NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presidium Alumni 212 menolak Perppu Ormas dan kebangkitan PKI. Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma’arif mendesak para anggota DPR untuk menolak Perppu Ormas.
“Jika Perppu ini dipaksakan menjadi undang-undang dikhawatirkan berpotensi menjadi alat pembungkaman ormas Islam yang berbeda pandangan dengan pemerintah tanpa melalui jalur peradilan,” ujar Slamet Ma’arif di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Selain penolakan Perppu Ormas, aksi yang akan berlangsung Jum’at 29 September 2017 itu menolak kebangkitan PKI. Mereka menuding ada anggota DPR yang turut andil membangkitkan komunisme dengan wacana mencabut TAP MPRS No. 25 soal pelarangan PKI.
Menurutnya, dugaan ini diperkuat dengan adanya seminar, diskusi, maupun artikel pro komunis. Mereka menyinggung anggota DPR Ribka Tjiptaning yang terang-terangan menunjukkan identitasnya sebagai anak seorang komunis.
“Parlemen pun nyata mulai menampakkan dirinya, pro PKI dengan menulis buku ‘Aku Bangga jadi Anak PKI’, dan ‘Anak PKI Masuk Parlemen’. Serta banyaknya pihak yang keberatan dan sewot ketika ada usulan pemutaran film G30S/PKI,” ungkapnya.
“Dari PDIP, Ribka (Tjiptaning), Budiman Sujatmiko, itu indikasinya kuat dia orang kiri. Kemudian Rieke Diah Pitaloka, kan dia yang buat reuni-reuni eks PKI itu kan juga berkaitan dengan Banyuwangi yang pernah kita bubarkan juga. Jadi keliatannya memang banyak dari partai itu. Partai penguasa sekarang,” tambah Slamet.
Dia menilai indikasi kebangkitan PKI makin kuat dari anggota dewan. Ia mengaku menemukan wacana pencabutan TAP MPRS No 25 perihal pelarangan PKI. Itu juga menjadi alasan pihaknya menggelar aksi di depan gedung DPR.
“Di parlemen sudah ada gerakan oleh beberapa anggota dewan yang sudah menyusun kekuatan berupaya mencabut TAP MPRS No 25. Ini kenapa kita aksi di depan gedung DPR? Karena kita ingin DPR bersih-bersih, dan kita ingin memberikan warning kepada anggota DPR,” papar dia.
Selain menuding parpol, Slamet juga melihat ada upaya kebangkitan PKI dari acara yang kerap digelar YLBHI. Salah satunya adalah diskusi yang dibubarkan polisi, serta serbuan massa pada pekan lalu. Ia menuding YLBHI sebagai markas PKI. “Sering acara PKI diadakan LBH, maka Alfian Tanjung bilang markas PKI di LBH,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama PBNU mengatakan, “LBHI. Jadi agen. Dua minggu, TOR seminar itu sudah diedar di sosmed. Menarik. Seperti gula dan semut. Lalu, mendekati eventnya, muncul Beathor yang minta Tap MPRS nomor 25 dicabut. Tensi langsung naik ke titik nadir. Dua pihak yang berseteru Kivlan vs anak-anak PKI diundang ke seminar,” ujarnya Djoko Edhi.
“Dalam TOR disebut pelurusan sejarah. Subtansinya, Soeharto berdosa. PKI korban. Alamatnya adalah TNI AD, mereka masuk menjadi pihak yang memanggul dosa genocida PKI. ”
Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon