Kesehatan

Patah Hati Bisa Sebabkan Serangan Jantung

NUSANTARANEWS.CO – Siapa yang belum pernah merasakan patah hati? Pastinya setiap kita pernah mengalami kesedihan mendalam misalnya ditinggalkan orang yang dikasihi atau kehilangan sesuatu yang disayangi atau banyak alasan lain.

Namun, sangat disarankan untuk jangan terlalu sering patah hati, karena ternyata patah hati memiliki efek jangka panjang terhadap tubuh kita.

Sebuah penelitian baru menemukan bahwa tekanan emosional yang parah dapat memicu kondisi jantung mendadak yang dapat menimbulkan kerusakan jangka panjang yang sama seperti serangan jantung.

Takotsubo cardiomyopathy atau “sindrom patah hati”, mempengarushi setidaknya 3.000 orang di Inggris dan biasanya dipicu oleh kejadian traumatis seperti kehilangan.

Selama serangan atau tekanan akibat rasa kehilangan dan kesedihan otot jantung akan mengalami pelemahan ke titik di mana ia tidak dapat lagi berfungsi secara efektif.

Sementara penelitian sebelumnya telah mengatakan bahwa kerusakan jantung yang terjadi bersifat sementara, para ilmuan di Universitas Aberdeen, kini menemukan bahwa efeknya dapat berlaku permanen, seperti serangan jantung.

Baca Juga:  HUT Ke 107 Tahun, RSUD dr Iskak Tulungagung Naik Tingkat Rumah Sakit Tipe A

Dalam studi yang dinilai oleh British Heart Foundation (BHF), tim dokter memeriksa 37 persen Takotsubo untuk jangka waktu rata-rata dua tahun dengan menggunakan pemindaian ultrasound dan MRI.

Mereka mempresentasikan temuan mereka di American Heart Association Scientific Sessions di Anaheim, California dan mengungkapkan bahwa para partisipan memiliki kerusakan yang tidak dapat diobati dan jaringan otot jantung yang telah mengurangi elastisitas yang mencegah kontraksi penuh setiap detak jantung.

Menurut studi lain yang dilakukan oleh Harvard Medical School, lebih dari 90 persen kasus yang dilaporkan dari Takostubo adalah wanita berusia antara 58 dan 75 tahun.

Takotsubo adalah penyakit yang menghancurkan yang tiba-tiba dapat menyerang orang sehat secara tiba-tiba,” jelas Profesor Jeremy Pearson.

“Kami pernah mengra dampak dari penyakit yang mengancam jiwa bersifat sementara tapi sekarang kami dapat melihat bahwa mereka dapat terus (secara berkelanjutan) mempengaruhi orang selama sisa hidupnya.”

Pearson juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada perawatan jangka panjang untuk pasien karena petugas medis sebelumnya mengira bahwa semua penderita akan sembuh total.

Baca Juga:  Pemerintah Lakukan Uji Coba Pemberian Makan Bergizi Gratis di Nunukan

Penulis: Riskiana
Editor: Eriec Dieda
Sumber: The Independent

Related Posts