NUSANTARANEWS.CO – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, meminta dukungan para Senator di DPD RI yang merupakan perwakilan dari daerah untuk ikut mengawasi penggunaan anggaran Dana transfer Daerah secara efektif.
Sri Mulyani mensinyalir bahwa selama ini daerah tidak tepat sasaran dalam menggunakan anggaran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran pendidikan sepuluh tahun lalu yang hanya Rp 110 triliun, namun meskipun naik menjadi Rp 400 triliun di tahun ini tetapi kualitas dan sistem pendidikan di daerah masih rendah.
Hal tersebut disampaikan oleh saat Sri Mulyani menghadiri Undangan Rapat Kerja Komite IV dan Tim anggaran Komite I, II dan III, yang di Pimpin oleh Ketua Komite IV, Ajiep Padindang, di Ruang Rapat Komite IV DPD RI, Selasa (07/02/2017).
Sri Mulyani menyampaikan bahwa evaluasi pelaksanaan APBNP 2016, untuk konsumsi rumah tangga di 2016 kembali tumbuh diatas 5.0%. “Hal itu didukung oleh inflasi yang cukup terjaga khususnya harga pangan serta tingginya kegiatan sosial sepanjang tahun dan kampanye pemilukada,” ungkapnya.
Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan pajak di 2016 tumbuh 4,2% dari tahun 2015, di sisi lain tax amnesty memberikan sumbangan sebesar Rp 109 triliun, sedangkan penundaan DAU sudah dbayarkan seluruhnya di Desember 2016.
Menurut Sri Mulyani, beberapa kendala dana alokasi khusus fisik tidak salur sebesar 16% atau senilai Rp14,6 triliun dari keseluruhan dana Rp 89,8 triliun. Hal tersebut disebabkan karena laporan tidak lengkap, dan beberapa tidak menyampaikan laporan realisasi penyerapan dana dan capaian output, lalu ada juga yang menyampaikan laporan namun melampaui batas waktu pelaporan.
Hal lain yang diperhatikan Sri Mulyani tentang pelajaran dari pelaksanaan APBN 2016. Ia menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang APBN, agar dapat terus dijaga menjadi instrumen pembangunan yang kredibel, efektif dan efisien.
“Nah hal ini penting karena besarnya anggaran tidak menjamin akan sukses dalam penggunaannya,” katanya.
Kesempatan bertemu dengan Menkeu pun digunakan oleh para senator untuk menyampaikan aspirasi di daerah, Adrianus Garu senator NTT menyampaikan bahwa masih banyak penggunaan dana yang tidak efektif di NTT.
“Ada beberapa catatan, kami kurang puas tingkat kesulitan kami lebih sulit karena topografi sulit di daerah kepulauan, kami bangga sudah diberikan pembangunan, pemerintah pusat tidak evaluasi pembangunan di daerah, itu di NTT dibangun dermaga-dermaga tapi tidak ada kapal yang berlabuh, itu pasar desa dibangun tidak ada ada orang, lumbung dibuat tidak ada air bersih, irigasi dibuat tapi tidak ada sumber air sehingga tidak dipergunakan, mohon dievaluasi kembali karena uang trilliunan tidak bermanfaat, arahan dari pusat juga harusnya bukan hanya infrastruktur tapi pembangunan ekonomi yang terintegrasi sehingga sumber daya manusianya juga dibangun, diberikan lowongan pekerjaan sehingga bisa lebih memandirikan rakyat,” ujarnya.
Adrianus juga menyinggung soal subsidi. Menurutnya, kalau bisa subsidi itu diberikan kepada individu, misalnya soal subsidi beras. Pasalnya, jika tidak diberikan ke individu, maka yang akan bermain kepala desa dan bulog. “Daerah paling miskin di NTT itu banyak, namun masih banyak kabupaten surplus masih terima dak,” katanya.
Masih senada soal pemerataan pembangunan, senator Papua Edison Lambe, pun mengatakan bahwa Papua masih tertinggal dan terbelakang. Bahkan, lanjutnya, yang benar adalah Papua ditinggalkan dan dibiarkan, dan itu fakta. “Dari Tahun 2001, terbuka ruang diberikan otonomi khusus, kemarin saya dengar statement presiden yang sampaikan terlalu banyak diberikan ke Papua, tapi tidak ada pembangunan, itu tidak boleh tipu-tipu presiden, Papua memiliki area 3 kali lebih luas dari pulau jawa, dengan akses susah, jadi kalau formulasi dana transfer daerah adalah jumlah penduduk, jelas kami kalah, tapi kalau luas daerah kami unggul,” ungkapnya tegas.
Reporter: Deni Muhtarudin