Pemuka Do’a
“Bismillahi takdir qadar menguntai”
Lafadz sesejak udara berdenyut dalam nadi
Tiada hitung. Tiada ukur
Tiada batas. Tiada tukar
Tuhan pun ridha menyisip harap
Ditiap ucap
“Ya Habibati Aisyah Ya Habibati Aisyah”
Kunang-kunang penjar cahayanya
Terbang, dari sudut paling gelap
Titik hati terdalam
Mengalahkan pijar lentera sebagai
Hangat raya
Ya Habibi
Kalau aku mengumpamakan kata
Berarti hati belum sedia memiliki
Kalau aku mati berkata
Berarti detik merindu kian luruh
Pada akhirnya segenap
Perjumpaan
Rekah
Senyum senantiasa
Bertemu dalam do’a-do’a pemimpi
Kelas Bahasa MASA, 2020
Cara Melihatmu
;Nona Bnta
Elok pemandangan gunung merapi akibat pepohonan rindang,
desa asri kan sejuk bila udara tak tercemar.
Adakah keindahanmu cukup mata dan akal sebagai perantara.
Sekian kemungkinan ku kernyitkan kening
berharap gelak tawa bibir seksimu tertangkap, menyatu kembali berkeliaran
saling memenuhi episode ludah tahun lalu.
Semenjak rabun jauh meregang diam-diam,membatasi jarak sepasang bola mata.
Warung bermenu kopi tubruk, nasi rawon, rujak cingur.
Papan menunya kini kabur seketika, seiring matarasa memutuskan mendekap buta.
Buta bingkai derita yang bergelantungan di pojok-pojok warung itu.
Tanpa sadar nafsu memotong pergelangan tangan
hendak mempersilahkan anjing piaraan tuan menyantap lahap.
Karna kesempurnaan bagimu cukup mata jernih,
bukan rabun jauh berskala sepanjang uluran tangan.
Namun, murni sejauh masa depan.
Sampai silau cahaya menutup retina.
mengeluarkan serangkaian tragedi pasundan,
seusai kau menangis meratapi tinta mata dipenghujung malam.
Ruang Literasi, 2020
Lagu Langit
Biarkan waktu yang menerjemahkan tiap rintik hujan
Dibalik awan hitam kesepian, sebelum nanti angin memahami
Kematian langit biru tanpa bekas luka di badan
Aku payung atas bumi yang sudah tak tentu
Menghitung jarak waktu.
Dari atmosfer detak jantungku menetap, hilang.
Dan sebuah jawaban penyesalan mulai tertulis
Aku menangis dan belum mengerti arti
Hamba pada makna-Mu
Annuqayah 2020
Kabar Waktu
Sedetik sebelum aku dirangkai menjadi puisi
Aku membuang angka-angka
Agar tak ada akhir untuk penyair mencipta kata
Semenit sebelum aku diracik menjadi imaji
Aku menghilangkan awal dan akhir
Agar tak ada rasa kesakitan dalam khayalan penyair
Sejam sebelum aku benar-benar utuh menjadi puisi
Aku meminta pada penyair
Agar setia menuang hasrat setiap kali
Aku meminta
Lubangsa A/18, 2021
Di Taman Aloska
;Aisya Bnta
Di Taman Aloska,
Sunyi dapat kurasa merangkul jiwa,
Dengan pohon yang berbaris rapi
Sejuk matamu dapat kusangsikan
Bersama dedaunan yang gugur
Di Taman Aloska,
Aku hidup bak dipelantara surga
Dewi-Dewi sekadar menyapa
Walau kerap itu hanya melintas mengejar nun disana.
Di Taman Aloska,
Aku menerjemahkan dirimu
Sebagai bagian dari lentera malam
Yang senantiasa menyala
Menemani kunang-kunang
Dan menyendiri dibawah tangis rembulan.
Kalianget, 2021
Stanza Kali Brantas
biarkan kutenang menenggelamkan murka
diujung hulu batas deru nafasmu—aku menemukanmu
sebagai oase abadi, kala gerah tubuh menemani bumi nusantara
dengan kepulan asap pabrik
jantungku menggerang lara
dengan riuh bunyi benda mati
telingaku lepas dari tempatnya
aha.. bagai membawa semerbak bunga surga
sekujur tubuhmu adalah saksi keabadian yang membentang kasih,
maerangkul dewa-dewa, menghidupi manusia dan singgasana suarga bagi segala khayal
penyair mengabadikan namamu brantas
dalam keterbatasan kata
arusmu menjelma diksi
pertanda batas antar rasa
asin, kecut dan entahlah
apalagi?
pohon beringin kembali menyapaku
dengan belaian daun
seraya berpesan
“datanglah untuk kembali kasih, menjemput deras rindu”
TulungAgung, 2020
Sebelum
;Wanita Ganding
Sebelum hujan terbentuk Terik panas matahari menguap,
Terbang bersama awan-awan
Lalu menyirami ladang, sawah dan perkebunan
Membekaskan senyum basah sejahtera
Sebelum bunga mawar mekar sempurna,
Kawanan lebah kerap datang
Menghampiri putik, mengambil sari pati
Menyulapnya menjadi madu
Dan berpamit penuh rasa hormat
Sebelum debur ombak berhamburan,
Aku merasakan surut lautan
Menenggelamkan jiwa ke dasar paling petang
Hingga aku tak dapat melihat mentari
Yang menemani kawanan lebah madu
Dan membuat hujan kenangan
Berirama pilu
Sumenep, 2021
Aku Bersumpah
;Kekasih Bnta
Aku bersumpah,
Demi nyawa yang kelak akan pergi dari pemiliknya
Bahwa tak ada yang berhak melihat kekasih sebelum ajal tiba.
Aku bersumpah,
Mengatasnamakan hamba paling sengsara dalam memahami cinta
Akan mengamini tiap luka-luka yang hadir bersama senyum bahagia
Aku bersumpah,
Di akar kata-kata dan imajinasi paling sempurna
Bersedia dan setia mengukir kertas dengan pena sampai tetes tinta menutup kisah
Kalianget, 2021
Aisyah
Arca mengukir kata menyihir raga
Intan bersenandung didalamnya
Sebagai nyanyian sunyi
Yang tak pernah terdengar oleh manusia
Angkasa menurunkan hujan petaka
Hadir tak diundang seamsal hamba
Annuqayah, 2020
Akhir dari Cinta
Adinda, sebutlah nama kekasihmu ini
Pada petang kehidupan dan teriknya perjuangan
Serta; rinduilah kekasihmu ini tanpa mengenal detik jarum jam
Adinda, makilah kekasihmu bila waktu kesetiaan
Berakhir dalam suka
Ia tak takut melupakan Tuhan
Dan memilih jalan sesat di rimba kenangan
Annuqayah 2021