ArtikelPolitik

Menolak Lupa: Janji Jokowi di Bidang Keamanan Nasional Belum Terealisasi

Keamanan nasional adalah salah satu urusan pemerintahan yang harus dikerjakan oleh Presiden Jokowi. Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji di dalam dokumen visi, misi dan program aksi Jokowi-JK 2014 (Jakarta, Mei 2014). Salah satu misi, mewujudkan keamanan nasional mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dgn mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan keperibadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

Satu kebijakan keamanan nasional dan ketertiban masyarakat akan diambil yakni menata kelembagaan dan tata-wewenang Polri melalui pemisahan antara kewenangan pengambilan keputusan dan kewenangan pelaksanaan keputusan. Polri akan ditempatkan di dalam Kementerian Negara. Proses perubahan dilakukan bertahap.

Lebih lanjut, capres Jokowi berjanji akan membangun sistem keamanan nasional integratif, dilakukan penataan hubungan antara Polri dengan institusi lain sebagai bagian dari penataan kelembagaan dan kewenangan, baik dengan institusi keamanan dan atau institusi lain. Kompolnas secara bertahap akan didirikan di setiap daerah untuk melakukan pengawasan lebih efektif.

Janji kampanye ini kemudian dituangkan di dalam RPJMN 2014-2019. Ada konsep “Sistem Keamanan Nasional Integratif” sebagai sasaran bidang keamanan nasional. Arah kebijakan untuk mencapai sasaran adalah sebagai berikut;

  1. Melakukan pendekatan keamanan komprehensif diukur dengan indeks ketahanan nasional.
  2. Meningkatkan kordinasi antar institusi pertahanan dan keamanan dengan instutusi lain.
  3. Meningkatkan kesadaran, sikap, dan perilaku bela negara di masyarakat.

Selanjunya, strategi kebijakan untuk mencapai sasaran sistem keamanan nasional integratif:

1. Pembentukan Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan)
2. Pembentukan Dewan Keamanan Nasional.
3. Pemutakhiran sistem informasi keamanan nasional.
4. Perumusan kebijakan keamanan nasional strategis, krusial, dan mendesak.
5. Pengendalian dan pemantauan keamanan nasional.
6. Pendidikan bela negara.

Dari segi regulasi, RPJMN 2014-2019 menegaskan kebutuhan regulasi: (1) UU tentang Keamanan Nasional dan (2) Perpres tentangg Pembentukan Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas).

Baca Juga:  Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

Pertanyaan pokok: setelah lebih 3 tahun Jokowi menjadi Presiden RI, apakah janji kampanye dan sasaran bidang keamanan nasional ini telah direalisasikan? Ternyata, belum juga!

Berbagai persepsi tentang keamanan nasional telah muncul. Umumnya menilai positif. Presiden Jokowi, misalnya, mengklaim kondisi keamanan di Indonesia sudah membaik dan mulai stabil (Sabtu 20 Mei 2017). Penilaian positif ini dalam rangka menanggapi penilaian S & P Global Rating atau Lembaga Pemeringkat Internasional yang menyebutkan, Indonesia kini berstatus “Layak Investasi”. S & P Global Ratings menaikkan peringkat ulang luar negeri jangka panjang Indonesia menjadi “BBB” dari “BB” atau layak investasi. “Internasional melihat stabilitas politik keamanan kita semakin baik. Masyarakat semakin dewasa dan matang dalam berpolitik,” ujar Jokowi.

Penilaian positif lain dari Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia (Jakarta, 11 Oktober 2017), mencatat masyarakat menilai kondisi keamanan membaik, sebanyak 58 % responden menyatakan baik; 27 % menyatakan sedang; 10 % menyatakan buruk; 1 % menyatakan sangat buruk; dan 1 % menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Selanjutnya IDM (Indonesian Development Monitoring ) merilis hasil survei, masyarakat puas terhadap kinerja pemerintah di bidang ketertiban dan keamanan. Ada 89,6 % masyarakat puas dengan ketertiban dan keamanan di era Jokowi. Sebagai bukti diajukan, kondisi tertib dan aman dua kali perhelatan Pilkada serentak (Sabtu, 28 Oktober 2017).

Institute for Economics and Peace membuat Global Peace Index, mereka rutin lakukan tiap tahun (Global Peace Index Indonesia).

Global Peace Index 2016 dibuat dengan 23 indikator kualitatif dan kuantitatif, tentang keamanan dan perdamaian di 163 negara di dunia. Berbagai indikator seperti terorisme, kriminalitas dan instabilitas politik, menjadi ukuran membuat sebuah negara aman atau kurang aman. Indeks memberi nilai pada setiap negara dengan rentang 1-5.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Penyampaian Nota Ranperda APBD Tahun 2025

Indonesia di peringkat 42 dengan nilai 1.799, berada di bawah negara tetangga seperti Australia (peringkat 15, nilai 1.465), Singapura (peringkat 20, nilai 1.535), dan Malaysia (peringkat 30, nilai 1.648).

