Esai

Aplikasi Indonesia Pintar Sebagai Langkah Kemajuan Pendidikan Indonesia Dalam Rangka Digitalisasi Pendidikan di Era New Normal*

Aplikasi Indonesia Pintar Sebagai Langkah Kemajuan Pendidikan Indonesia
Aplikasi Indonesia Pintar Sebagai Langkah Kemajuan Pendidikan Indonesia.

Aplikasi Indonesia Pintar Sebagai Langkah Kemajuan Pendidikan Indonesia Dalam Rangka Digitalisasi Pendidikan di Era New Normal*

Pendidikan adalah sebuah kata yang memiliki makna mendalam. Pendidikan tidak hanya bertugas untuk mendidik seorang manusia untuk menjadi pintar, namun esensi pendidikan lebih besar daripada hal itu.
Oleh: Pang Muhammad Jannisyarief


“Pendidikan adalah satu-satunya senjata mengubah dunia” (Nelson Mandela)

Pendidikan menjadi gerbang utama lahirnya peradaban bangsa. Pendidikan dapat menjadi senjata yang ampuh untuk mengubah suatu bangsa yang sebelumnya kurang maju, menjadi bangsa yang beradab. Pendidikan menjadi dasar fundamental yang penting untuk memajukan sebuah bangsa.

Di masa pandemi Covid-19 yang mulai menggemparkan dunia pada bulan Januari 2020 lalu telah membuat banyak negara kewalahan menghadapinya. Dalam situasi yang genting, masyarakat dituntut untuk melakukan pekerjaan atau hal-hal lain yang berpotensi mengumpulkan orang dalam jumlah yang banyak dialihkan menjadi metode daring.

Sudah sejak bulan Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi mengeluarkan produk hukum untuk membatasi berkumpulnya orang dalam jumlah yang banyak dan tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP PSBB) dalam rangkah percepatan penanganan Covid-19. Dengan demikian, pendidikan juga termasuk kedalam sektor yang diwajibkan melakukannya secara daring. Terhitung sudah sejak bulan Maret hingga saat ini metode daring tetap diberlangsungkan, peserta didik diwajibkan belajar di rumah menggunakan gadget masing-masing.

Namun sayangnya banyak permasalahan yang timbul akibat study from home tersebut. Amanat konstitusi staat norm fundamental UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 memberikan tugas kepada negara untuk mengejawantahkan pendidikan menjadi hak bagi setiap warga negara. Namun, study from home yang diberlakukan Indonesia kurang berjalan maksimal. Alasannya adalah banyak keluhan salah satunya dari Duta Rumah Belajar Papua, Minarti, ia menjelaskan bahwa peserta didik di Papua mengalami kesulitan mencari sinyal internet. Padahal, di masa pembelajaran daring saat ini, sinyal internet menjadi faktor pendukung utama dari keberlangsungan pembelajaran. Selain itu, kisah Pak Avan seorang guru di SDN Batuputih Laok 3, Madura, Jawa Timur, menjadi acuan bagi pemerintah mengevaluasi diri. Pak Avan menuturkan bahwa anak-anak yang ia ajar tidak semuanya memiliki smartphone seperti anak yang lainnya. Bahkan Pak Avan harus rela mengajar dengan mengunjungi satu persatu rumah anak muridnya untuk mengajar.

Ini menjadi tamparan keras bagi kita bahwa metode pembelajaran jarak jauh yang digunakan belum berimplikasi positif. Hal ini didukung data dari Ookla sebuah badan riset yang berfokus pada penelitian kualitas internet di sebuah negara memaparkan, rata-rata kecepatan internet di Indonesia hanyalah 15,5 Mbps, sedangkan rata-rata kecepatan internet kabel di dunia adalah 54,3 Mbps. Indonesia bahkan menduduki peringkat 43 dari 45 negara dan tertinggal dari negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang masing-masing di peringkat 29 dan 37.

Data ini membuktikan pemerataan internet belum secara maksimal dijalankan. Status-quo menjelaskan Indonesia bukan hanya Jawa saja. Indonesia terbentang dari Sumatera hingga Papua. Semua warga negara yang hidup di Indonesia berhak mendapat fasilitas dari kualitas internet yang baik secara merata. Selain itu, kisah murid-murid Pak Avan tak ubahnya menjadi fenomena gunung es. Pak Avan menjadi representasi dari banyaknya peserta didik di Indonesia yang belum beruntung untuk memiliki smartphone sebagai sarana dan prasarana penunjang pembelajaran.

