Ekonomi

Program Tax Amnesty Jilid Pertama Terbukti Gagal, Kok Mau Diulangi Lagi?

tax amnesty, jilid pertama, terbukti gagal, sri mulyani, rizal ramli, nusantaranews, pajak nasional
ILUSTRASI – Program Tax Amnesty alias Pengampunan Pajak. (Foto: IST)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak disebut hanya akan dilakukan oleh negara-negara gagal. Negara gagal yang dimaksud ialah sebuah negara yang terdera defisit keuangan kategori akut.

Namun, Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Sri Mulyani justru kembali berencana membuat kebijakan tax amnesty untuk kali kedua setelah dilakukan tiga tahun silam. Namanya, program tax amnesty jilid II.

Sedang jilid pertama telah berakhir pada 31 Maret 2017 lalu yang diklaim Presiden Jokowi berhasil mendapatkan uang tebusan dari wajib pajak sebesar Rp 115,9 triliun. Jokowi juga mengklaim, program tax amnesty jilid pertama diikuti oleh 973,4 ribu wajib pajak. Data penerimaan tax amnesty sempat simpang siur lantaran Menteri Keuangan Sri Mulyani malah menyebut tebusan tersebut mencapai Rp 114,5 triliun. Dengan kata lain, ada selisih lebih dari Rp 1,4 triliun antara data presiden dan menterinya.

Memang, sejak digulirkan pada 2016, program tax amnesty menuai pro dan kontra. Tax amnesty dipandang cara paling pragmatis pemerintah dalam menghadapi situasi ekonomi Indonesia yang anomali. Dan dengan diterbitkannya UU Tax Amnesty disebut-sebut wujud dari telah menyerahnya pemerintah melawan para pengelmpalng pajak yang menguras kekayaan negara.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Daripada tax amnesty, sebagian pihak justru menyebut lebih baik pemerintah membuat UU Pengemplang Pajak atau UU sejenis money loundry.

Tapi, Sri Mulyani punya pendapat lain. Menurutnya, program tax amnesty merupakan sebuah upaya memulai tradisi bayar pajak sesuai ketentuan UU. Bagi institusi perpajakan, kata dia, tax amnesty menjadi awal untuk membangun institusi pajak yang bersih, profesional dan kompeten.

“Saya sangat menghargai para wajib pajak yang telah mengikuti amnesty pajak untuk memulai tradisi bayar pajak sesuai ketentuan undang-undang. Kami akan teruskan upaya membangun Indonesia yang adil dan sejahtera melalui kepatuhan membayar pajak oleh masyarakat Indonesia, dan membangun institusi pajak yang bersih, profesional dan kompeten,” kata Sri Mulyani Sabtu (1/4/2017) silam.

Sri Mulyani menambahkan, pengampunan pajak merupakan bagian dari keseluruhan langkah untuk mereformasi perpajakan mulai dari perbaikan aturan dan perundang-undangan, perbaikan organisasi dan proses bisnis, perbaikan sumber daya manusia dan perbaikan sistem informasi serta data base.

Dua tahun setelah diberlakukan tax amnesty, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali berencana memberlakukannya di tengah derasnya arus kritik lantaran upaya sebelumnya dianggap gagal. Bahkan, oleh ekonom senior, Rizal Ramli, rencana Sri Mulyani ini disebutnya kebijakan konyol. Pasalnya, tax amnesty jilid pertama terbukti tidak mampu mendongkrak penerimaan pajak nasional.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

“Ide tax amnesty kedua benar-benar konyol. Yang pertama saja gagal total,” ucap Rizal Ramli, Senin (12/8/2019).

Pria yang biasa disapa RR mengungkapkan kegagalan tax amnesty di mana capaian rasio jumlah pajak (tax ratio) dari 2010-2018 terus mengalami penurunan yang semua 9,52 persen menjadi 8,85 persen. Data tersebut, kata dia, hanya rasio pajak, tanpa dihitung dengan bea dan cukai serta royalti dari SDA migas dan tambang. Sedangkan, tax ratio keseluruhan turun dari 13,61 persen pada 2010 menjadi 11,45 persen pada 2018.

“Logikanya, setelah dilaksanakan tax amnesty, basis pajak nasional meningkat dan rasio pajak juga meningkat. Kok malah ada tax amnesty makin merosot, harusnya ada tax amnesty yang gede, kok hasilnya gini,” terangnya.

Kenyataan itu membuat RR khawatir program tax amnesty jilid II justru akan membuat semakin ruak pendapatan pajak nasional yang berimbas pada ekonomi Indonesia.

Di sisi lain, RR juga menuturkan, menurunnya pendapatan pajak nasional karena praktek program tax amnesty hanya menguntungkan sebagian kelompok kecil belaka yakni perusahaan-perusahaan besar yang mengikuti program kontroversial ini.

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

“Tahun 2015 pendapatan pajak tax ratio itu 9,20 persen, hari ini telah anjlok 8,85 persen. Artinya program tax amnesty gagal. Ini merosot, kok mau diulangi lagi,” cetusnya.

Padahal, tambah dia, untuk meningkatkan tax ratio, sebenarnya pemerintah bisa cukup dengan melakukan revaluasi aset BUMN.

“Karena selama ini banyak yang asetnya berdasarkan historis doang. Kita bujukin 11 BUMN ikut revaluasi aset. Aset BUMN naik Rp 800 triliun dengan langkah sederhana ini, penerimaan pajak dari revaluasi aset 4 persen kali Rp 800 triliun, 32 triliun. Satu per tiga dari tax amnesty, tanpa heboh-heboh,” ungkap RR. (adn/eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,075