Berita UtamaMancanegaraResensiTerbaru

Aktivitas Teroris Zionis Israel Abad 21

zionis, tentara zionis, israel teroris, tentara israel, pasukan zionis, pasukan israel, warga palestina, pembantaian palestina, aktifitas israel, nusantara, nusantara news, nusantaranews
Aktivitas teroris Zionis Israel Abad 21

NUSANTARANEWS.CO – Akvifitas teroris Zionis Israel Abad 21. Laporan Amnesti Internasional 2007, untuk tahun yang berakhir pada Desember 2006, menyatakan, “Meningkatnya kekerasan antara Israel dan Palestina menghasilkan peningkatan tewasnya warga Palestina oleh  pasukan zionis itu sebanyak tiga kali lipat. Jumlah orang Israel yang tewas oleh kelompok bersenjata Palestina menurun setengah. Lebih dari 650 warga Palestina, termasuk sekitar 120 anak-anak, dan 27 orang Israel tewas. Pasukan Israel melakukan bombardir udara dan artileri diJalur Gaza, dan Israel terus memperluas pemukiman ilegal dan membangun pagar/dinding sepanjang 700 km di atas tanah Palestina di Teritori Pendudukan.

Blokade militer dan peningkatan pembatasan yang diterapkan oleh Israel kepada pergerakan-pergerakan Palestina dan pengambil-alihan tugas pabean Palestina oleh Israel menyebabkan kemerosotan signifikan dalam penghidupan penduduk Palestina di Teritori Pendudukan, dengan kemiskinan, ketergantungan bantuan pangan, persoalan kesehatan, dan pengangguran yang mencapai level kritis. Prajurit dan penduduk Israel melakukan kejahatan HAM serius, termasuk pembunuhan tak sah, terhadap warga Palestina, sebagian besar tanpa mendapatkan hukuman.

Ribuan warga Palestina ditangkap oleh pasukan Israel di seluruh Teritori Pendudukan atas kecurigaan pelanggaran keamanan dan ratusan lain ditahan dalam penahanan administratif.

Penolak wajib militer Israel terus dipenjarakan lantaran menolak mengabdi di tentara. Dalam perang 34 hari melawan  Hizbullah di Lebanon pada Juli-Agustus, pasukan Israel melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, termasuk kejahatan perang. Bombardir Israel menewaskan hampir 1.200 orang, dan menghancurkan atau merusak puluhan ribu rumah dan infrastruktur sipil lainnya. Pasukan Israel juga mengotori Lebanon selatan dengan sekitar satu juta bom kluster belum meledak yang terus menewaskan dan membuntungkan warga sipil setelah konflik.”

5 Februari 2003: Kamla Said, seorang wanita setengah tuli berumur 65 tahun, tewas saat tentara Israel menghancurkan rumahnya dengan mendinamitnya dalam sebuah serangan terhadap kamp pengungsi Maghazi di Jalur Gaza sedangkan dia masih berada di dalam rumah.

16 Maret 2003: Rachel Corrie, 23 tahun, seorang aktivis perdamaian dari Amerika, dilindas hingga mati oleh buldoser tentara Israel di Rafah, Gaza, saat dia memprotes penghancuran rumah.

11 April 2003: Tom Hurndall, 21 tahun, seorang aktivis perdamaian dari London, ditembak di kepalanya oleh seorang prajurit Israel saat dia mencoba menolong seorang wanita Palestina dan anak-anaknya keluar dari sebuah baku tembak di Rafah.

4 Agustus 2005: Mantan personil Tentara Israel dan anggota Partai Kach, Eden Natan-Zada, menyerang sebuah bis menggunakan assault rifle, menewaskan 4 orang Palestina, melukai 12 lainnya.

Baca Juga:  Ar-Raudah sebagai Mercusuar TB Simatupang

15 Juli 2006: IDF, sesaat sebelum invasinya ke Libanon, sebagai respon resmi terhadap penculikan salah satu prajuritnya oleh militan HAMAS dekat Jalur Gaza, menjalankan serangan hebat, di mana sekurangnya 60 warga sipil tewas dan ratusan terluka. Pesawat-pesawat Israel mengebom sebuah fasilitas penyaluran listrik, memadamkan listrik separuh Jalur Gaza, dan merobohkan stasiun-stasiun pompa air, mengakibatkan sebagian besar Jalur Gaza tidak memiliki air yang bisa diminum. Jembatan-jembatan yang menghubungkan paruh utara dan selatan Jalur Gaza dibom, dan perlintasan perbatasan ditutup, mempertaruhkan nyawa penduduk sipil Jalur Gaza, yang tergantung sepenuhnya kepada suplai makanan dan bahan bakar yang dibawa masuk lewat perlintasan perbatasan dengan Israel.

