NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menko Maritim Luhut Pandjaitan mengatakan Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target penurunan emisi dengan 23 persen bauran sektor energi. Hal ini dikatakannya sesuai dengan komitmen Presiden Joko Widodo.
“Presiden pesan agar kita tetap bisa memenuhi target 23 persen penuruman emisi. Karena itu, kita harus melakukan aksi nyata, bukan hanya ngomong saja, atau wacana saja,” ujar Menko Luhut di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Senin (13/11) waktu setempat.
Pada Konferensi ke-23 pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change Conference of the Parties-23) Menko Kuhut menyampaikan hal ini sebagai prioritas pemerintah bersama 195 negara lainnya telah berkomitmen untuk memenuhi Kesepakatan Paris (Paris Agreement) tahun 2015 lalu.
Salah satu poin penting Kesepakatan Paris adalah membatasi pemanasan global hingga maksimum 2 derajat Celcius hingga tahun 2100. Sesuai perjanjian, Perjanjian Paris harus sudah diratifikasi dan diberlakukan secara efektif pada tahun 2020 mendatang.
China berada di posisi pertama menghasilkan 20,09% polusi gas rumah kaca global. Sementara Amerika Serikat menyumbang 17.89% polusi gas rumah kaca dunia. Posisi ketiga diduduki oleh Uni Eropa yang menghasilkan 12,10% gas rumah kaca. Rusia berada pada posisi keempat dengan 7,53%, diikuti India (4,10%), Jepang (3,79%), Brasil (2,48%), Meksiko (1,70%), Indonesia (1,49%) dan Iran (1,30%).
“Kita sudah melakukan banyak kerjasama di bidang energi terbarukan,seperti energi solar dan angin, mengurangi sampah plastik di laut dengan memproduksi aspal dari plastik kresek dan kita juga aktif melakukan pengurangan penggunaan plastik kresek dengan menciptakan alternatif tas plastik dari bahan ramah lingkungan seperti dari singkong atau rumput laut,” ujarnya kepada media.
Syarat Kerjasama
Sebagai salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim, serta sebagai negara yang memiliki posisi dan kontribusi penting dalam mitigasi perubahan iklim, Menko Luhut mengatakan pemerintah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak antara lain juga dilakukan dengan luar negeri.
“Yang penting kerjasama dengan luar negeri itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi, pertama adalah masalah lingkungan, teknologi yang digunakan harus ramah lingkungan, yang kedua harus ada transfer teknologi, dengan itu dia harus melatih orang Indonesia agar cepat beradaptasi dengan teknologi tersebut, yang ketiga harus membangun dari hulu ke hilir agar ada nilai tambah. Hilirisasi penting karena mempunyai nilai tambah, kalau sudah dipenuhi syarat-syarat tersebut, tidak perlu lagi melihat dari negara mana dana itu datang,” jelasnya.
Ia mengimbau negara maju untuk membantu Indonesia dalam upaya memperkecil efek perubahan iklim. “Indonesia menjadi memiliki ekosistem mangrove atau hutan bakau sebesar 3,1 juta hektare atau 23% dari total mangrove di dunia yang menyumbang oksigen ke dunia. Jadi kalau negara maju punya teknologi (pelestarian dan pengembangan mangrove), sebaiknya dibagi juga kepada Indonesia,” papar.
Sampah Plastik Laut
Sebelumnya Menko Luhut menjadi pembicara kunci pada acara bertajuk “Memerangi Sampah Plastik di Laut” pada kesempatan itu Menko Luhut mengatakan sampah di laut 80% berasal dari limbah di darat dan sisanya dari limbah kapal dan perikanan di lautan berdampak buruk bagi banyak sektor.
“Sampah plastik laut menyebabkan banjir pesisir, berbahaya untuk transportasi, dan berdampak negatif terhadap pariwisata dan makanan laut. Sampah plastik laut juga merusak terumbu dan kehidupan laut. Jika plastik tertelan oleh ikan dan hewan laut lainnya, akan menyebabkan kematian dan kontaminasi sumber makanan yang sangat penting. Hal ini merupakan ancaman tambahan yang signifikan bagi banyak negara di dunia, termasuk sumber daya kelautan dan pesisir Indonesia,” paparnya.
Untuk itu, katanya, Pemerintah telah melakukan beberapa aksi pengurangan sampah plastik laut ini dengan memperkuat kerjasama antar kementerian dan lembaga sehingga dapat melindungi dan memanfaatkan nilai ekosistem pesisir dan laut dengan lebih baik sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi maritim Indonesia yang berkelanjutan. (red)
Editor: Eriec Dieda
Simak artikel terkait dengan isu Pemanasan Global, Perubahan Iklim dan Kesepakatan Paris