NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agendanya adalah penyampaian bukti dari kedua belah pihak. Untuk tim kuasa hukum Setya Novanto, diberikan kesempatan untuk melengkapi bukti-bukti yang belum diserahkan sebelumnya.
Pantauan Nusantaranews.co di lokasi, tim Biro Hukum KPK membawa belasan dus berisi sekitar 200 bukti penetapan dan dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar dalam kasus korupsi e-KTP ke dalam ruang sidang praperadilan di PN Jaksel. Sedangkan kuasa hukum Setnov hanya membawa sejumlah dokumen saja.
Hakim Tunggal Cepi Iskandar pun langsung membuka jalannya sidang.
“Sesuai dengan acara yang lalu. Hari ini untuk bukti pemohon yang belum dilengkapi, kemudian dari termohon (KPK),” ucap Cepi di PN Jaksel, Senin (25/9/2017).
Setelah itu, kedua belah pihak langsung menghampiri majelis hakim untuk menyerahkan bukti yang dimilikinya.
Kemudian, keduanya pun dipersilakan oleh majelis hakim untuk memberikan tanggapan.
Tim Biro Hukum KPK selanjutnya mempertanyakan soal LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013 tertanggal 23 Desember 2013. Ada dua substansi yang ditanyakan, pertama soal bagaimana cara Kuasa Hukum Setnov mendapatkan LHP tersebut dan substansinya. Kedua hal tersebut ditanyakan karena ada yang dirasa janggal oleh KPK.
“Terkait bagaimana cara mendapatkannya, kalau tadi disampaikan oleh pemohon bahwa pemohon sudah datang sendiri ke BPK, ya kita hormati saja cara mereka mendatangi instansi pemerintah untuk mendapatkan informasi itu. Cuma permasalahannya dalah dalam hal mendapatkannya itu kan didapatkan tanggal 19 September 2017, sementara sidang dimulai seminggu sebelumnya yang waktu itu kami minta ditunda,” katanya.
“Sementara terkait substansi LHP itu, itu sebenarnya menurut informasi rekan-rekan kami yang hadiri sidang Hadi Purnomo, itu (LHP) tidak menjadi suatu bukti. Tapi nanti kami akan cek kembali apakah itu masuk dalam daftar bukti pak Hadi Purnomo pada sidang praperadilan yang lalu dan substansi yang dipermasalahkan dalam sidang Hadi Purnomo saat itu adalah bukan mempermasalahkan hasil pemeriksaan kinerja tapi ingin mengetahui perbandingan SOP dari KPK dari pelaksanaan kegiatannya,” jelas Setiadi.
Untuk diketahui, dalam LHP tersebut, BPK berpendapat bahwa hasil audit atas kegiatan lawful interception di KPK perlu dilaksanakan secara akuntabel oleh suatu peer review dari lembaga penegak hukum sejenis sesuai dengan praktik-praktik terbaik internasional (international best practices).
Reporter: Restu Fadilah / Editor: Eriec Dieda