NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, Senin, (24/10/2016). Pemeriksaan ini merupakan yang perdana akan dijalani Nur Alam dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) guna mendapatkan Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP).
“Iya dia akan diperiksa sebagai tersangka,” tutur Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin, (24/10/2016).
Diketahui KPK telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dalam kasus ini pada 23 Agustus 2016. Sejak menetapkan Nur Alam sebagai tersangka, KPK hanya memeriksa para saksi Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Setiawan, dan sejumlah pihak lainnya yang diduga memiliki informasi terkait kasus ini.
Bahkan baru-baru ini penyidik Lembaga Antikorupsi ini menjemput paksa salah satu saksi bernama Ridho Insani. Dia merupakan PNS Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra). Selama pemeriksaan tim penyidik KPK menanyakan soal kebijakan-kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sultra), khususnya saat dibawah kepemimpinan Gubernur Nur Alam.
Dibeeitakan sebelumnya pada 23 Agustus 2016, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), eksplorasi dan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. AHB di wilayah Sultra tahun 2008-2014.Dia diduga mendapatkan kick back atau imbal balik dari izin yang dikeluarkannya.
Atas perbuatannya, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Nur Alam sendiri telah melakukan upaya untuk melepaskan status tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Namun Pengadilan tidak mengabulkan gugatan tersebut sehingga Nur Alam harus menjalani proses hukumnya kembali. (Restu)