Hukum

Nur Alam Akui Ada Peneriman Uang dari PT Billy Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kuasa Hukum Nur Alam yakni Ahmad Rifai membenarkan ada penerimaan uang secara pribadi sejumlah US$ 4,5 juta atau setara Rp 60 miliar dari PT Billy Indonesia kepada kliennya. Uang tersebut pun diklaimnya telah dikembalikan kepada si pemberi.

“Sudah dikembalikan (kepada PT Billy Indonesia),” ujar Rifai di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (5/7/2017).

Rifai menjelaskan uang tersebut merupakan uang sebagai tanda bukti keseriusan dari PT Billy Indonesia untuk berinvestasi di wilayah kekuasaannya. Namun karena sudah hampir satu tahun tidak terlihat progres yang signifikan.

“Karena tidak ada progres sudah hampir satu tahun, beliau tidak nyaman juga. Ini ada uang bukan punya dia maka dikembalikanlah uang tersebut,” katanya.

Menurutnya perbuatan kliennya itu tidak merugikan keuangan negara. Sebab persoalan masalah jadi berinvestasi atau tidak adalah hak dari investor itu sendiri.

“Tidak bisa kemudian mereka berinvestasi dengan menggunakan sedikit ada pemaksaan, karena investasikan bentuk bagaimana mereka mempertanggungjawabkan investasinya itu dalam perusahaannya,” katanya.

Atas dasar itu, ia mempertanyakan konstruksi hukum seperti apa yang digunakan oleh KPK sehingga menetapkan kliennya sebagai tersangka. Ia juga mempertanyakan perhitungan kerugian keuangan negara yang digunakan oleh KPK dalam menjerat kliennya.

Baca Juga:  Tim Gabungan TNI dan KUPP Tahuna Gagalkan Penyelundupan Kosmetik Ilegal dari Filipina

Dalam menentukan kerugian keuangan negara sementara dalam kasus ini, KPK menggunakan perhitungan ahli ITB. Sedangkan yang memiliki otoritas penuh melakukan perhitungan kerugian negara adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

“Dalam proses hukum itukan konstruksinya ketika seseorang telah dinyatakan menggunakan keuangan negara maka harus dibuktikan terlebih dahulu. Siapa yang bisa buktikan adalah BPK,” pungkasnya.

Nur Alam resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Agustus 2016 lalu. Dia ditetapkan tersangka oleh KPK lantaran diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, dengan mengeluarkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB (Anugerah Harisma Barakah) selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Terkait perkara ini, penyidik lembaga antikorupsi telah memeriksa sejumlah saksi salah satunya Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Burhanuddin. Tak hanya itu, penyidik juga telah berhasil mengamankan sejumlah dokumen terkait IUP dari penggeledahan yang dilakukan di sejumlah tempat yang berada di Kendari, Sulawesi Tenggara dan Jakarta.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Penggeledahan pada 2016 lalu dilakukan di kantor Gubernur, Dinas ESDM, hingga ke rumah gubernur tersebut. Sedangkan di Jakarta, penyidik juga menggeledah rumah di Kuningan, Jakarta Selatan dan sebuah perusahaan di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Selain pemeriksaan saksi dan peneggeledahan, pada Jumat, (26/8/2016) lalu penyidik KPK juga secara resmi mencegah empat orang dalam perkara itu. Keempat orang itu adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam,  Kepala Dinas ESDM Sultra Burhanuddin, Widdi Aswindi Direktur PT Billy Indonesia, dan Emi Sukiati Lasimon pemilik dari PT Billy Indonesia. Ke-empatnya dicegah jika sewaktu-waktu KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri.

PT Billy merupakan salah satu perusahaan yang pernah di geledah KPK beberapa waktu lalu. PT billy juga memiliki tambang di Bombana dan Konawe Selatan. Menariknya lagi PT Billy juga merupakan salah satu rekan bisnis Richorp International. Jadi perusahaan Richorp yang berbasis di Hongkong itu membeli nikel dari PT Billy.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Perusahaan Richorp itu pernah disebut-sebut namanya saat Kejaksaan Agung mengusut kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nur Alam. Dimana berdasarkan laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) data transaksi Nur Alam, perusahaan tersebut pernah mentransfer uang sebanyak empat kali ke perusahaan asuransi ternama yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh bank plat merah Nasional. Adapun nilai transfernya  yakni mencapai hingga US$ 4,5 juta. Transaksi tersebut dilakukan lewat salah satu Bank Komersial di Hongkong.

Akibat perbuatannya, Nur Alam disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 202