Berikut 10 negara paling aman dan damai di dunia, menurut daftar dari Global Peace Index.

1. Slovenia (nilai 1.408)
2. Jepang (1.395)
3. Kanada (1.388)
4. Swiss (1.370)
5. Republik Ceko (1.360)
6. Portugal (1.356)
7. Selandia Baru (1.2878)
8. Austria (1.278)
9. Denmark (1.246)
10. Islandia (1.192).

Pada tingkat Asia Tenggara, negara paling aman adalah Singapura (peringkat 21), diikuti Malaysia (peringkat 29), Laos (peringkat 45), Indonesia (peringkat 52), Vietnam (peringkat 59), Kamboja (peringkat 89), Myanmar (peringkat 104), Thailand (peringkat 120), dan Filipina (peringkat 138).

Selanjutnya, Lembaga riset Value Penguin mengeluarkan ranking kota paling aman di dunia. Ada 195 lebih negara menjadi objek penelitian. Namun, hanya 107 masuk peringkat.

Lembaga berbasis di New York, Amerika Serikat, ini mengklaim data dijadikan dasar peringkat kota teraman berasal dari berbagai sumber kredibel. Ada 7 poin menjadi indikator “Nilai Keamanan”. Yakni populasi, emisi karbon dioksida (CO2), jumlah personil Polisi per 100 ribu penduduk, tingkat kematian akibat kecelakaan per 100 ribu penduduk, pencurian per 100 ribu penduduk, dan tingkat harapan hidup dalam setahun.

Singapura menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara masuk dalam 5 besar negara paling aman (peringkat ke-2, skor 37). Berada di bawah Swiss menjadi negara paling aman dengan skor 37. Berikut ini negara paling aman: Swiss, Singapura, Spanyol, Jepang, dan Siprus. Indonesia sendiri di peringkat 65, jauh di bawah Singapura, Brunai Darussalam dan Filipina.

Jika dari persepsi masyarakat dan Presiden Jokowi, kondisi keamanan Indonesia tergolong baik, dan kinerja Jokowi urus keamanan baik. Namun, jika berdasarkan pemeringkatan dunia hasil survei, jelas Indonesia sebagai negara sangat jauh dari kondisi aman. Peringkat Indonesia selalu jauh dari negara seperti Singapura, Swiss dan Jepang bahkan Malaysia menunjukkan kondisi keamanan Indonesia tidak lebih baik dari kondisi sebelumnya. Tidak ada kemajuan berarti.

Baca Juga:  Jelang Pilkada Serentak, Ribuan Orang Gelar Acara Indonesia Berdoa

Pembentukan Dewan Keamanan Nasional dapat dijadikan parameter untuk menilai kinerja Jokowi urus keamanan nasional. Apakah parameter ini telah tercapai atau terealisir? Jelas, belum! Hingga kini belum terbentuk Dewan Keamanan. Hal ini diperkuat dengan kegagalan Jokowi memenuhi kebutuhan regulasi yakni (1) UU tentang Keamanan Nasional; dan (2) Perpres tentang Pembentukan Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas). Hingga kini regulasi itu belum juga terbit.

Parameter berikutnya, penempatan Polri dalam Kementerian Negara sebagai salah satu kebijakan bidang keamanan nasional. Polemik tentang keberadaan kelembagaan Polri di suatu Kementerian Negara atau Langsung di bawah Presiden RI beberapa tahun ini sudah mengambil tempat. Tetapi, Presiden Jokowi hingga kini belum juga memenuhi janji untuk menempatkan lembaga Polri di suatu Kementerian Negara.

Jokowi berjanji di Nawa Cita akan mendirikan Kompolnas bertahap di setiap daerah untuk melakukan pengawasan yang lebih efektif. Kompolnas adalah sebuah lembaga kepolisian nasional di Indonesia berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden RI. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Perpres No. 17 tahun 2011. Lembaga ini bertugas untuk membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan/pemberhentian Kapolri.

Faktanya, hingga kini Jokowi belum juga merealisir janji kampanye ini. Masih seperti kondisi 2014, tidak sedikit masyarakat kecewa dengan peran Kompolnas karena dinilai berjalan tidak efektif dalam melakukan pengawasan perilaku kepolisian.

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS
Editor: Redaktur/NusantaraNews

Related Posts

1 of 41