Hukum

Soal Kasus Lambang Negara, Aparat Harus Persuasif dan Hati-Hati

NUSANTARANEWS.CO – Pada hari ini Sabtu (21/1/2017) pekan lalu, polisi telah menahan Nurul Fahmi yang membawa bendera merah putih bertuliskan Arab yang diduga kalimat tauhid dan di bawahnya ada gambar pedang bersilang yang dipasang di sepeda motornya saat demo Front Pembela Islam (FPI) di Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, mengatakan bahwa Fahmi diduga melanggar Pasal 66 jo Pasal 24 subsider Pasal 67 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana dan Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa pengenaan Pasal 66 terhadap apa yang dilakukan Fahmi adalah sesuatu yang berlebihan.

“Pasal 66 itu dikenakan terhadap mereka yang dengan sengaja merusak, merobek, menginjak-injak, membakar dan seterusnya dengan maksud untuk menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara. Fahmi sama sekali tidak melakukan ini,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (24/01/17).

Baca Juga:  Kisah Pilu Penganiayaan Warga Pinrang versus Pencemaran Nama Baik

Fahmi, menurut Yusril, hanya membawa bendera merah putih yang ditulisi kalimat tauhid dan digambari pedang bersilang. Oleh karena itu lanjutnya, pasal yang tepat dikenakan untuk Fahmi adalah Pasal 67 huruf c yakni menulis huruf atau tanda lain pada bendera negara.

Akan tetapi, Yusril menyebutkan, pihak kepolisian nampak dengan sengaja mengenakan Pasal 66 yang lebih berat kepada Fahmi, padahal itu diduga tidak dia lakukan. “Sementara terhadap apa yang dilakukannya, yang seharusnya dikenakan Pasal 67 huruf c, justru dijadikan subsider,” ujarnya.

Selain membolak-balikan pasal dalam kasus Fahmi, Yusril menyebutkan, tindakan penahanan terhadap Fahmi juga dapat dianggap sebagai tindakan yang berlebihan. Sebab, ancaman pidana dalam Pasal 66 itu bukan di atas lima tahun, melainkan selama-lamanya lima tahun.

“Pada hemat saya, polisi hendaknya mendahulukan langkah persuasif kepada setiap orang yang diduga melanggar Pasal 67 huruf c, sebelum mengambil langkah penegakan hukum. Sebab jika langkah penegakan hukum atau law inforcement dilakukan terhadap Fahmi, maka langkah serupa juga harus dilakukan terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran yang sama. Bahkan langkah penegakan hukum itu harus pula dilakukan terhadap aparat penegak hukum sendiri yang juga patut diduga melakukan pelanggaran yang serupa,” katanya.

Baca Juga:  Pengacara Sunandar Yuwono Ambil Alih Perkara Tunggakan Pengembang Tenjo City Metropolis 

Yusril mengatakan, jika langkah penegakan hukum itu hanya dilakukan terhadap Fahmi, terlepas dia anggota FPI atau bukan, namun dia ditahan gara-gara membawa bendera yang diberi tulisan kalimat tauhid itu pada waktu ada demo FPI, maka terkesan penegakan hukum ini terkait langsung maupun tidak langsung terhadap FPI.

“Sementara perorangan yang terkait dengan ormas-ormas lain yang melakukan hal sama, belum ada langkah penegakan hukum apapun juga,” ujarnya.

Untuk itu, Yusril pun mengimbau kepada polisi untuk bersikap obyektif dan mengambil langkah hukum yang hati-hati untuk mencegah kesan yang kian hari kian menguat bahwa polisi makin menjauh dari umat Islam dan justru malah sebaliknya, yakni semakin melakukan tekanan.

Yusril menuturkan, tidak semua orang, bahkan di kalangan umat Islam sendiri yang setuju dengan semua langkah-langkah yang diambil oleh FPI. Menurutnya, hal itu normal saja dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun menjauh dari Islam dan umatnya, tidak akan membuat negara ini makin aman dan makin baik. “Karena itu, hikmah dan kebijaksanaanlah yang harus ada dan dikedepankan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” ungkapnya menyudahi. (Deni)

Related Posts

1 of 435