NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tim Kuasa Hukum Setya Novanto memberikan bukti tambahan berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2016. Namun bukti yang diajukan oleh pihak Setnov kepada majelis hakim PN Jaksel itu diprotes oleh KPK.
Kabiro Hukum KPK, Setiadi mengatakan bukti yang dibawa oleh pihak Setnov itu bukan dari yang bersangkutan, tetapi dari BPK yang ditujukan untuk Pansus Hak Angket DPR RI. Hal tersebut tentu sangatlah tidak pantas, karena praperadilan dan Pansus Hak Angket KPK berada di ranah yang berbeda.
Ia pun beranggapan bahwa kubu Setnov juga tak bisa membuktikan bahwa LHP tersebut memang untuk kepentingan praperadilan. Karena, ketika mereka diminta untuk menunjukkan surat penyerahan LHP tersebut, kubu Setnov malah balik meminta KPK untuk membuktikan tuduhan mereka.
“Maka sikap kami adalah menolak bukti itu untuk seluruhnya dan meminta hakim tunggal untuk tidak menerima LHP yang dijadikan bukti,” ujar Setiadi.
Tak terima dengan protes KPK, Kuasa hukum Setnov yaitu Ketut Mulya Arsana menganggap sah-sah saja mereka memakai LHP yang sudah dibawa ke Pansus Hak Angket KPK. Sebab, hal yang terpenting dari sebuah bukti adalah isinya, bukan bagaimana cara mendapatkannya.
Ketut pun membela diri dengan mengatakan bahwa isi LHP sudah dijabarkan secara luas di media setelah disinggung di rapat Pansus Hak Angket KPK. Karena itu, kata dia, bisa dianggap LHP tersebut bisa digunakan untuk sidang praperadilan juga.
“Pemohon di sinikan dalam kapasitas Ketua DPR juga,” ujar Ketut yang enggan membahas detil proses cara mendapatkan LHP tersebut.
Melihat perdebatan antar keduanya yang tak kunjung selesai, Hakim Tunggal Cepi Iskandar pun menengahinya.
Kata Cepi, ia tak bisa menolak bukti yang dibawa oleh pihak Setnov, namun keberatan KPK akan ia catat dalam pertimbangannya.
“Apakah nantinya bukti ini memiliki nilai atau tidak, itu akan dipertimbangkan,” katanya.
Diketahui, pada Sidang Senin, (25/9/2017) lalu, kubu Setnov juga telah menyerahkan bukti LHP Nomor 115/HP/XIV/2013 tertanggal 23 Desember 2013 tentang SOP (Standart Operasional Prosedur) penyidik dan penyelidik di KPK. SOP yang pernah digunakan oleh Hadi Poernomo tersebut didapatkannya langsung dari BPK.
Ditanya lebih jauh kenapa LHP tahun 2016 yang diserahkan ke Majelis Hakim hari ini tidak diminta berbarengan dengan LHP tahun 2013?
“Waktunya berbeda, lahi pula saya kira kita bisa dapat dimana saja ya dokomen itu. Karena itu dokumen publik,” pungkasnya.
Reporter: Restu Fadilah /Editor: Eriec Dieda