Juli – Agustus 2006: Angkatan Udara Israel mengebom Libanon selama 34 hari, menewaskan sekitar 1.300 warga sipil. Operasi pengeboman itu begitu sadis, Libanon disebut “dibom menjadi zaman batu”. Infrastruktur Libanon hancur.

8 November 2006: IDF menembaki sederetan rumah di kota Beit Hanoun, Jalur Gaza, menewaskan 19 warga Palestina dan melukai lebih dari 40 lainnya.
Menteri Luar Negeri Italia, Massimo D’Alema, menyebut penembakan warga sipil tersebut disengaja.

1 Juni 2007: Pasukan Israel menembak dan menewaskan dua warga Palestina berusia 13 tahun, Ahmed Abu Zbeida dan Zaher al-Majdalawi, dekat pagar perbatasan Gaza-Israel, menyatakan bahwa keduanya sedang merangkak ke arah palang “dengan cara yang mencurigakan”. Kedua anak laki-laki itu telah bilang kepada orangtuanya bahwa mereka akan pergi ke pantai. (The Guardian, 1 Juni 2007)

Dalam review akhir tahunnya soal kekerasan Israel terhadap bangsa Palestina, Organisasi HAM Israel, B’tselem, menyatakan bahwa pada 2007, hingga tanggal 29 Desember, pasukan keamanan Israel membunuh 373 warga Palestina – 290 di Gaza, 83 di Tepi Barat, 53 di antaranya adalah orang non-dewasa.

Sebagai perbandingan, pada 2006, 657 warga Palestina tewas, termasuk 140 orang non-dewasa: 523 di Gaza, 134 di Tepi Barat.

Pada 2007, terdapat peningkatan sebesar 13% dalam jumlah orang Palestina yang ditahan dalam penahanan administratif tanpa persidangan, yang rata-rata 830 orang. 66 checkpoint berpenjaga dan 459 palang jalan rata-rata membatasi pergerakan di Tepi Barat, karenanya menghalangi kebebasan warga Palestina untuk bergerak.

Israel meneruskan kebijakan pembekuan terhadap penyatuan keluarga, meniadakan hak puluhan ribu warga Palestina untuk hidup berkeluarga. Jumlah rumah yang dihancurkan di Yerusalem Timur meningkat 38 persen. Warga Palestina terus menghadapi diskriminasi parah dalam penjatahan air di Tepi Barat, menimbulkan kesulitan serius di musim panas.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Laporan Amnesti Internasional 2008, dalam review akhir tahunnya untuk 2007, menyatakan, “Situasi HAM di Teritori Palestina Pendudukan Israel (OPT) tetap mengerikan. Pasukan Israel membunuh lebih dari 370 warga Palestina, menghancurkan lebih dari 100 rumah Palestina, dan mengenakan pembatasan yang semakin ketat terhadap pergerakan warga Palestina. Pada bulan Juni, pemerintah Israel mengenakan blokade yang tak pernah dilakukan sebelumnya terhadap Jalur Gaza, praktisnya memenjarakan seluruh 1,5 juta penduduk, menundukkan mereka pada penghukuman kolektif dan menimbulkan krisis kemanusiaan paling genting sampai sekarang ini. Sekitar 40 warga Palestina meninggal setelah ditolak keluar Gaza untuk perawatan medis urgen yang tidak tersedia di rumah sakit setempat. Sekitar 9.000 orang dewasa dan anak-anak Palestina masih berada di penjara-penjara Israel, beberapa dari mereka telah ditahan tanpa tuduhan atau persidangan selama bertahun-tahun.” Selama periode yang sama, 13 orang Israel dibunuh oleh kelompok bersenjata Palestina.

Seolah serangkaian terorisme negara ini belum cukup, warga Palestina yang dicurigai aktif menentang pendudukan Israel atas Tepi Barat atau Gaza mendapati rumah dan keluarga mereka diserang oleh tank, mortar, misil, dan bom Israel. Dan setelah tersangkanya dibunuh atau dipenjarakan, tentara Israel membuldoser atau mendinamit rumah keluarga mereka. Selama bertahun-tahun pendudukan, ribuan rumah telah dihancurkan dengan cara ini. Israel juga telah membunuh ratusan pemimpin Palestina. Serangan semacam itu seringkali menewaskan orang-orang tak bersalah yang berada di lokasi peristiwa.

