Hukum

IPW: Tak Perlu Panik Sejumlah Jenderal Polisi Menjadi Pimpinan KPK

pembakaran kendaraan, aksi kejahatan, ipw, neta s pane, nuansa politis, jawa tengah, kendaraan bermotor, nusantaranews, nusantara news
Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane. (Foto: NET)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane meminta sejumlah pihak terutama internal KPK tidak perlu panik dengan masuknya sejumlah jenderal polisi menjadi Pimpinan KPK, bahkan menjadi Ketua KPK sekalipun. Sebab, kata dia, masuknya jenderal polisi menjadi Pimpinan KPK bukan hal baru.

“Dulu pernah ada Irjen Taufik Ruki dan ada Irjen Bibit Samad Rijanto. Bahkan di era kedua jenderal polisi senior itu, KPK solid dan tidak terbelah menjadi ‘polisi Taliban dan polisi India’,” kata Neta melalui siaran pers, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Indonesia Police Watch sendiri melihat adanya kepanikan sejumlah pihak dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Hal itu, kata Neta, tampak pada pernyataan internal KPK yang mempermasalahkan enam Capim KPK belum menyerahkan LHKPN.

“Pernyataan ini sangat aneh, mereka kan baru capim dan belum menjadi pimpinan KPK. Jika sudah menjadi pimpinan KPK bolehlah dipermasalahkan. Jika pun sudah menjadi pimpinan KPK, mereka tidak menyerahkan LHKPN sebenarnya tidak ada masalah karena tidak ada sanksi hukumnya. Sebab kententuan LHKPN itu tidak jelas untuk apa. Tapi anehnya ada pihak yang mempolitisasinya dan menjadikan LHKPN seperti hantu yang menakutkan,” terang Neta.

Baca Juga:  Pengacara Sunandar Yuwono Ambil Alih Perkara Tunggakan Pengembang Tenjo City Metropolis 

Seharusnya, lanjut dia, pihak-pihak yang mempermasalahkan LHKPN itu menggugat KPK kenapa status audit BPK untuk KPK tersebut WDP dan kenapa KPK menolak memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan BPK untuk mengaudit keuangan lembaga anti-rasuah itu seperti dokumen atau data-data barang barang sitaan tersangka korupsi, baik yang sudah dilelang maupun belum.

Padahal, sambung dia, menurut ayat 1 Pasal 24 UU No 54 Tahun 2004 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana 1 tahun 6 bulan penjara atau denda Rp 500 juta.

Artinya, jelas Neta lagi, dalam hal ini KPK harus berkaca bahwa dirinya saja tidak tertib administrasi hingga mendapat cap WDP dari BPK, bagaimana bisa dipercaya jika lembaga pemberantas korupsi tidak WTP status audit keuangannya.

“Lalu kenapa pula KPK masih punya moral mempersoalkan adanya enam capim KPK dari polisi yang belum menyerahkan LHKPN. Pansel KPK saja tidak mempersoalkannya. Dari sini terlihat bahwa ada internal KPK yang panik kwadrat tentang akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK,” jelasnya.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

Padahal, tambahnya, di era KPK pertama bisa disebut sukses karena dipimpin jenderal polisi, Taufik Ruki. Saat menjabat pimpinan KPK, jenderal polisi ini juga tidak sungkan meringkus koleganya sesama polisi yg korupsi. Begitu juga dengan Irjen Pol Bibit Samad Rianto dan hingga kini Bibit terus aktif dlm gerakan pemberantasan korupsi, meski sudah tidak di KPK, dengan cara mendirikan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK).

“Lalu kenapa ada internal KPK yang alergi dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Apakah mereka takut boroknya akan dibongkar kedua jenderal polisi yang akan menjadi pimpinan KPK tersebut?,” pungkasnya. (eda/ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,067