NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sejumlah Anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI selalu meributkan persoalan perhitungan kerugian negara yang digunakan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam mengusut kasus korupsi e-KTP. Salah satunya adalah Fahri Hamzah.
Melalui kuasa hukumnya Amin Fakhrudin, Fahri mempertanyakan apa dasar KPK lebih memilih menggunakan perhitungan dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) ketimbang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam menetapkan kerugian negara dalam kasus e-KTP. Padahal lembaga auditor negara adalah BPK.
“Dasarnya apa KPK menggunakan audit BPKP, padahal auditor negara adalah BPK. Dalam hasil auditnya, BPK memberikan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Kemendagri,” ujar Amin dalam diskusi publik bertajuk Meriam DPR untuk KPK di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5/2017).
Sementara itu ditempat yang sama, Pakar Hukum Pidana; Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa KPK boleh menggunakan hasil audit BPKP dalam menentukan kerugian megara.
Diketahui, dalam surat dakwaan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto disebutkan bahwa uang hasil korupsi proyek e-KTP diduga tidak hanya mengalir kepada anggota DPR dan pejabat di Kementerian Dalam Negeri.
Uang suap dalam dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut juga diterima auditor BPK. Dalam surat dakwaan, jaksa KPK menjelaskan bahwa terdakwa Sugiharto, juga memberikan sejumlah uang kepada staf BPK dan Bappemas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Salah satunya kepada Wulung, auditor BPK yang memeriksa pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil. Pemberian uang sejumlah Rp 80 juta tersebut diberikan langsung oleh Sugiharto kepada Wulung.
Setelah pemberian itu, BPK memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010.
Ditanya lebih jauh apakah hal tersebut menjadi salah satu faktor KPK enggan menggunakan hasil audit dari BPK dalam menentukan kerugian negara di kasus e-KTP.
“Yah bisa kemungkinan karena hal tersebut. Karena begini, auditornya saja menerima, bagaimana KPK bisa percaya bahwa hasil auditnya real,” tutup Amin.
Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon