PolitikResensiRubrika

Benarkah Terorisme Telah Berhasil?

Benarkah Terorisme Telah Berhasil?
Benarkah Terorisme Telah Berhasil? Batalyon  Hayat Tahrir al-Sham di pedesaan Idlib – April 2019 (kantor berita Ebaa).

NUSANTARANEWS.CO – Benarkah terorisme telah Berhasil? Pada tahun 2006 silam seorang peneliti terorisme dan kontra terorisme Byron Jenkins menegaskan kembali bahwa dewasa ini terorisme jauh lebih mematikan terutama pasca tragedi 11/9 di New York. Teroris ingin lebih ditonton orang banyak dan menginginkan korban semakin tinggi dalam setiap aksi terorisme yang dilancarkannya. Hal ini seolah memperkuat tesis yang menyebutkan bahwa teroris cukup berhasil melancarkan aksinya dalam berbagai peristiwa.

Siapa yang mengatakan bahwa teroris berhasil? Bahwa terorisme telah menjadi berita utama dan menjadi agenda politik yang penting, ya, itu cukup berhasil. Bukankah hal itu yang diinginkan teroris? Apakah itu sukses? Apakah itu cukup untuk dibicarakan di forum politik? Byron Jenkins menduga bahwa teroris, baik individu maupun kelompok cenderung ingin mempertontonkan aksi-aksinya sehingga menimbulkan kekhawatiran publik semakin tinggi.

Memasuki dekade kedua milenium ketiga, serangan teroris tampaknya semakin mematikan, dan semakin banyak menelan korban. Contoh paling spektakuler ialah peristiwa 9/11 yang meruntuhkan Menara Kembar Trade Center, di New York City. Tak tanggung-tanggung, serangan itu menewaskan lebih dari 2.900 korban tewas dan 6.000 orang mengalami luka-luka.

Setahun kemudian, tepatnya pada 12 Oktober 2002 meletus rangkaian peristiwa pengeboman di Kuta, Bali. Sedikitnya 202 korban jiwa dan 209 orang lainnya luka-luka atau cedera. Kemudian pada 13 November 2015, serangan menghantam Paris, Perancis. Sebuah rangakaian serangan di beberapa titik yang menelan korban setidaknya 153 orang tewas.

Baca Juga:  Ramadhan Berbagi, Pemdes Rombasan Santuni Anak Yatim dalam Peringatan Nuzulul Qur'an

Berikutnya pada Januari 2017 seorang pria bernama Stephen Paddock melakukan tindakan pembunuhan massal di konser musik country di Las Vegas. Sedikitnya 59 orang tewas dan 515 lainnya luka-luka setelah Paddock melepaskan tembakan membabi-buta terhadap kerumunan orang yang tengah menyaksikan sebuah konser musik.

Organisasi Al Qaeda mengaku bertanggung jawab atas serangan 11/9 di New York. Sementara serangan di Paris, Perancis diklaim kelompok ISIS. Serangan bom bunuh diri di ruang konser musik di Manchester pada 22 Mei 2017 juga diklaim ISIS. Demikian pula serangan bom di Barcelona pada 2017 silam.

Di Indonesia, aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur juga diklaim ISIS. Melalui situs Amaq News Agency, ISIS juga mengklaim dalang di balik insiden kerusuhan narapidana terorisme (Napiter) di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Dan ISIS kembali mengklaim bertanggung jawab insiden bom di Kota Surabaya yang menewaskan 11 orang dan melukai 41 lainnya. Serta masih banyak lagi peristiwa teror di sejumlah negara di dunia yang diklaim ISIS, termasuk teror serangan bom yang mereka rencanakan dalam pembukaan perhelatan Piala Dunia 2018 di Rusia.

Baca Juga:  Sering Ambrol dan Putus, Kualitas Jembatan dan Penahan Banjir di Lumajang Rendah

Menurut Byron Jenkins maksud dari ‘terorisme sukses’ ialah kesuksesan mereka menjadi berita utama sejumlah media massa di seluruh dunia dan itu terbilang rating yang sangat tinggi dalam agenda politik. Sehingga, kata dia, tidak salah juga definisi terorisme itu memuat kata-kata, motif dan tujuan politik. Sebab, tak jarang aksi terorisme itu merupakan suatu instrumen untuk mencapai tujuan politik tertentu melalui kekerasan dan intimidasi.

Menurut Jenkins, ada banyak cara untuk mengukur keberhasilan terorisme baik langsung maupun tidak langsung. Ambil contoh misalnya, terorisme bisa disebut berhasil jika aksi mereka mampu menciptakan korban jiwa yang sangat tinggi. Atau ketika muncul anggapan bahwa mereka adalah aktor yang sangat kuat sehingga dapat menjajaki kemungkinan bernegosiasi dengan otoritas berwenang atau pemerintah. Ada juga dari kesinambungan organisasi yang bertahan selama beberapa dekade.

Singkatnya, dengan besarnya liputan media dan tingkat ketakutan publik bisa menjadi dua instrumen untuk menilai bahwa terorisme berhasil mewujudkan tujuan politiknya dengan teror, kekerasan dan intimidasi.

Baca Juga:  BPPD Nunukan dan BNPP Gelar FGD IPKP PKSN Tahun 2023

Pandangan lain yang menilai berbeda tentang keberhasilan ini misalnya, Abrahms yang telah berulang kali menentang pendekatan rasional atau instrumental ini. Dalam publikasinya, mengapa terorisme tidak berhasil, ia menganalisis 28 organisasi teroris yang ada dalam daftar organisasi teroris yang ditunjuk Amerika Serikat (AS), Departemen Luar Negeri. Hasil analisisnya ternyata pencapaian tujuan kebijakan mereka hanya 7% dari waktu. Abrahms juga menunjukkan bahwa kelompok yang serangannya terhadap sasaran sipil kalah jumlahnya dengan serangan terhadap sasaran militer yang gagal.

Paul Wilkinson juga mencatat bahwa beberapa teroris tampaknya percaya bahwa pada akhirnya terorisme akan berhasil bagi mereka, dengan mengintimidasi lawan-lawan mereka agar tunduk pada tuntutan teroris. Tetapi dia juga mengamati bahwa teroris jarang berhasil mencapai beberapa tujuan strategis mereka. Hanya ada beberapa pengecualian baru-baru ini.

Nah, berdasarkan beberapa studi akademis para pakar terhadap gagasan terorisme berhasil tidak sepenuhnya benar. Jadi kesimpulannya bahwa terorisme berhasil adalah hanya setengahnya benar. (Agus Setiawan/bahan kuliah Studi Terorisme)

Related Posts

1 of 3,050