Brutalitas polisi terhadap orang Arab Israel adalah hal lumrah dan terdokumentasi dnegan baik. Penahanan ilegal, pemukulan, penyitaan harta pribadi, dan penyiksaan warga Arab Israel adalah fakta kehidupan. Rumah mereka rutin diserbu dan digedor di tengah malam, dengan dalih mencari tersangka. Dari tahun 1967 sampai 1988, lebih dari 600.000 warga Palestina ditahan di penjara Israel selama periode satu minggu sampai seumur hidup. Selama Intifadah pertama (1987-1994), Israel menahan sekitar 175.000 orang Palestina. Menurut B’tselem, sekitar 85% tahanan Palestina disiksa selama interogasi.

Penyiksaan Israel itu dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menyumbat korban dengan tas yang direndami urin dan tinja dan diikat pada kepala mereka sampai penggunaan pecut ternak elektrik untuk sodomi dan mutilasi. Penyiksaan bengis kepada para tahanan dikenal sebagai bentuk terorisme yang sangat keji. Ribuan warga Palestina dan Libanon mati saat berada dalam penahanan Israel.

Penggunaan bom kluster di teritori sipil adalah untuk membunuh warga sipil tak bersenjata dan dianggap sebagai kejahatan, menurut sebagian besar hukum internasional. Namun, Israel memakai bom kluster dalam operasi pengebomannya di Libanon. Oleh sebab itu, tak heran jika saat seluruh dunia baru-baru ini bersumpah takkan pernah “memakai munisi kluster” dalam keadaan apapun ataupun “mengembangkan, memproduksi, mendapatkan, mencadangkan, menyimpan, atau mentransfer kepada siapapun, langsung atau tak langsung, munisi kluster, Israel, juga AS, China, dan Rusia belum meratifikasi perjanjian yang melarang penggunaannya.

Baca Juga:  Gandeng Madani Institute Singapura, UNIDA Gontor Gelar Pengabdian Kolaborasi Internasional

Meskipun daftar terorisme di atas belum lengkap, yang jelas banyak pemimpin Negara Israel – Begin, Rabin, Shamir, Barak, dan Sharon – adalah teroris dan, tak peduli siapapun yang menjalankan pemerintahan di sana, Negara Israel terus mempraktekkan terorisme terhadap warga Palestina dan tetangganya yang tercabut hak miliknya. Beraninya, ia juga mempraktekkan terorisme terhadap AS, negara yang telah menjadi dermawan terbesarnya.

Belakangan, blokade 11 bulan teranyar Israel atas Gaza dijuluki sebagai sesuatu yang “sangat buruk” oleh Desmond Tutu, Peraih Nobel Perdamaian. Dia mencela komunitas internasional dengan menyatakan bahwa “kebisuan dan keterlibatan kita, khususnya soal situasi di Gaza, mempermalukan kita semua. Itu hampir seperti perilaku junta militer di Burma.”

Perang terbaru di Palestina bukanlah perang – itu adalah holocaust di mana anak-anak dan wanita menjadi target, sebagaimana di Libanon dua tahun sebelumnya. Peribahasa lama bahwa HAMAS menggunakan anak-anak sebagai perisai disampaikan dan media menerimanya. Sudah terdokumentasi dengan baik bahwa Israel terang-terangan mengabaikan gencatan senjata 6 bulan dan, saat HAMAS membalas, Israel menyerang warga Palestina dengan brutal. Sementara itu, rencana pemukiman untuk Tepi Barat sedang ditingkatkan seraya penetap Israel terus menteror dan membunuh warga Palestina. Gencatan senjata terbaru ditandai dengan satu per satu pelanggaran oleh Israel – petani petani muda di sini, sebuah keluarga di sana, Israel meneruskan jalan pengusiran dan teror. Dan (korbannya) selalu anak-anak.

Hammad Silmiya (13 tahun) ditembak di kepala, pada 14 Februari 2009, oleh IDF saat sedang mengawasi ternak gembalaannya.
Yang menyedihkan, banyak pembuat undang-undang di Barat yang berteriak soal pelanggaran HAM di tempat-tempat seperti Burma dan China – terutama saat sampai pada persoalan Tibet – merupakan pendukung terorisme negara Israel paling vokal. Mengapa berstandar ganda? Apakah semua pemimpin di Eropa dan Barat setuju dengan genosida Zionis ini atau akankah mereka membangun keberanian moral untuk menghukum Israel atascatatan terorisme negaranya yang sangat besar? (Red)

Sumber: Barbara Lee, Israel Didirikan melalui Terorisme Dipupuk Dengan Darah

Related Posts

1 of 3,070