NUSANTARANEWS.CO – Belakangan ini Korea Utara terlihat lebih berani mengancam Amerika Serikat (AS) bahkan memperingatkan akan adanya serangan nuklir pre-emptive terhadap daratan Amerika. Seperti dilaporkan media pemerintah (21/12): Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un menyatakan bahwa militer negaranya mampu menimbulkan “ancaman nuklir substansial” kepada AS.
“Tidak ada yang bisa menyangkal entitas DPRK yang dengan cepat muncul sebagai negara strategis yang mampu menimbulkan ancaman nuklir yang substansial bagi AS,” kata Kim saat membuka sambutan pada Konferensi Pemimpin Sel kelima Partai Pekerja Korea.
Suka tidak suka pada akirnya AS, Jepang dan Korea Selatan terpaksa meningkatkan anggaran militernya pada tahun depan guna mengantisipasi ancaman Korut terutama untuk sistem pertahanan anti rudal.
Korea Utara sendiri sejak awal tahun telah melakukan serangkaian uji coba rudal balistik. Di mana pada akhirnya Pyongyang berhasil menyempurnakan rudal balistiknya (ICBM) hingga mampu menjangkau daratan AS pada akhir November lalu – sekaligus menjadikan Korea Utara secara resmi sebagai negara dengan kekuatan nuklir baru.
Meski PBB telah memberlakukan sanksi terhadap DPRK, namun Pyongyang tidak menunjukkan tanda-tanda akan membatasi program senjata nuklirnya.
Banyak para pakar percaya bahwa ancaman ini merupakan keinginan Korea Utara untuk melakukan perjanjian damai dengan AS. Sebab tanpa kekuatan militer yang besar maka tidak akan ada proses diplomasi yang serius dan berimbang
Memang ada kekhawatiran bahwa Korut dapat memprovokasi bentrokan perbatasan pasukan dengan Korea Selatan, serta ancaman meluncurkan serangan nuklir yang sering dipandang tidak mungkin.
Namun menjadi serius setelah Korea Utara mulai mengaktifkan kembali kompleks nuklir utamanya di Yongbyon.
Fasilitas tersebut merupakan pusat program senjata nuklir dan dianggap sebagai sumber utama plutonium untuk pembuatan senjata.
Korea Utara menghentikan aktivitas di reaktor tersebut pada tahun 2007 di bawah kesepakatan perlucutan senjata, namun mulai merenovasinya setelah uji coba nuklir terakhirnya pada tahun 2013.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh kantor berita resmi Korea Utara KCNA pada tanggal 15 September 2015, direktur lembaga energi atom negara tersebut mengatakan bahwa pihaknya berupaya memperbaiki senjata nuklirnya secara kualitas dan kuantitas. Di mana Korea Utara siap untuk menanggapi permusuhan AS dengan senjata nuklir.
Pengumuman tersebut disampaikan sehari setelah negara tersebut mengatakan akan melanjutkan peluncuran roket lagi, serta meluncurkan “satelit”. Pada akhir 2012 Korea Utara berhasil menempatkan satelit pertamanya ke ruang angkasa. Di sisi lain, dengan kemampuan teknologi roket tersebut Korea Utara berhasil membangun dan mengembangkan rudal balistiknya.
AS khawatir bahwa roket jarak jauh semacam itu pada akhirnya dapat mengancam daratannya dengan bom atom. Peluncuran rudal balistik Korut pada bulan Desember 2012 mengindikasikan bahwa ICBM tersebut memiliki jarak tempuh lebih dari 10.000 km – yang artinya rudal tersebut mampu menjangkau daratan AS.
Sementara tes nuklir bawah tanahnya pada bulan Februari 2013 menunjukkan ukuran dua kali lipat dari uji coba yang sebelumnya pada tahun 2009.
Korea Utara mengklaim bahwa tes tersebut merupakan “mini nuke” namun memiliki daya ledak yang jauh lebih besar dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
Sejak Perang Korea berakhir, Pyongyang telah berulang kali menunjukkan kemampuannya untuk menyerang tetangga dan kepentingan asing di kawasan sebagai reaksi terhadap apa yang disebut provokasi.
Misalnya pada tahun 1967, kapal Korea Utara menyerang dan menenggelamkan kapal Korea Selatan Dangpo saat patroli di Laut Kuning yang menewaskan 39 awak kapalnya.
Lalu mulan Maret 2010, kapal perang Korea Selatan Cheonan yang melintas di perbatasan maritim yang disengketakan – yang dikenal sebagai Northern Limit Line (NLL) – terbelah dua oleh sebuah ledakan, menyebabkan 46 pelaut tewas . Korea Selatan mengatakan satu-satunya “penjelasan yang masuk akal” adalah bahwa hal itu akibat serangan torpedo Korea Utara. Tapi Pyongyang membantahnya.
Pada bulan November tahun itu, tentara Korea Utara melancarkan serangan artileri di Pulau Yeonpyeong Korea Selatan, tepat di sebelah selatan NLL. Dua marinir Korea Selatan dan dua warga sipil terbunuh. Pyongyang mengatakan bentrokan tersebut dipicu oleh latihan militer Korea Selatan yang dilakukan di dekat pulau tersebut.
Korea Utara memiliki tentara konvensional lebih dari 1,1 juta, dengan dukungan persenjataan yang sebagian besar merupakan mesin perang buatan Uni Soviet.
Sejak berakhirnya perang Korea, Pyongyang telah menempatkan persenjataan artileri medan buatan Uni Soviet tersebut berjejer di sepanjang zona demiliterisasi, dan Seoul berada dalam jangkauannya. (Agus Setiawan)