Khazanah

Catatan Kongres Bahasa Daerah Nusantara Pertama: 15 Bahasa Punah dan 139 Terancam

Catatan Kongres Bahasa Daerah Nusantara Pertama: 15 bahasa daerah telah punah dan 139 terancam
Catatan Kongres Bahasa Daerah Nusantara Pertama: 15 bahasa daerah telah punah dan 139 terancam/Foto: Ist.

NUSANTARANEWS.CO Catatan Kongres Bahasa Daerah Nusantara Pertama: 15 bahasa daerah telah punah dan 139 terancam. Bahasa ibu, bahasa keperibadian setiap orang dimanapun ia lahir. Bahasa ibu adalah bahasa daerah. Namun dalam konteks nasionalisme, bahasa ibu (pertiwi) adalah bahasa kesatuan yakni bahasa Indonesia. Persis seperti tersurat dalam bait ketiga “Sumpah Pemuda”.

Sebagai bangsa Indonesia tentunya mesti memupuk jiwa nasionalisme dalam diri. Fasih berbahasa Indonesia sebagai media untuk bicara antara daerah adalah keniscayaan. Namun, ketika senantiasa menggunakan bahasa Indonesia, tetapi lupa terhadap bahasa ibunya, dinilai kurang tepat.

Sebab, semakin anak-anak daerah tidak menggunakan bahasa daerahnya, bersamaan dengan itu, bahasa ibu mereka akan raib. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dadang Sunendar, kini sudah ada 139 bahasa daerah di Indonesia yang berstatus terancam punah. Hal ini disampaikan usai menghadiri Kongres Bahasa Daerah Nusantara Pertama yang digagas oleh Pemprov Jawa Barat dan Yayasan Kebudayaan Rancage serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, di Gedung Merdeka Bandung pada 2 Agustus 2016.

“Di Badan Bahasa kami itu yang terindetifikasi baru 617 bahasa. Jumlahnya lebih dari 700 bahasa. Dan jumlah yang terancam punah, di data kami 139 (bahasa),” katanya.

Dalam data Badan Bahasa Kemendiknas, kata Dadang, ternyata dari 617 bahasa yang telah diidentifikasi, ada 15 bahasa daerah statusnya dinyatakan punah. “Bahkan kalau di luar negeri mungkin datanya beda lagi, tapi yang kami pegang itu dari Badan Bahasa,” tegasnya.

Ada banyak faktor yang menyebabkan punahnya bahasa daerah di Indonesia punah, katanya, salah satunya adalah sikap penutur bahasa itu sendiri terhadap bahasa daerahnya. Dalam penelitian lembaganya, bahasa daerah terancam punah karena sejumlah penyebab. Di antaranya menyusutnya jumlah penutur, peperangan, bencana alam, kawin campur antar suku, lokasi geografis daerahnya.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mencatat bahasa daerah di Pulau Jawa relatif masih aman. Sedangkan di Kalimantan satu bahasa terancam punah, di Maluku 22 bahasa daerah terancam punah dan 11 punah, Papua Halmaehera mencatat 67 bahasa terancam punah dan dua punah. Di Sulawesi 36 terancam punah dan satu punah. Di Sumatera dua terancam punah dan satu punah. Di Flores, Bima, Sumbawa ada 11 terancam punah.

Data itu masih akan berubah karena penelitian masih terus dilakukan. Catatan penelitian soal identifikasi bahasa daerah bisa berbeda tergantung metode penelitian yang digunakan. Penelitian etnolog misalnya mencatat di Indonesia terdapat 726 bahasa daerah, dari jumlah itu 139 bahasa daerah terancam punah, dan 14 bahasa daerah sudah punah.

Karena itu, berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, lanjutnya, agar keberadaan bahasa daerah bisa tetap lestari atau ada seperti dengan mengimplementasikan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

“Di dalam UU 24/2009 ini dinyatakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud wajib menjaga dan melestarikan sastra daerah. Bagi saya kegiatan ini memiliki makna, diharapkan bisa mengukir sejarah agar kita semua, khususnya generasi muda bisa tetap mempertahankan bahasa daerah masing-masing,” kata Dadang Sunendar mengakhiri. (Alya Karen)

Related Posts

1 of 3,049