Lintas NusaPolitikTerbaru

Pilgub Jatim Dinilai Berpotensi Merusak Marwah Kiai

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Berdasarkan temuan beberapa lembaga survei seperti Indikator, Poltracking, Charta Politika dan SSC (Surabaya Survey Center) Kyai memang memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi publik dalam menentukan pilihan politiknya. Sekitar 20 persen publik Jawa Timur (Jatim) mendasarkan preferensi politiknya pada Kiai, terutama menyongsong Pilgub Jatim 2018 mendatang.

Jatim, yang merupakan rumah warga Nahdliyin semakin meneguhkan posisi Kyai sebagai public opinion leader. Termasuk menjadi sumber preferensi politik bagi publik dalam menentukan siapa cagub dan cawagub yang akan dipilih nantinya.

Menurut Direktur SSC, Mochtar W Oetomo, dengan berbagai fakta tersebut maka wajar jika kemudian para kandidat cagub dan cawagub di Jatim berupaya keras untuk mendapatkan legitimasi dari para Kiai untuk kepentingan mendongkrak popularitas, akseptabilitas dan elektabilitasnya.

“Menjadi tidak wajar manakala para kandidat berupaya mendapatkan dukungan Kiai dengan berbagai rekayasa seperti dukungan melalui berbagai pernyataan sikap, aksi dukung mendukung antar calon, atau bahkan menjadikan Kiai sebagai responden sebuah riset untuk mendapatkan klaim general. Ini justru bisa dipandang sebagai hal yang melampaui prinsip-prinsip adabiah dalam menjaga marwah Kiai,” ungkap Mochtar yang juga pengajar di Universitas Trunojoyo Madura, Surabaya, Rabu (30/8/2017).

Mochtar memaparkan, berdasarkan hasil survei SSC, Kyai berpengaruh sebagai preferensi politik justru saat Kiai tersebut ada dalam posisi netral serta menjaga posisinya sebagai sumbu kultural di tengah masyarakat dan tidak terlibat dalam politik praktis.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Bersyukur Warkah Terdaftar di Kelurahan Cawang

“Jadi menarik-narik Kiai ke dalam aksi dukun-mendukung sesungguhnya justru mengecilkan arti dan peran Kiai itu sendiri. Apalagi jika aksi dukungan Kiai itu hanya digunakan untuk mendapatkan rekom (rekomendasi, red) dari partai. Ini terlalu mengecilkan arti Kiai sebagai penjaga kultur dan moral di tengah masyarakat, yang menjadi rujukan politik terakhir publik kala mengalami kebuntuan dan persoalan politik dan kehidupan lainnya,” uangkap Alumni Universiti Sains Malaysia ini.

Ia menilai, menyeret-nyeret Kiai dalam aksi politik praktis justru bisa berakhir kontraproduktif. Bisa dianggap oleh publik sebagai sikap yang tidak tawadu’, suul adab, dan merusak peran Kiai sebagai penjaga keseimbangan sosio-kultural di tengah masyarakat.

“Kiai memang berpengaruh, tapi menggunakan pengaruh Kiai dengan cara-cara yang tidak proporsional justru bisa menciptakan blunder yang ujung-ujungnya akan kehilangan dukungan publik,” ungkapnya.

Pewarta: Tri Wahyudi
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 27