NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI Tifatul Sembiring, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) MPR RI Abdul Kadir Karding dan Pakar Komunikasi dan Pengamat Politik Effendi Ghazali pada Senin (13/3/2017) siang menjadi narasumber utama diskusi rutin 4 Pilar MPR RI kerja sama MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen.
Diskusi yang digelar di ruang utama Media Centre Parlemen, Lobi Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, tersebut dihadiri puluhan awak media massa nasional baik cetak, elektronik dan online dengan membahas tema sentral Efektifitas Sosialisasi 4 Pilar.
Berbicara soal efektifitas Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, Ketua Fraksi PKS MPR RI Tifatul Sembiring, mengakui bahwa Sosialisasi 4 Pilar sebenarnya harus efektif jika semua urun rembug secara massif melakukan sosialisasi terutama anggota MPR RI dan mendapatkan dukungan penuh rakyat. Metodenya juga harus kreatif dengan berbagai elemen masyarakat dan tokoh-tokoh yang berpengaruh.
“Saya rasa yang paling efektif untuk melakukannya adalah penguasa atau eksekutif, sebab penguasa memiliki jangkauan luas, kekuasaan dan anggaran yang besar,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pakar Komunikasi dan Pengamat Politik Effendy Ghazali membahas soal parameter efektifitas Sosialisasi 4 Pilar yang parameternya bisa bermacam-macam. Effendy mengatakan bahwa parameter efektiftas sosialisasi salah satu diantaranya bisa dilihat dari nuansa Pilkada Serentak 2017 terutama Pilkada DKI Jakarta.
“Nuansa pra, saat dan pasca Pilkada akan terlihat apakah berhadapan atau tidak dengan konstitusi, dengan kebhinnekaan dan dengan kesatuan bangsa. Sebenarnya sosialisasi efektif walaupun masih perlu peningkatan. Yang membunuh efektifitas sosialisasi adalah fenomena-fenomena negatif seperti korupsi yang makin marak seperti kasus e-KTP. Yang mengangkat sosialisasi saya melihat ada yakni fenomena pertemuan Jokowi dan SBY, ini luar biasa dampaknya bagi rakyat di bawah dan banyak sekali fenomena seputar Pilkada yang rakyat sudah pasti tahu sesuai nggak dengan Pancasila,” ujarnya.
Lebih jauh, Effendi mengingatkan bahwa tantangan kebangsaan terkait efektifitas sosialisasi adalah hebohnya ranah media sosial. Media sosial sangat luar biasa pengaruhnya di masyarakat. Dengan cepat, berbagai informasi dan kabar masuk ke setiap individu di manapun berada. Media sosial harus ditindaklanjuti agar masuk menjadi satu sistem metode penyampaian sosialisasi karena sangat besar dampaknya.
“Salah satu kesadaran untuk merasakan efektifitas dari Sosialisasi 4 Pilar MPR RI adalah ketika rakyat mengatakan di situlah indahnya kebersamaan. Kebersamaan riil dirasakan rakyat, di situlah efektifitas terwujud nyata,” katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB MPR RI Abdul Kadir Karding, mengatakan bahwa MPR RI telah melaksanakan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI sejak tahun 2010 sampai dengan hari ini konsisten menggelorakan sosialisasi dan sudah cukup massif. Tugas sosialisasi tersebut adalah amanah Undang-Undang (UU) yang harus dilaksanakan.
“Upaya tersebut sangat baik dan terus akan dievaluasi, disempurnakan, apakah metodenya efektif atau tidak. Saya melihat relatif sangat baik, tapi ke depan perlu penyempurnaan dalam hal metode dan target sasaran sosialisasi. Salah satunya yang sangat baik adalah sosialisasi melalui pendidikan dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi,” ungkapnya.
Lebih jauh, karding menjelaskan bahwa upaya sosialisasi memang banyak sekali halangan dan tantangan yang mewarnai gerakan sosialisasi tersebut, salah satunya muncul kasus penistaan agama yang berpotensi disintegrasi bangsa, sebegitu dahsyatnya isu tersebut bahkan dampaknya dirasakan secara global, Pakistan ikut demo soal kasus penistaan agama.
Pernak-pernik Pilkada yang negatif, lanjut Karding, sangat mencederai persatuan dan kebhinnekaan bangsa. Berita, kabar dan perilaku para elit banyak yang bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan nilai-nilai kearifan, saling hajar, memunculkan isu negatif baik soal etnis dan keagamaan. Semua itu sangat menganggu eratnya hubungan antar bangsa yang direkatkan Pancasila.
“Hal tersebut tidak produktif bagi ke-Indonesia-an kita dan tidak produktif bagi kebhinnekaan kita,” katanya tegas. (DM)
Editor: Romandhon