EkonomiHukumTerbaru

Menanti Akhir Kisah Tax Amnesty Indonesia

NUSANTARANEWS.CO – Kebijakan Pengampunan Pajak atau yang akrab disapa Tax Amnesty sudah bergulir di Indonesia hampir dua bulan. Sejak dikeluarkannya kebijakan ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus saja dirundung masalah.

Pertama adanya kehebohan di media sosial melalui akun twitter dengan #hastag stop bayar pajak. Dengan menggunakan #stopbayarpajak, netizen rama-ramai mengajak masyrakat untuk tidak patuh terhadap aturan perpajakan di Indonesia.

Kehebohan tersebut pun di respon dengan cepat oleh pemerintah. Bentuk respon tersebut adalah dengan mengeluarkan Peraturan Dirjen Nomor 11 tentang segala hal yang dikeluhkan oleh masyarakat. Ada soal pensiunan, dan warisan.

Terkait Pensiunan dalam aturan tersebut dikatakan todak perlu ikut Tax Amnesty, mereka hanya perlu memperbaiki SPT (Surat Pemberitahunaannya) saja dan mereka juga dipastikan tidak akan diperiksa.

Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan segala ketentuan terkait dengan Wajib Pajak (WP) pensiunan, WP yang tidak punya uang, WP yang tidak bisa mencicil, dan WP yang dengan pendapatan di bawah penghasilan tidak kena pajak.

Baca Juga:  Surabaya Bidik 60 Persen Menang, Relawan Gotong Royong Jawa Timur PeDe Khofifah Emil Menang Pilgub

Masyarakat yang sudah membayar pajak tetapi tidak melaporkan dalam bentuk SPT atau tidak bisa membayar tebusan atau bahkan memiliki pendapatan lebih tetapi belum masuk SPT, bisa melakukan perbaikan SPT saja.

Contohnya jika seorang WP punya rumah dari hasil gaji, kemudian dua tahun lalu beli rumah lagi dari hasil tabungan dan dilontarkan. Itu tidak perlu ikut Amnesty, karena tebusan 2% itu terlalu tinggi untuk mereka dan WP tidak punya uang. Jadi mereka cukup membetulkan SPT-nya saja.

Jadi pada prinsipnya tambah Ken, semangat Tax Amnesty adalah repatriasi, deklarasi, tebusan, dan bagi yang memiliki tunggakan harus membayar.

Isu hastag stop bayar pajak kini telah mulai mereda dengan dikeluarkannya aturan tersebut.

Ternyata tidak cukup sampai disitu, kini pemerintah juga perlu menghadapi masalah pelik lainnya. Kali ini masalah terkait Tax Amnesty itu harus bersentuhan dengan lembaga penegak hukum. Pasalnya UU Tax Amnesty ini digugat oleh pihak-pihak yang tidak suka ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga:  Perubahan Kebijakan Nuklir Rusia dan Bahaya Eskalasi Global

Adapun 21 Alasannya yaitu :

  • UU Tax Amnesty mengizinkan praktik legal pencucian uang.
  • Tax Amnesty memberi prioritas kepada penjahat kerah putih yaitu dapat membersihkan pengemplang pajak.
  • Tax Amnesty menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.
  • Tax Amnesty memberikan “diskon” habis-habisan terhadap pengemplang pajak.
  • Tax Amnesty menggagalkan program whistleblower.
  • Tax Amnesty menabrak prinsip keterbukaan informasi.
  • Kebijakan Tax Amnesty berpotensi dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan.
  • Tax Amnesty tidak akan efektif seperti tahun 1964 dan 1986.
  • Tax Amnesty dinilai menghilangkan potensi penerimaan negara.
  • Tax Amnesty dianggap kuga sebagai bentuk pengkhianatan terhadap warga miskin.
  • Tax Amnesty mengajarkan rakyat untuk tidak taat membayar pajak.
  • Tax Amnesty memarjinalkan pembayar pajak yang taat.
  • Tax amnesty berarti menghapus sifat wajib dari pajak
  • UU Tax Amnesty menurutnya aneh bin ajaib karena hanya berlaku satu tahun.
  • Tax Amnesty juga dinilai memposisikan presiden dan DPR berpotensi melanggar konstitusi.
  • UU Tax Amnesty dianggap menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before law).
  • Tax Amnesty bentuk intervensi dan penghancuran proses penegakan hukum.
  • UU Tax Amnesty dianggap sebagai cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak.
  • dapat melumpuhkan institusi penegakan hukum.
  • Tax Amnesty patut diduga pesanan para pengemplang pajak karena memberikan hak eksklusif tinggi bagi mereka.
  • UU Tax Amnesty dianggap membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda.
Baca Juga:  Untuk Kesekian Kalinya, Putin Menunjukkan Bahwa Ia Tidak Menggertak

Gugatan dengan nomor perkara 63/PUU-XIV/2016 tersebut pun sudah digelar perdana saat Rabu, (31/8/2016) dan akan dilanjutkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Dengan demikian saat ini adalah waktunya negara ini menunggu bagaimana akhir dari kebijakan tersebut. Jika gugatan tersebut disahkan oleh MK maka secara otomatis Citra Indonesia Menjadi Buruk di Mata Dunia, dengan begitu bukan tidak mungkin para investor menjadi enggan berinvestasi di Indonesia, implikasinya ekonomi negara ini akan semakin terbelakang. Namun jika gugatan peradilan tersebut dibatalkan oleh MK, maka pemerintah bisa terus melanjutkan PR-nya untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut sebaik mungkin. (Restu)

 

Related Posts

1 of 14