Oleh: Denny JA
Mengapa kedua pasang calon menaik dukungannya? Mengapa Anies-Sandi masih di atas Ahok? Mengapa untuk pertama kalinya di pemilih kelas menengah ke atas Anies juga mengungguli Ahok?
Lima isu di bawah ini punya efek elektoral yang besar, dan sangat menentukan naik-turunnya suara kandidat. Ada 2 (dua) isu menguntungkan Ahok-Djarot. Dan ada 3 isu menguntungkan pasangan Anies-Sandi.
Pertama, tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Ahok sebagai gubernur cukup baik. Survei ini menunjukan tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Ahok masih diatas 70 %, tepatnya sebesar 73.0 %. Dengan kepuasan publik yang cukup tinggi, Ahok seharusnya lebih mudah mengkonversinya menjadi dukungan.
Kedua, meskipun masih mayoritas namun pemilih yang menilai Ahok menista agama cenderung menurun. Saat ini mereka yang menilai Ahok menista agama terkait kasus Al Maidah ayat 51 sebesar 52.3 %. Pada Maret 2017, mereka yang menilai Ahok menista Agama sebesar 53.3 %.
Jika tren prosentase yang menilai Ahok menista agama menurun, peluang Ahok untuk didukung makin besar. Tapi mengapa Ahok tetap dikalahkan? Tiga isu ini di bawah ini yang bekerja.
Pertama, prosentase pemilih yang menginginkan gubernur baru masih tinggi. Survei April 2017 menunjukan sebesar 54.1 % pemilih ingin gubernur baru. Makin tinggi sentimen ingin gubernur baru, makin tinggi pula dukungan untuk Anies-Sandi.
Mengapa ingin gubernur baru padahal puas dengan kinerja gubernur lama?
Variabel kedua ini jawabanya. Mereka yang tak rela Jakarta dipimpin oleh gubernur tersangka masih mayoritas. Survei menunjukan 55.4 % publik menyatakan mereka tak rela gubernurnya seorang tersangka penista agama. Hanya 26.9 % yang menyatakan mereka tidak masalah dengan status tersangka seorang gubernur.
Kepuasan yang tinggi atas kinerja Ahok terganjal “masalah hati.” Isu penistaan agama walau menurun tapi tetap mayoritas. Analisa lebih jauh dari sentimen agama ini sebenarnya lebih kompleks. Di samping menang ada elemen agama, ia juga menjadi katup kemarahan dari isu lain. Termasuk di sana isu keadilan sosial, ketidak sukaan atas personalitas Ahok yang dianggap arogan dan kadang sangat kasar di muka publik.
Ketiga yang baru dalam putaran kedua adalah isu yang menyamankan segmen pemilih ekonomi menengah atas. Untuk pertama kalinya Anies unggul dibandingkan Ahok di segmen ini. Ini sebuah pencapain karena hasil dari perubahan citra Anies-Sandi di kalangan segmen ini.
Isu merawat keberagaman yang berkeadilan sosial dan lebih menjamin stabilitas mulai didengungkan Anies-Sandi. Selama ini kampanye Anies Sandi di “frame” media dan lawannya terlalu ke kanan, sektarian. Itu tak membuat nyaman pemilih kelas menengah yang inginkan apresiasi pada keberagamam dan kebebasan.
Beredar video dari team Anies yang menjadi viral ingin menjadilkan mesjid ajang kampanye mengalahkan Ahok. Bagi kelas menengah, ini mungkin langkah cerdas tapi tak membuat nyaman dan membuat mereka justru menjauh dari Anies-Sandi.
Team Anies mengubah tone kampanye putaran kedua. Ini perubahan strategi yang gemilang. Ia rangkul semua pemilih dengan menguatkan rasa persatuan. Bahkan Prabowo merekam pesan dalam video yang dishare luas: Saya akan menjadi orang pertama yang menurunkan Anies Sandi jika mereka tidak merawat keberagaman. Saya akan menjadi orang pertama yang menurunkan mereka jika mereka tidak setia pada konstitusi, NKRI dan Pancasila.
Isu keberagaman yang berkeadilan ini mengimbangan nada sumbang. Kini model kampanye Anies-Sandi lebih powerful: peka dan mengapresiasi keyakinan orang banyak. Sekaligus ada jaminan merawat keberagaman.
Anies sekaligus mengkontraskan dirinya terhadap Ahok. Sama sama pro keberagaman, tapi Anies lebih superior. Gagasan merawat keberagamannya lebih kental menekankan keadilan sosial, dan jaminan persatuan serta stabilitas politik. Dikesankan jika di bawah Ahok, segmen yang tak puas kasus penistaan agama itu akan terus bergolak. Jakarta bukan bersatu tapi terbelah.
***
Akankah Jakarta punya gubernur baru? Akankah Ahok dikalahkan? Semua survei menunjukkan Anies-Sandi unggul. Lima lembaga survei, lima limanya menunjukkan Ahok di bawah Anies. Sampai tulisan ini dibuat tak ada satupun lembaga survei yang menyatakan Ahok unggul.
Namun pilkada kadang sama seperti sepak bola. Di World Cup tahun 1958, Argentina favorit juara. Dunia tercengang ketika team favorit itu dikalahkan team underdog Czechoslovakia 6 versus 1 pula.
Istilah tersebut kemudian dipopulerkan: bola itu bundar. Karena bundar, ia bisa menggelinding kemanapun secara mengejutkan.
Apakah pilkada Jakarta kali ini hasilnya juga “bundar,” mengejutkan? Yang jelas, per hari ini semua lembaga survei mempublikasikan Anies Sandi yang unggul.
(Habis)