Politik

FOKDEM: Revisi UU ITE Tidak Boleh Ada Kepentingan Politik

NUSANTARANEWS.CO – Sudah dua minggu berlalu sejak pernyataan presiden Joko Widodo dan Kapolri Tito Karnavian untuk mengusut tuntas kasus penistaan agama oleh Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahok) yang sempat menyulut aksi damai besar-besaran umat Islam di Indonesia, 4 November lalu.

Senin kemarin (28/11) tepat dua minggu setelah aksi damai 4 November pemerintah mengesahkan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang didalamnya mengatur tujuh point pokok yaitu:

1. Konten melanggar kesusilaan, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
2. Konten perjudian, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
3. Konten yang memuat penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Bila dulu diancam maksimal 6 tahun penjara, kini menjadi 4 tahun penjara.
4. Konten pemerasan atau pengancaman, ancaman tetap yaitu maksimal 4 tahun penjara.
5. Konten yang merugikan konsumen, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
6. Konten yang menyebabkan permusuhan isu SARA, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
7. Menegaskan bahwa pasal 27 merupakan delik aduan.

Baca Juga:  Kemiskinan Turun, Emak-Emak di Kediri Kompak Akan Coblos Khofifah-Emil di Pilgub Jatim

Menaggapi hal tersebut Ketua Forum Konstitusi dan Demokrasi Ismadani Rofiul Ulya memiliki pendapat lain tentang pengesahan revisi UU ITE.

Menurutnya, revisi UU ITE tersebut memang menuju kearah yang posistif karena lebih memberikan kebebasan terhadap masyarakat. Namun disatu sisi ia menilai pengesahan  UU ITE bisa juga diisukan ke ranah politik untuk membebaskan tuntutan terhadap Basuki Tjahya Purnama dan Buni Yani yang sudah ditetapkan menjadi tersangka pada kasus penistaan agama.

“Maka meskipun revisi UU ITE sudah disahkan undang-undang tersebut tidak boleh diberlakukan retroaktif (berlaku surut),” tegas Ismadani di Jakarta, Selasa (29/11/2016)

Pria asal Semarang tersebut juga mengingatkan bahwa jika pemberlakukan UU ITE dapat berlaku surut dapat memunculkan gejolak yang lebih besar terhadap aksi damai umat Islam.

“Selain itu Kapolri harus tegas terhadap komitmennya untuk menuntaskan kasus Ahok selama dua minggu sejak 4 November lalu, karena dengan adanya ketegasan tersebut aksi 2 Desember bisa diantisipasi dan diminimalisir,” imbuhnya.

Baca Juga:  Fraksi Hanura DPRD Nunukan Minta Pemerintah Prioritasi Anggaran Untuk Pertanian

Lebih lanjut ia mengajak kepada semua pihak untuk mengawal berjalannya demokrasi terutama agar implementasi dari UU ITE ini dapat membawa perilaku bermedia sosial lebih baik dikemudian hari. (Iro/Red-02)

Related Posts

1 of 3