NUSANTARANEWS.CO – DPR: Tarif Tax Amnesty Bukan Untuk Pemerintah dan Pengusaha Saja. Tarik ulur soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty antara Pemerintah dan DPR terus berlangsung. DPR menilai Pemerintah tidak siap mengesahkan RUU tersebut sehingga membuat proses pengesahannya menjadi lambat.
Kondisi itu mendapatkan kritikan dari anggota Komisi XI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir. Ditemui di kawasan Bintaro, Tengerang Selatan, Senin (20/6/2016), Tohir mengatakan tax amnesty sebetulnya banyak tidak diketahui oleh sejumlah pihak, terutama terkait pembahasannya.
“Tapi begini kan, Tax Amnesty ini kan tidak setiap orang dapat kabar beritanya. Soalnya barang ini kan panjang pembahasannya ya, di DPR pun begitu ya, ada tarik ulur mengenai hal ini,” ujar Tohir.
Tohir tidak menyebutkan secara rinci soal tarik ulur yang dimaksud. Ia hanya menyebutkan para pemilik uang yang di luar negeri hanya mau jika semata dikenai sanksi pajak saja, bukan sanksi pidana hukum.
“Jadi uang itu kan milik beberapa taipan-taipan itu ya. Jadi seperti ini, misalnya ada yang mengaku kalau uang itu miliknya misalnya, tapi kan pasti orang itu minta jaminan agar tidak diganggu lagi ke depannya ya kan. Karena jika mengenai hal ini, pihak yang bersangkutan pasti mintanya ya sanksi hanya sebatas sanksi pajak saja, bukan sanksi pidana hukum,” kata Hafisz.
Terlepas dari itu, hampir semua kekuatan di DPR dan Pemerintah tampak sepakat dengan RUU Tax Amnesty yang disusun pemerintah. Meski masih dinilai kontroversial oleh sebagian kalangan, terutama terkait penerimaan, namun pemerintah berkilah penerapan tax amnesty dilakukan di waktu yang tepat. Namun, sebagian lain juga menilai adanya tax amnesty dinilai tidak fair untuk mereka yang taat bayar pajak. Malah, pengampunan pajak (tax amnesty) disebut sebagai sebuah upaya memberikan keleluasaan terhadap pengemplang pajak.
“Terkait perbedaan data antara Pemerintah dan BI, itu kita kembalikan lagi kepada Pemerintah. Kalau Pemerintah siap dengan data yang disajikannya dan mau bertanggungjawab, ya silahkan. Toh nanti yang harus bertanggungjawab kan Pemerintah. Yang kita pegang adalah data dari Pemerintah, karena BI itu kan independen, metodenya mungkin berbeda. Yang jelas, tarifnya itu kan tidak hanya pemerintah dan pengusaha saja, tapi tetap nanti keputusannya itu di DPR. Uang ini kan uang negara, bukan uang pemerintah ya,” pungkas Tohir. (Deni)