menjadi kebanggaan dan aset bagi bangsa-bangsa di Dunia Melayu dan Dunia Islam,” kata Cut Putri yang juga merupakan Ahli Majlis Tertinggi Dunia Melayu Dunia Islam (The Malay and Islamic World Organization) organisasi bangsa-bangsa melayu dunia yang berkantor pusat di Malaka.
Malaka hingga hari ini sangat menghormati jasa para pahlawan Aceh yang ikut membebaskan Malaka dari tangan Portugis. Makam Panglima Pidie dari Aceh yg dimakamkan di Bukit Cina Melaka dirawat baik, dan menjadi destinasi wisata terkenal tempat persemayaman pasukan Aceh yang syahid dalam perang laut saat itu.
Namun di Aceh, jasa besar para muallim pahlawan hari ini dibalas dengan penghinaan, dengan menghancurkan makamnya dan mencabut nisannya.
“Sejarah Aceh yang telah dicatat agung oleh dunia, kini telah tercoreng oleh para penghancur situs sejarah Aceh. Hal ini telah mempermalukan Aceh di mata dunia Internasional,” tegas Cut Putri.
Darud Donya meminta Rakyat Aceh agar melindungi situs makam para syuhada dan ulama Aceh, dan bangkit melawan para pihak yang menghancurkan bukti sejarah Aceh.
Aceh memiliki sejarah besar yang tidak dimiliki negeri lain, jika tidak ada perlindungan akan banyak situs yang hilang. Kedepannya setiap pembangunan proyek apapun harus ada uji kawasan sejarah kuno, jika diketahui sebagai tempat bersejarah maka proyek pembangunan harus dipindahkan ke lokasi lain.
Ini bukan hal baru dan sudah lama dipraktekkan di Negara Turki, Inggris dan negara lain. Sejarah lebih penting dari pembangunan, karena kita membangun hari ini atas jasa orang dimasa lampau.
Yang lebih memprihatinkan adalah menurut info penggusuran situs kompleks makam pahlawan itu dilakukan, karena lokasinya hendak dijadikan proyek Kompleks Perumahan.
“Masih banyak lahan lain yang bisa digunakan untuk membuat perumahan, kenapa harus dibangun disitu dengan menghancurkan makam para pahlawan dan menghapus sejarah kebesaran bangsa!” tegas Cut Putri.
“Apabila benar bahwa lokasi itu hendak dibangun kompleks perumahan, maka pindahkan lokasi proyeknya! Bukan malah menghina marwah pahlawan dengan menghancurkan makam para pahlawan bangsa kemudian menginjak-injak makamnya disemen jadi rumah!” ujar Cut Putri berang.
Darud Donya mengingatkan akan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 5 Tahun 2020, Tentang Pemeliharaan Situs Sejarah dan Cagar Budaya Dalam Perspektif Syari’at Islam, yang menetapkan diantaranya bahwa, “Hukum menghilangkan, merusak, mengotori dan melecehkan nilai-nilai Cagar Budaya Islami adalah HARAM”. Maka MPU Aceh menerbitkan Tausiyah yang meminta kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk MELESTARIKAN DAN TIDAK MENGGUSUR Situs Sejarah dan Cagar Budaya dalam rangka pembangunan di Aceh.
Pemimpin Darud Donya mengingatkan para pihak bahwa situs cagar budaya serta benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya adalah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, yang juga telah menetapkan hukuman bagi siapapun yang tidak melaporkan keberadaan situs, atau bahkan dengan sengaja merusak dan menghancurkannya.
“Sungguh memalukan apabila anak bangsa yang seharusnya menghormati pahlawan, justru malah menghina para pahlawan dan memusnahkan kehebatan sejarah bangsa hingga mempermalukan bangsa di mata dunia, hanya atas nama proyek perumahan,” kata Cut Putri.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya!” tutup Cut Putri mengingatkan. (MG)
Kontributor/Pewarta: Mawardi Usman Peusaba