Budaya / SeniResensi

Benteng Terakhir Sebagai Kekuasaan Wilayah Umat Muslim

Muhammad Generasi Penggema Hujan. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Muhammad Generasi Penggema Hujan. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

Judul Buku : Muhammad : Generasi Penggema Hujan

Penulis : Tasaro GK

Penerbit : Bentang Pustaka

Cetakan : II, Juni 2016

Tebal : viii + 620 hal

ISBN : 978-602-2911-27-2

Peresensi : M Ivan Aulia Rokhman*

NUSANTARANEWS.CO – Buku ini menceritakan ada dua hal, yakni kisah fiktif Vakhsur dan kisah asli kekhalifahan pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kisah ini novel ini mengangkat perjlanan Vakhsur, seorang Persia yang mengembara untuk menemukan tuannya yang telah lama hilang, Kashva. Cerita tentang perjalanan Kashva sendiri sudah diceritakan di buku sebelumnya.

Meskipun novel ini bercerita tentang perjalanan waktu, seorang Vakhsur yang sering berpindah tempat untuk mencari ruannya juga kejadian-kejadian di beberapa tempat taklukan Islam, tetapi Tasaro berhasil menyusunnya dengan runut. Novel ini sama halnya sebuah film sejarah. Alurnya berpindah-pindah, tetapi semua inti cerita menyambung. Kita tidak akan sadar jika sedang mendalami sebuah sejarah. Semuanya mengalir dan kita tertelan arus waktu kembali ke abad silam.

Tapi tidak lama dibandingkan Vakhsur terhadap jejak Kashva selama lebih dari dua puluh tahun lamanya. Mengikuti petunjuk demi petunjuk yang hadir di depan matanya. Memaksimalkan pencarian di Kota yang disinggahi, hingga menemukan petunjuk baru membawanya ke orang yang tepat.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Kashva meninggalkan Persia menuju Suriah. Belasan tahun lalu, ketika Madinah berganti khalifah Vakhsur menyusul Kashva ke Suriah. Dia tidak menemukan jejaknya kecuali kabar perihal seorang biarawan Busra yang juga mencari Kashva di Damaskus. Biarawan itu sahabat baik Kashva, Bar Nasha. Kashva yang mengalami cendera berat sehingga tertukar ingatannya, menyebut dirinya sendiri dengan nama Elyas, sahabat penanya.

Sejak Umar wafat, umat Islam seakan terbelah menjadi dua, pendukung Utsman bin Affan dan pendukung Ali bin Abi Thalib. Utsman sebagai khalifah terpilih, menyadari bibit-bibit perpecahan mulai tumbuh. Demi mencegah kobran api konflik, Utsman dan Ali berusaha menyatukan serta mendamaikan kembali hati umat Islam.

Kita disuguhkan sebagai fitnah yang terjadi pada masa kekhilafahan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pertentangan sekaligus persaudaraan, pertikaian sekaligus hubungan di antara para sahabat, maupun Ummul Mukminin Aisyah. Para sejarawan yang lain dan jernih hati hampir sepakat bahwa kebenaran lebih dekat berada di pihak Ali, Radhiyallahu Anhu. Mu’awiyah dan kelompoknya adalah kelompok pembangkang yang telah diisyaratkan oleh Sang Nabi. Hanya saja, itu tidak mengeluarkan mereka dari keislaman dan jama’ah kaum muslimin.

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

Dalam novel ini juga menceritakan dua perang besar dan dikenal oleh umat Islam. Perang itu yakni Perang Jamal (Unta), perang yang melibatkan Umul Mukminin Aisyah, dan Perang Shiffin, perang yang menewaskan Ammar bin Yassir. Padahal, Nabi pernah bersabda bahwa Ammar bin Yassir akan dibunuh oleh orang-orang pendusta. Novel ini juga secara implisit menjelaskan tentang kemunculan kaum Syiah dan Khawarij.

Perjuangan para pemimpin Islam terdahulu tidaklah mudah. Zaman dimana semakin menjauh dari kehidupan Rasulullah membuat umat semakin menjauh dari kehidupan Islami. Harta dan kekuasaan menjadi rebutan, bahkan tidak segan-segan dengan menumpahkan darah sesama muslim sendiri. kekhalifahan di masa Utsman sebenarnya sudah enak, karena hampir semua sistem pemerintahan sudah dibentuk dan diatur pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Namun Ustman pemimpin di lingkungan umat yang sudah jauh dari Nabi. Sedangkan Ali bin Abi Thalib memegang tampuk kekhalifahan yang kacau dan rumit setelah wafatnya Utsman bin Affan.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Terakhir, Novel ini memang menceritakan kisah fiktif dan fakta. Menurut saya, Tasaro ini cukup pintar dan pandai dalam menempatkan tokoh-tokoh fiktifnya. Secara tepat memberikan ruang dan tempat kepada mereka untuk bersinggungan langsung dengan tokoh-tokoh asli dalam sejarah. Novel ini sangat cocok bagi semua kalangan, terutama bagi yang ingin mengenal lebih dalam sejarah besar umat Islam.

*M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.

Related Posts

1 of 3,142