NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengusaha menyarankan agar pemerintah menghentikan pembelian Kapal Listrik atau Mobile Power Plant (MPP). Yang ada pun mesti dikurangi, sebab Kapal yang berasal dari Turki tersebut berbahan bakar diesel dan sangat mahal.
“Pemerintah harus menghentikan niat PLN menambah MPP. Malah mesti dikurangi. Sebab sangat boros, sementara harga energi primer makin mahal,” ujar Ketua Umum APLTMH Riza Husni dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (25/2/2018).
Penggunaan MPP menurut Riza sangat memberatkan keuangan PLN. Sementara PLN terus membangun pembangkitnya sendiri. Di sisi lain, ujar Riza, ancaman kenaikkan harga minyak sudah di depan mata. “Kalau sudah begini, yang diberatkan bebannya nanti IPP (independent power producer) atau konsumen. Padahal, PLN agresif menambah pembangkit energi fosil selama ini,” imbuh dia. Ditambahkan, selain boros solar, sewa Kapal Turki juga ini sangat memberatkan keuangan PT PLN.
Saat ini PLN terjebak dalam pengembangan pembangkit listrik energi mahal dan tidak ramah lingkungan. Guna mendukung pengembangan energi mahal tersebut, PLN malah memperbanyak Kapal Diesel Turki dan mempersulit investasi di energi baru terbarukan (EBT).
Menurutnya, meski Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan penyederhanaan regulasi ketenagalistrikan, namun penyederhanaan tersebut tidak memangkas regulasi-regulasi listrik penghambat investasi. “Tidak substansial yang dipangkas. Cuma akal-akalan saja untuk membuat Presiden Jokowi senang,” papar dia.
Ada dua aturan yang memang sudah tidak berlaku yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2016. Dua aturan itu memang sudah tidak berlaku dan digantikan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017. “Jadi, regulasinya memang sudah ompong atau mati dengan sendirinya. Ada atau tidak regulasi tersebut tidak membuat investasi menjadi hidup lagi,” ungkapnya.
Riza mengatakan semestinya Menteri ESDM Ignatius Jonan memangkas sederet regulasi yang masih berlaku dan terangan-terangan mempersulit investor dan dibuat sejak Jonan menjadi menteri di ESDM. Misalnya, ujar Riza, Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017. Aturan ini membuat investor dan lembaga pembiayaan tidak tertarik berinvestasi ke listrik sebab ada skema penyerahan aset ketika kontrak berakhir (build, own, operate, and transfer/BOOT).
Pewarta: Gendon Wibisono