Budaya / SeniResensi

Argumentasi Diksi Rewel melalui Cerita Pendek

Lelaki Ompol

Judul Buku : Lelaki Ompol

Penulis : Encep Abdullah

Penerbit :Yayasan Cahaya Bintang Kecil

Cetakan  : I, Juli 2017

Tebal : xxiv + 110 Halaman

ISBN : 978-602-61089-1-3

Peresensi: M Ivan Aulia Rokhman*

 

NUSANTARANEWS.CO – Baru-baru ini judul buku kumpulan cerpen ini mengundang tawa kepada pembaca. Lelaki Ompol ini mengumpulkan beberapa cerita pendek yang mengandung realitas komedi yang mengelitik lucu terhadap setiap diksi yang dituliskan. Bahkan penulis dari Banten ini mengargumentasi dari ide yang telah dikumpulkan melalui cerita.

Seperti ini menyuplai isi dari karya ini membuat diksi ini bermakna bagi pembaca. Anggaplah membumbui kisah yang berhasil didengarkan dari orang lain, atau teman dekat yang bisa mengairahkan bahasa terhadap cerita tersebut. Mungkin dari setiap diksi rewel ini melebihi kelebihan dan kekurangan yang ditulis.

Selain diseimbangkan dengan argumentasi pemikiran yang merayu imajinasi tetapi juga menghindari dari kenyataan yang muncul pada setiap kalimat terhadap cerita pendek tersebut. Jangan mengaku bahwa judul ini tak bisa menghapus segala kenangan yang hampir meresahkan pemuda. Dari setiap cerpen yang dibaca mungkin dibedah satu persatu dari karya telah ditulis.

Baca Juga:  Film Lafran, Biopic Pendiri HMI, Tayang 20 Juni

Cerita ini dibuka pada Lelaki tua itu sengaja merayu keluarga dengan cara yang usil. Sungguh dijengkelkan bila merujuk pada kalimat begitu rewel akan terkena pada jebakan per kalimat. Malahnya cucu ini mengurusi kecantikan dan penampilan begitu glamour. Karena kakek terindap overdosis ompol karena memikirkan efek samping. Yang diargumentasi dari setiap isi cerita adalah efek meminum ompol bayi perempuan makin tergoda dengan mimpi yang istimewa. Jarang sekali mengindap mengonsumsi obat secara tidak jelas itu justru menimbulkan efek yang tidak menyenangkan. Jangan sampai masyarakat yang telah tertular mimpi basah pasti datang akibat dari perempuan.

Berikutnya cerpen Sup Jempol Kaki Ustadz sedikit menggelitik disebabkan si santri terjebak melihat jempol kaki sang Ustadz. Menurutku sedikit aneh dan menyelindir klimaks dalam berbahasa. Perlu diketahui cerita ini terlalu aneh dan sulit dimaknai jika penulis mengeluarkan imajinasi secara berlebihan.

Eksistensi dalam cerita pendek tersebut kebanyakan menilai setiap cerpen ini mempunyai ciri khas penulis yang kerap menjadi bahan hiburan. Di cerpen Mata Malaikat ini menunjukkan sikap merayu perempuan terhadap lelaki. Setiap malam mengaku salah atas melanggar tugas yang dijalankan oleh Ayah. Mungkin ia merangkul ciuman tanpa sebab. Perlu diargumentasi kembali bahwa cerita ini lantas tidak membangkitkan selera sebab menyimpang siur serta merta sikap tokoh terasa berlebihan.

Baca Juga:  Film Lafran, Biopic Pendiri HMI, Tayang 20 Juni

Beralih ke cerpen Safar Rebo Wekasan ini menceritakan Rukmana telah menginjak fase kehamilan. Mendadak  kelahiran ia harus terburu-buru di rumah sakit untuk menempuh perjalanan yang singkat. Ia tidak tahu pernikahan yang terjadi pada bulan safar. Gora ini mengikuti ritual tolak bala yang dilakukan pada bulan Safar. Sungguh disayangkan cerita ini penuh biadab dan memperselisihkan antara safat dengan ritual yang kerap dipersembahkan pada nenek moyang.

Sementara di cerpen Kawah Candradimuka ini mengerikan karena awalnya mendatangkan jum’at kliwon melakukan perdukunan. Sempat beberapa di tengah cerita ini betapa senjata yang digunakan dukun ini bisa memicu penyakit dan rasa frustasi yang hampir mengancam  masyarakat.  Dan dilarang melakukan aktivitas kejahatan di dalam lingkungan warga. Tak punya pilihan maka pelaku kerap melarikan diri melainkan seperti Israil meniup sangkakala yang mengecam hari kiamat.

Jadi setiap cerpen yang diartikan satu persatu sebagai pertanda kepurukan yang hampir mengerikan pada tiap kalimat dan memperbanyak konflik yang bisa membumbui pembaca. Menghadirkan sastra modern ini tidak pengaruh pada tema-tema klasik terhadap karya sastra. di sinilah pemaknaan dalam setiap cerpen ini memiliki pancaran gaya bahasa yang menarik dan menyelaraskan kebudayaan terhadap masyarakat banten. Intinya cerpen menjadi pembelajaran .

Baca Juga:  Film Lafran, Biopic Pendiri HMI, Tayang 20 Juni

*M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,142