NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia tercatat merupakan negara pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara. E-commerce sendiri merupakan penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik (online) seperti internet, televisi dll.
Namun sayangnya pasar tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh para pelaku e-commerce asing. Sebab itu, Hipmi Tax Center meminta aturan pajak e-commerce yang tengah digodok pemerintah dapat mendorong peran pengusaha atau investor lokal.
“Kita berharap keberpihakan kepada pengusaha atau investor dimulai dari perpajakan,” ujar Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani di Jakarta hari ini. Ajib mengatakan, instrumen pajak merupakan pintu awal yang efektif untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara di industri e-commerce.
Sebagaimana diketahui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggodok aturan pajak bisnis online atau e-commerce. Nantinya, para pelaku e-commerce akan diminta menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Adapun aturan tersebut nantinya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah juga akan bekerja sama dengan marketplace dalam penyetoran pajak. Adapun marketplace tersebut akan bertindak sebagai penyetor pajak pelaku e-commerce.
Ajib mengatakan, pihaknya mendukung penerapan pajak untuk e-commerce sebab perlahan-lahan pola belanja masyarakat semakin bergeser aplikasi online. Meski demikian pihaknya berharap sistem perpajakan e-commerce dirancang sedemikian rupa untuk mendorong kepemilikan (ownership) pengusaha atau investor dalam negeri.
Ajib mengatakan potensi pasar Indonesia di 2017 pada kisaran US$ 32,5 miliar. Angka ini tumbuh sekitar 30 persen-40 persen dari estimasi transaksi pada 2016 senilai US$ 25 miliar. Dengan nilai tersebut, Indonesia menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Sebanyak 50 persen pengeluaran dan investasi di Asia Tenggara berada di Indonesia yakni sebesar US$ 9 miliar. “Pasar e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai US$ 130 miliar pada 2020,” ujar Ajib.
Sedangkan transaksi e-commerce Indonesia tumbuh sebesar 30-50 persen pada tahun 2017 dari tahun 2014. Sayangnya, potensi tersebut relatif terancam dikuasai asing sepenuhnya.Ajib mengatakan dengan penetrasi internet yang sangat pesat, pertumbuhan pengguna ponsel pintar yang massif, serta populasi yang terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menjadi incaran pihak luar.”Dari sisi regulasi di e-commerce memang kita teramat liberal, proteksi dan keberpihakan kepada pelaku atau investor lokal masih lemah,” ujar Ajib.
Dia mengatakan, dari sisi supply ke industri e-commerce telah dikuasai pihak luar sebab industri didalam negeri melemah. Namun, di sisi demand, jangan sampai pasar yang besar ini juga ikut dikuasai asing. “Sebab itu, kita dorong mulai dari sistem perpajakan bisa menjadi pendorong agar e-commerce lokal menguat,” papar dia.
Sebagaimana diketahui, pemerintah sebelumnya telah membuka keran investasi asing sebesar 100% dalam bidang usaha penyelenggaraan transaksi perdagangan elektronik alias e-commerce senilai Rp100 miliar ke atas. Pelonggaran tersebut merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X.
Pewarta: Eriec Dieda