NUSANTARANEWS.CO – Ada sebait syair Arab yang ringkas namun sangat indah dan syarat makna: Al-ummu madrosatul ula’, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq. Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik. Amanat dari syair ini amat penting dan sangat relevan dengan konteks kekinian. Ibu sebagai sosok perempuan memiliki fungsi dan peran yang paling besar dalam mendidik putra putrinya hingga menjadi manusia dewasa dan paripurna. Internalisasi nilai yang dilakukan oleh ibu menjadi landasan dasar dan utama bagi seorang anak untuk menapaki fase selanjutnya. Perempuan merupakan subjek utama baik ataupun buruknya kondisi keluarga, masyarakat, bangsa hingga dunia. Tak berlebihan jika perempuan diposisikan sebagai penentu peradaban manusia.
Perempuan dapat memerankan tugas peradaban melalui dua cara, yakni dengan melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuanya dan dengan mencetak putra putrinya menjadi terbaik ummat. Sejarah mencatat perempuan-perempuan Islam yang sukses menjadi tokoh yang berpengaruh besar dalam kemajuan peradaban dan sosok perempuan yang gemilang menjadi ibu bagi generasi unggul dan terbaik. Di antara perempuan teladan yang masyhur karena prestasi dan reputasi dirinya ialah Masyithah, Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Sayyidatu Nafisyah, dan Rabi’ah Al-Adawiyyah. Adapun tokoh perempuan yang mulia karena jasa besarnya mendidik generasinya ialah Sarah, ibu Nabi Ishaq; hajar, ibu Nabi Ismail; Aisyah mendidik Musa; Maryam, ibu Nabi Isa; dan Fathimah binti Muhammad dengan mendidik Hasan dan Husain. Kedua jenis kemuliaan perempuan tersebut sama dan setara, memberi pengaruh bagi kaum beriman sepanjang zaman.
Indonesia pun melahirkan tokoh wanita muslimah yang harum namanya karena jasa dan perannya bagi bangsa dan umat. Mereka dengan gigih mendarmabaktikan perjungannya sehingga berkontribusi besar melalui medan jihad masing-masing. Pada zaman kolonial, perlawanan fisik juga dilakukan oleh para pejuang perempuan, di antaranya oleh Cut Nyak Dhin dan Cut Meutia di Aceh dan Nyi Ageng Serang di Jawa. Pergerakan nasional kebangsaan juga dilakukan melaui jalur emansipasi wanita dengan munculnya aktivitas pamberdayaan kapasitas perempuan, seperti Rahmah El Yunusiah mendirikan perguruan putri di Padang Panjang, Dewi Sartika menggagas sekolah istri di Jawa Barat dan RA Kartini di Jawa tengah, dengan bukunya Habislah Gelap Terbitlah Terang.
Sumbangsih perempuan Indonesia juga dibuktikan dengan lahirnya tokoh intelektual kontemporer seperti Zakiyyah Darajat, Musdah Mulia, Marwah Daud, dan Suharsimi Arikunto. Tak luput pula, peran strategis perempuan dalam bidang pemerintahan yang cukup fenomenal seperti Sri Mulyani, Khafifan Indar Parawansa, dan Tri Rismaharini. Fakta ini membuktikan bahwa perempuan memiliki hak dan peran yang setara dengan laki laki dalam berkarya bagi bangsa, bukanlah makhluk Tuhan kelas dua yang sekedar konco wingking.
Meski demikian, atas berbagai prestasi tersebut tak boleh menjadikan kaum perempuan berpuas diri karena problematika zaman semakin berat dan kompleks. Hidup di era globalisasi dengan kecanggihan teknologi memberikan peluang sekaligus tantangan besar bagi bangsa Indonesia dengan segala kekuatan dan kelemahan yang ada. Besarnya jumlah demografi dan melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki merupakan kekuatan.
Kita mempunyai peluang untuk menjadi negara besar yang kaya, maju dan poros peradaban dunia. Namun Indonesia juga masih diliputi kondisi kelemahan, yakni belum siap total secara SDM. Karakter dan skill kita belum memadai untuk menjadi pemain utama di era revolusi industri 4.0. Padahal, tantangan yang dihadapi telah nyata di semua aspek dan sendi kehidupan, baik secara internal maupun eksternal. Sehingga perempuan Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk menggubah kelemahan menjadi kekuatan dan merubah tantangan untuk dijadikan peluang.
Patut bersyukur, di Indonesia perempuan telah memasuki zaman merdeka. Secara umum, partisipasi perempuan dalam mewujudkan peradaban bangsa Indonesia terbentang luas tanpa hambatan yang berarti. Negara dan masyarakat telah bersepakat memberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk belajar, bertindak dan berkiprah dengan tanpa diskriminasi di semua sektor.
Perempuan boleh belajar disemua jenjang pendidikan dan dipersilahkan untuk berprofesi sesuai dengan minat dan kemampuanya. Selain itu, negara juga telah memberikan keistimewaaan dengan perlindungan serta kemudahan khusus bagi perempuan di sektor tertentu. Sehingganya, perempuan dapat beraktualisasi diri seoptimal mungkin dan dapat menentukan pilihan pengabdianya. Di balik semua kemerdekaan itu, ada satu yang tetap wajib disadari bahwa perempuan Indonesia memiliki tanggung jawab agung sebagai pendidik, pengajar, pembina dan penuntun bagi generasinya.
Selamat Hari Kartini 2018
Penulis: Achmad Nasrudin, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Wahid Hasyim Semarang