Esai

Damaskus, Kota Puitis yang Tercabik – Esai Hanum Fatimah Prabono

NUSANTARANEWS.CO – Damaskus adalah sebuah kota kosmpolitan kuno yang rupawan. Ia menjadi penghubung antar peradaban pada setiap zaman, yaitu antara Yunani dan Babilonia, lalu Romawi, Persia dan China, kemudian antara Barat dengan Islam. Damaskus juga penghubung warisan peradaban kuno dari era Yunani, Suryani dan Babilonia ke peradaban-peradaban berikutnya seperti Persia dan Islam.

Ketika Barat tengah berada di masa kegelapan, warisan luhur Yunani dirawat dan dikembangkan oleh penguasa Dinasti Umayyah baik di Damaskus dan terutama di Andalus. Kelak, Barat mengambil kebajikan klasik tersebut dari mereka, sebagai lompatan penting untuk menggapai kemajuan di era modern sekarang ini.

Damaskus, dengan demikian, telah menjadi terminal sejarah baik dari sudut ruang maupun waktu. Dan layaknya terminal penghubung, warisan dari banyak peradaban terdapat di kota ini dalam rupa gedung-gedung, kebiasaan hidup, visi spiritual, cita rasa estetis, hingga wajah manusia-manusianya. Begitu beragam dan kaya, seakan Damaskus adalah rangkuman dari sejarah dunia itu sendiri.

Nizar Qabbani, salah seorang penyair Arab modern terbesar, menulis:

Rumah-rumah Damaskus
Berada di balik teks arsitektural
rumah-rumah kita
Didirikan di atas fondasi yang emosional
Karena setiap rumah bersandar
pada sisi rumah yang lain
Dan setiap balkon
merentangkan tangannya
pada segala sesuatu yang ada di hadapannya
Rumah ala Damaskus adalah rumah penuh cinta
Di pagi hari
mereka saling mengucapkan salam
dan dengan diam-diam
mempertukarkan tamu-tamunya
di malam hari

(“Damaskus, Apa yang Kau Lakukan untukku“)

Sebagai pewaris kebajikan Damaskus, puisi-puisi Nizar adalah elegi cinta dan politik yang jernih, realis, dan penuh energi. Sebagai mantan diplomat negerinya ia telah mengalami beragam perundingan yang menentukan wajah negerinya serta kontinen itu, yang ia sampaikan dalam sajak-sajak politik yang membumi. Sebagai pewaris Damaskus pula ia kemudian menjadi burung yang terbang di langit kosmopolitan dunia ini, sebagai penyair yang terusir karena sajak-sajak politiknya, namun saat ia meninggal para penguasa menerimanya sebagai pahlawan mengingat sajak-sajak cintanya.

Membaca puisi Nizar adalah salah satu jalan perkenalan terbaik dengan Damaskus, sebuah kota yang merangkum aneka peradaban yang pernah singgah di sana. Membaca puisi Nizar, dengan demikian, tak ubahnya tengah membaca gugusan peradanan dalam waktu, yang lalu menjelma seorang penguasa, puteri, peramal, musim-musim, peristiwa-peristiwa. Indonesia, dalam banyak hal kosmopolitan dan spiritualitas, begitu serupa dengan Damaskus. Membaca puisi Nizar Qabbbani, dengan demikian, seperti langit yang menemukan warnanya pada cermin agung berupa lautan yang membiru.

Sebuah inisiatif dari Akar Indonesia  memperkenalkan puisi-puisi Nizar Qabbani menarik untuk disambut oleh publik terpelajar negeri ini. Dikemas dengan judul “Jerusalem, Setiap Aku Menciummu: Sajak-sajak Cinta & Politik Nizar Qabbani” akan digemari oleh pembaca generasi baru pecinta sastra, namun substansi dan cita rasanya akan tetap memikat para pembaca dari beragam latar belakang, baik usia dan pendidikan. Hasil terjemahan Irfan Zakki Ibrahim yang jernih membuat buku ini mudah disimak, terlebih penerjemah cukup mampu mececap cita rasa puitis langsung dari Bahasa Arab.

Catatan:
Bagi yang tertarik buku Nizar Qabbani dapat menghubungi:  SMS/WA 081802717528 (Idrian Koto) atau mengunjungi situs jualbukusastra. Harga: Rp 40.000 (belum termasuk ongkos kirim). Mohon informasi ini diteruskan kepada sahabat, kolega dan kerabat, demi berlangsungnya hubungan antar peradaban, visi kemanusiaan dan cita rasa estetis yang baik, melalui sastra.

Related Posts