Puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch
COWBOY BERKALUNG TASBIH
Selamat pagi Kalabendu
Dalam hiruk-pikuk zaman yang makin aneh dan merisaukan ini
Kututupi kepalaku dengan topi jerami dari terik matahari
Akulah cowboy berkalung tasbih
Apakah ini musim pancaroba
Ataukah zaman edan yang tanpa busana?
Ada gaduh menjelang subuh
Ada riuh orang-orang selingkuh
Dengan mengendarai kuda lumping dan sarapan beling
Kupacu gerobak nasibku agar terus menggelinding
Kupacu gemuruh kalbu dengan ketajaman rindu
Pada siapa seluruh luka dan sakit ini berharap sembuh?
Bertanya pada Semar kenapa lidah ini terasa hambar
Bertanya pada Gareng kenapa wajah ini makin tercoreng
Bertanya pada Petruk kenapa hidup ini kian kemaruk
Bertanya pada Bagong kenapa diri ini bertambah sombong
Jawabnya hanya kuda tuli yang menyayat hati
Akulah cowboy berkalung tasbih
Surga belum kulihat
Neraka belum kujilat
Hanya fana dunia yang mengajakku senggama
Di tengah arus balik roda zaman
Sedih dan gembira sama saja
Bahagia dan sengsara hanya di bibir saja
Kemesraan dan cinta hanya fatamorgana
Di permukaan telaga kutemukan cermin
Tapi topeng tebal telah menyembunyikan wajah sejati
Kepada siapa akan kuungkap maha rahasia?
Di zaman Kalabendu
Kamus dan rumus hanya kata dan angka
Untung dan celaka hanya mantra kaum nestapa
Apakah kawula dan raja harus berbeda segalanya?
Pada kawruh menjelang subuh
Doa dan cinta makin erat dalam setubuh
Lalu kenapa agama hanya tinggal busana dan etika hanya sebatas kata?
Hanya Semar senyum yang menjawab pertanyaanku
Sebab hidup bukan hanya soal sate atau soto
Bukan cuma nasi goreng atau daging rendang
Tapi soal e-ktp dan air keras
Soal jiwa bebal yang makin mengganas
Akulah cowboy berkalung tasbih
Turun ke bumi bertemu nyeri
Menyapa manusia dengan memar di dada
(Merayakan Kemerdekaan 2017)
Baca puisi-puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch di rubrik Puisi (Indonesia Mutakhir).
*HM. Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, HB. Jassin, Mochtar Lubis, WS. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dll. (Selengkapnya)
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].