11.
Pintu gerbong kereta menutup sore
Tubuhku menjadi anonim
Diantara pemadat kota siang hari
tak berjarak
berhimpit dalam pengap
berdesak dalam uap keringat
bersesak dalam debu padat
Gesekan keintiman pun sirna
Dalam perebutan setarik nafas
Masing-masing jiwa
Sedang menanam mimpi buruk
Yang bisa menumbuhkan duri
Dari kulit mereka
12.
Transaksi pernikahan terjadi antara perawan dan hypermetropolitan
Ia menukar kepolosannya dengan kekacauan
Bersenggama dengan bangku taman yang jenuh
Mencium tikungan tempat matanya terurai
Meneriaki air menyembur di jalan melingkar
Memandang patung kuda berangkat perang
Ia memberikan dirinya dua puluh empat jam
Menghapus masa lalu
Menguburnya dalam gedung pencakar magma
Sebuah gedung yang dibangun terbalik ke dalam tanah
Kota yang cemburu
Menutup langit dengan asap
Bekas perawan itu terpenjara
Diantara lava membatu di hatinya
Dan menyebut dirinya
bahagia
13.
Perempuan renta berjalan mencari panti wreda
Sepanjang usia lansia
Untuk mengisi teka teki silang
Saling merajutkan kaus kaki
Dan mentertawakan gigi yang tanggal
atau berteduh saja
Ketika gerimis jatuh tepat di airmatanya
Ia telah bertanya ke semua instansi
Di kota ini
Tidak ada panti wreda
Karena semua orang telah mati mud
14.
Kota ini telah membangun legendanya
Sebagai kota yang tak pernah minta maaf
Pertama,
Ia tidak pernah mengakui kesalahannya
Bahwa ia dibangun
Bukan untuk manusia atau kucing
Melainkan untuk robot
Kedua,
Kata maaf memang tidak lagi ada
Dalam perbendaharaan kata miliknya
Semenjak maaf
Dijadikan nama perusahaan asuransi
Lalu akhirnya
Manusia kota itu
Berhenti melahirkan dirinya sendiri
15.
Tiap jendela dalam apartemen
Menyimpan teaternya
Dengan tirai yang tak pernah terbuka
Mereka memilih bermain
Dalam kegelapan
Sampai tubuh berubah
Menjadi dekorasi panggung
Terbunuh sebelum menua
Gracia Asriningsih, lahir di Jogjakarta, lulusan jurusan Sastra Prancis, Fakultas Sastra 1994, UGM dan Master Desentralisasi dari Universitas Paris 8 (2004) Prancis. Kini bekerja sebagai penulis lepas dan penerjemah. Telah menerbitkan 2 novel ‘Place Monge’ dan ‘Sesiang Terakhir’ serta 1 kumpulan puisi Bilingual ‘hampir aku tetapi bukan.’ Tahun 2012, ia menjadi penyair keliling dalam Festival Pernyair International Indonesia. Editor buku Menolak Hukuman Mati, Perspektif Intelektual Muda (2015).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].