NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintahan Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Juli lalu menetapkan pembaharuan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu perubahannya terletak pada penggantian nama zona ekonomi ekslusif Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.
Setelah penetapan itu, China melayangkan protes kepada pemerintah Indonesia yang telah mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Protes tersebut disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuan.
Padahal, perubahan dan penyempurnaan itu didasarkan pada perkembangan hukum internasional seperti hasil putusan mahkamah arbitrasi internasional atas sengketa Laut China Selatan. (Baca juga: Peta NKRI Diperbaharui, Posisi Batas Maritim Indonesia Berubah)
Terbaru, China menuntut agar Indonesia membatalkan keputusan mengganti nama Laut Natuna Utara itu. Kementerian Luat Negeri China, seperti dikutip New Channel Asia, mengirimkan sebuah catatan resmi ke Kedubes Indonesia di Beijing untuk menyatakan penolakannya terhadap langkah Indonesia pada 14 Juli lalu yang mengumumkan sebuah peta resmi baru kepulauan nasional.
Dalam surat tertanggal 25 Agustus, China mengatakan bahwa langkah Indonesia untuk mengubah nama yang diterima secara internasional menghasilkan komplikasi dan perluasan perselisihan, serta mempengaruhi perdamaian dan stabilitas kawasan.
“Hubungan China-Indonesia berkembang dengan cara yang sehat dan stabil, dan perselisihan Laut Cina Selatan berkembang dengan baik. Tindakan perubahan nama sepihak unilateral tidak kondusif untuk mempertahankan situasi yang sangat baik ini,” kata Kementerian Luar Negeri China.
Beijing juga mengatakan China dan Indonesia masih tumpang tindih terkait klaim maritim di barat daya Laut Cina Selatan, dan mengatakan bahwa penggantian nama daerah tersebut tidak akan mengubah fakta ini.
Indonesia tidak pernah mengklaim bagian dari Laut Cina Selatan, yang diperselisihkan dengan China oleh Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam. Tapi perairan yang sekarang disebut Laut Natuna Utara tumpang tindih dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash-line yang dinyatakan secara sepihak sehingga menguasai seluruh Laut China Selatan.
(Baca juga: DPR Minta China Hormati Penetapan Nama Laut Natuna Utara)
Update peta itu diketahui merupakan hasil dari serangkaian pembahasan sejak Oktober 2016 yang dikoordinasikan oleh Kemenko Kemaritiman dan melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, khususnya tim perunding perbatasan maritim Indonesia. Langkah Indonesia dilakukan setelah 2016 temuan Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda mengenai perselisihan Laut Cina Selatan antara China dan Filipina, yang menyimpulkan bahwa tidak ada dasar hukum atau historis untuk klaim China terhadap perairan yang kaya sumber daya alam .
Juli lalu, Menteri Koordinator Kelautan Indonesia Luhut Pandjaitan menyangkal bahwa Indonesia mengganti nama Laut China Selatan karena perairan utara kepulauan Natuna di Indonesia merupakan bagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia. (ed)
(Editor: Eriec Dieda)