Politik

Kotak Kosong dan Ancaman Disintegrasi Bangsa (Bag. I)

“Kemenangan kotak kosong tidak ada undang-undang yang mengaturnya. Hal ini akan memicu krisis legitimasi pada pemerintahan pasca pemilu. Sekalipun Jokowi menang melawan kotak kosong. Bisa dipastikan eskalasi politik akan terus menuju puncaknya.”

NUSANTARANEWS.CO – Waktu pendaftaran Capres dan Cawapres hanya tinggal 5 (lima) bulan lagi. PDIP, Nasdem, Hanura, Golkar, PSI, PPP, Perindo dan PKPI tidak lolos verifikasi KPU, telah secara resmi mengusung Jokowi sebagai Capres pada 2019 nanti. Sementara Prabowo, yang merupakan pesaing terberat Jokowi menurut semua lembaga survei, belum mendapat dukungan partai selain partai Gerindra.

Memang masih ada PKS, PAN, PKB dan Demokrat yang masih belum memutuskan untuk mengusung capres sendiri, mendukung Jokowi atau Prabowo.

Sebetulnya, Gerindra, PKS dan PAN telah membangun sebuah koalisi bersama dalam rangka Pilkada 2018 ini. Kendati belum terlihat arah dari kerja koalisi ini dalam response pilkada sekalipun selain mengusung jagoan bersama. Apalagi membangun tahapan kerja bersama untuk pemilu serentak 2019. Akan tetapi terhadap Pemilu 2019 ketiga partai ini masih belum bersikap dengan jelas.

Baca Juga:  Relawan Milenial Jawa Timur Beri Dukungan di Pilgub, Galan: Bu Khofifah Sudah Teruji

PKB yang telah mendeklarasikan Cak Imin untuk menjadi cawapresnya Jokowi, belum juga menegaskan dukungan resminya terhadap Jokowi, mungkin dikarenakan masih menunggu kepastian apakah Cak Imin dapat maju sebagai cawapresnya Jokowi atau tidak. Karena antrian menjadi cawapres Jokowi cukup panjang. Kabar akan adanya pertemuan antara Prabowo dengan Cak Imin dalam beberapa hari belakangan ini diyakini banyak pihak hanya sebagai siasat PKB untuk menaikkan posisi tawar terhadap Jokowi.

Pun Demokrat, partai yang mulai dikenal dengan sikap netralnya belum berani memutuskan. Selain tak memiliki tokoh yang mumpuni untuk menjadi capres, Demokrat saat ini sedang berbenah untuk menaikkan tingkat elektabilitasnya, yang pada pemilu 2014 lalu tergerus suaranya.

Andi Arif, Waksekjend Demokrat dalam akun twitternya mengatakan bahwa elektabiltaslah menjadi dasar dukungan pada capres, baru koalisi yang cukup dan saling memahami. Sehingga sulit berharap Demokrat memberi dukungannya terhadap Prabowo.

Fadli Zon, wakil ketua umum Gerindra beberapa waktu lalu menyampaikan ke media massa bahwa dirinya pernah didatangi oleh utusan Jokowi agar mau memasangkan Prabowo sebagai wakil presidennya Jokowi. Beberapa lembaga surveipun memasangkan Jokowi dan Prabowo sebagai capres dan cawapres, tentu saja tujuannya untuk membangun opini.

Baca Juga:  Ajak Semua Kawal Suara Khofifah-Emil di Pilgub, Mat Mochtar: Kemenangan Di Depan Mata Jangan Sampai Dicurangi

Dari sini bisa kita lihat ada arah dari kubu Jokowi untuk menjadikan Jokowi sebagai calon tunggal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan ketua DPR RI Bambang Soesatyo yang dalam kapasitasnya sebagai Wakil Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar, ia menegaskan tidak mempermasalahkan apabila Jokowi menjadi calon tunggal di Pilpres 2019 mendatang. Karena, kata Bamoset, Golkar sudah bulat mendukung Jokowi.

Begitu juga sikap PKS dan PAN yang semakin menunjukan ketidakpastiannya untuk mendukung Prabowo maju kembali dalam Pilpres 2019. Bahkan PKS telah mendeklarasikan 9 tokohnya yang akan ditawarkan sebagai capres maupun cawapres. Tentu saja kita memahami ini sebagai siasat untuk menaikkan posisi tawar, entah terhadap Jokowi atau Prabowo, hanya PKS yang tahu.

Sedangkan PAN secara klise menyampaikan bahwa dukungan capres baru akan diputuskan pada mei nanti, pasca Rakernas seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PAN Eddy Suparno. Yang pasti saat ini PAN mendukung Jokowi sampai 2019. (bersambung)

Baca Juga:  Jawara Hasil Survei, Ponorogo Bisa Jadi Lumbung Suara Khofifah-Emil di Pilgub Jawa Timu

*Bin Firman Tresnadi, Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM)

Related Posts

1 of 55