NUSANTARANEWS.CO – Awal Mei 2017, Amerika Serikat mengirimkan Terminal High-Altitude Area Defense (THAAD) ke bekas lapangan golf di kota Seongju, Korea Selatan. Seongju merupakan kawasan yang dekat dengan semenanjung Korea. Kawasan ini diketahui memanas sejak Korea Utara berulang kali melakukan uji coba rudal balistiknya.
Sikap provokatif Korea Utara telah memancing amarah AS, Korea Selatan dan Jepang. Tidak terkecuali Cina, negara sekutu tradisional Korut. Tapi, Cina juga berang dengan pengerahan THAAD tersebut karena menilai menganggu keseimbangan regional. Akibatnya, Beijing memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Korea Selatan.
THAAD memang dikenal sebagai sistem pertahanan rudal canggih. Sistem pertahanan udara tersebut mampu mencapai jarak 200 km berketinggian maksimum 150 km dengan kecepatan 8,24 mach atau 10.175 km per jam. Dikatakan canggih juga, THAAD mampu menghadang rudal balistik di atmosfer. Dan dilaporkan sudah beroperasi di Korsel mulai Mei untuk bersiap menghadang rudal-rudal Korut.
THAAD merupakan sistem pertahanan rudal dengan presisi tak tertandingi. Sistem ini mampu melawan ancaman dengan mobilitas dan penempatan baterai unit strategis. THAAD dirancang untuk mencegat dan menghancurkan rudal balistik jarak pendek dan menengan selama fase akhir penerbangan. Artinya, THAAD bisa menembak jatuh rudal yang diluncurkan sebelum mendarat pada target.
Menurut Rod Lyon dari National Interest, cara kerja THAAD secara umum sudah teruji kecanggihannya. Dilansir The Diplomat, Lyon menjelaskan bahwa ketika THAAD menabrak rudal musuh, keduanya akan meledak di udara. Komponen THAAD, kata dia, suatu radar antena pemidai elektoronik (AESA) mengaktifkan sistem setelah deteksi rudal sasaran. Peralatan kendali peluncur THAAD dan sistem pendukungnya lalu mengindentifikasi, memverifikasi, dan meluncurkan rudal pencegat. Rudal pencegat tersebut meluncur dari kendaraan pembawa roket, lalu menggunakan tenaga kinetik.
THAAD mampu mencegat rudal pada ketinggian endo dan atmosfir exo-atmospheric, dengan ketinggian maksimum sekitar 93 mil di atas permukaan bumi. Rudal itu sendiri dapat berjalan dengan kecepatan di atas 8 mach, menempatkannya dalam kategori hipersonik. Produsen THAAD Lockheed Martin tertarik untuk mengembangkan varian THAAD yang diperluas untuk melawan kendaraan luncur hipersonik, termasuk WU-14 milik Cina. Inilah yang kemudian memicu kemarahan Cina dengan dikerahkannya THAAD ke Korea Selatan.
“Hak Cina untuk percaya bahwa data surveilans THAAD dapat dipindahkan ke aset BMD lain yang melindungi wilayah kontinental Amerika Serikat (CONUS). Memang, salah satu misi THAAD adalah memperkuat pertahanan AS, melawan kemungkinan serangan rudal balistik Korea Utara terhadap CONUS. Jadi harus bisa mentransfer data ke radar berbasis CONUS dan interceptors. Namun Amerika Serikat telah memiliki baterai THAAD yang dipasang di Guam, dua radar AN/TPY-2 ditempatkan di Jepang (di Shariki dan Kyogamisaki), aset berbasis ruang, ditambah sejumlah radar yang dibawa oleh kapal dan radar berbasis darat yang lebih besar bagian lain di pasifik” jelas Lyon sekaligus menjawab kegusaran Cina.
Penulis: Eriec Dieda
Editor: Achmad Sulaiman