Padahal UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 berbunyi APBN mengalokasikan dana untuk pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari total APBN yang ada. Ini berarti anggaran senilai 508 triliun yang diberikan Kementrian Keuangan vis-à-vis sektor pendidikan dengan harapan tidak ada lagi anak-anak yang kesulitan dalam belajar.

Sementara dengan atau tanpa kita sadari, tatanan dunia sudah berubah. Sejak hadirnya World Economic Forum (WEF) pada 2018 lalu telah menyebut dunia beralih dari Revolusi Industri 3.0 menjadi Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 memiliki karakteristik dan fungsi menggabungkan teknologi fisik dan digital melalui analitik, Internet of Things (IoT), teknologi kognitif, dan kecerdasan buatan. Revolusi Industri 4.0 juga menuntut semua sektor untuk beralih dan memodernisasi diri. Dunia yang sudah semakin maju menuntut digitalisasi di semua sektor khususnya digitalisasi dalam dunia pendidikan.

Digitalisasi pendidikan harus mampu menyelesaikan masalah terkait kurang meratanya kualitas internet, selain itu menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi dengan memberi subsidi langsung terhadap peserta didik yang belum memilikinya dapat menjadi cara efektif bagi pemerintah untuk hadir langsung di tengah-tengah masyarakat.

Digitalisasi pendidikan juga mengalami percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan informasi ini didukung dengan adanya penerapan media dan teknologi digital yang disebut information super highway. Bahan pembelajaran tersedia di internet dan dapat diakses secara luas oleh peserta didik merupakan cikal bakal kebermanfaatan digitalisasi pendidikan.

Oleh karena itu, penulis memiliki saran untuk pemerintah terhadap perbaikan kualitas digitalisasi pendidikan terutama di era New Normal seperti saat ini, pendidikan tetap dijalankan secara daring. Penulis menamai aplikasi tersebut dengan “Indonesia Pintar” aplikasi ini merupakan aplikasi yang berbasis digitalisasi pendidikan.

Alasan sederhana pemerintah perlu membuat aplikasi ini adalah ketika sebuah pendidikan memiliki platform yang terintegrasi, peserta didik menjadi mudah dalam mengakses pendidikan. Aplikasi tersebut harus tersedia fitur-fitur yang dibutuhkan oleh peserta didik seperti; 1) Materi pembelajaran yang lengkap di dalam aplikasi 2) Fitur telekonfrensi seperti Google Meet tetapi harus dibuat secara baik sehingga tidak banyak membuang kuota 3) Ruang untuk diskusi dan mengumpulkan tugas seperti Google Classroom. Fitur-fitur tersebut harus tersedia agar guru dan peserta didik tidak perlu mengakses aplikasi lain. Dengan hadirnya aplikasi ini secara tidak langsung negara menghargai kualitas dari lulusan IT di negeri ini yang memiliki kemampuan tetapi belum terekspos.

Aplikasi tersebut harus dibuat secara baik agar kuota yang terbuang juga tidak banyak. Terutama di masa New Normal di mana keadaan ekonomi setiap keluarga belum membaik. Kuota yang terserap pun harus diminimalisir, tetapi tidak menghilangkan esensi dari kualitas aplikasi tersebut.

Penulis memiliki keyakinan bahwa lulusan IT di negeri ini memiliki kualitas yang mumpuni untuk mewujudkan hal tersebut. Pemerintah dan lulusan IT harus bersinergitas membuat aplikasi Indonesia Pintar tersebut agar digitalisasi pendidikan dapat dilaksanakan secara terintegrasi kedalam suatu platform dan memudahkan peserta didik serta guru untuk mengaksesnya. Terlebih lagi menghadapi pendidikan di abad 21 keterampilan yang dibutuhkan mencakup tiga hal; 1) life and career skills, 2) learning and innovation skills, dan 3) information media and technology skills. Salah satu aspek yang penting dan harus diperbaiki adalah literasi digital. Dengan demikian, aplikasi tersebut memiliki dampak signifikan bagi kemajuan digitalisasi pendidikan, terutama di era New Normal di mana peserta didik tetap belajar daring.

*Esai terpilih dalam Lomba Esai Tingkat Nasional “Menuju tatanan Dunia Baru (New normal)” yang diselenggarakan pada 23 Juni s/d 15 Juli 2020 oleh Rumah Literasi.id

Penulis: M. Jannis Syarief Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Related Posts

1 of 3,049