MancanegaraPolitik

Tragedi Pembantaian Tiananmen Simbol Matinya Demokrasi di Cina

Tragedi Pembantaian Tianenmen
Tragedi Pembantaian Tiananmen. Para pengunjuk rasa yang memenuhi lapangan memprotes sistem satu partai di Cina./Foto AFP

NUSANTARANEWS.CO – Tragedi pembantaian Tiananmen merupakan simbol matinya demokrasi di Cina. Tragedi Lapangan Tiananmen yang dikenal juga sebagai Insiden Fourth June adalah sebuah gerakan unjuk rasa pro-demokrasi yang dipimpin oleh para mahasiswa di Beijing pada pertengahan 1989. Gerakan Demokrasi ’89 ini kemudian berhasil dipadamkan oleh aparat keamanan dengan tindak kekerasan brutal. Tank-Tank dan Pasukan dikerahkan untuk menggilas dan menembaki para pengunjuk rasa di sekitar Lapangan Tiananmen pada 4 Juni 1989. Ribuan orang diperkirakan tewas.

Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perubahan sosial pasca-Mao, situasi politik negara komunis itu memang sedang mengalami turbulensi yang keras. Kesadaran rakyat, terutama di kalangan elit akan masa depan negara telah mengguncang legitimasi sistem satu partai di negara komunis itu.

Tuntutan umum pada waktu itu ialah protes terhadap maraknya korupsi oleh para pejabat partai, inflasi, dan lapangan kerja yang terbatas bagi para lulusan perguruan tinggi dalam sistem ekonomi baru, termasuk pembatasan partisipasi politik masyarakat. Sehingga tidak mengherankan bila para mahasiswa menyerukan demokrasi, keterbukaan yang lebih besar, serta kebebasan pers dan kebebasan berbicara – menyusul kematian pemimpin Komunis pro-reformasi Hu Yaobang pada April 1989.

Baca Juga:  Ukraina Mengakui Ketergantungannya Pada Bantuan Barat

Hu dipandang sebagai sosok liberal dan dipaksa mengundurkan diri dari posisinya oleh Deng Xiaoping, pemimpin revolusi Partai Komunisme Cina yang sekaligus pemimpin generasi kedua Mao Zedong. Tindakan penyingkiran Hu Yaobang dianggap oleh para demonstran sebagai perlakuan tak adil. Bermula dari protes kecil, perlahan meluas dan melibatkan ribuan orang.

Meskipun membawa isu yang berbeda-beda, namun para mahasiswa dan masyarakat pada puncaknya mampu mengerakkan demontrasi hingga 1 juta orang hadir untuk mendukung gerakan pro demokrasi di alun-alun itu.

Ketika aksi protes mulai membesar, respon para pejabat partai mulanya berbeda-beda sebagai bukti terjadinya perpecahan yang cukup dalam di dalam kepemimpinan partai. Memasuki bulan Mei, aksi mogok makan yang dipimpin oleh mahasiswa untuk menggalang dukungan di seluruh negeri berhasil menyebar hingga 400 kota.

Melihat masifnya gerakan protes tersebut, membuat Deng Xiaoping dan para pejabat partai kemudian mengumumkan keadaan darurat militer pada 20 Mei. Pada 4 Juni, meledaklah peristiwa pembantaian gerakan pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen. Tank-Tank menggilas para demonstran, pasukan keamanan menembaki para demonstran di sekitar alun-alun kota tersebut. Pemerintah Inggris melaporkan sedikitnya 10.000 orang tewas dalam aksi pembantaian tersebut.

Baca Juga:  Ketuk Rumah Warga Ajak Coblos Nomor 2, Dulur Bu Lilik Optimis Khofifah-Emil Menang Tebal di Surabaya

Partai Komunis Cina kemudian melakukan penangkapan besar-besaran terhadap para demonstran dan para pendukungnya, dan melindas protes-protes lain serta mengusir wartawan asing. Pemerintah secara ketat mulai mengontrol liputan peristiwa-peristiwa terkait tragedi pembantaian Tiananmen dalam pers domestik – termasuk melarang masyarakat untuk membicarakan peristiwa brutal tersebut. Dengankata lain, pejabat partai komunis Cina mencoba menghapus peristiwa pembantaian brutal terhadap gerakan pro-demokrasi itu dari ingatan publik.

Untuk itu, pejabat tinggi partai komunis kemudian memperkuat polisi dan pasukan keamanan, mengganti pejabat-pejabat yang dianggap simpatik kepada aksi protes. Para pemimpin partai menganggap setiap ancaman terhadap legitimasi kekuasaan Partai Komunis Cina (PKC) adalah musuh yang harus ditumpas tanpa perlu alasan.

Dunia internasional dan organisasi hak asasi manusia pun hanya bisa mengecam pemerintah Cina atas pembantaian brutal tersebut. Lalu bagaimana dengan peristiwa kekerasan berdarah terhadap gerakan pro demokrasi di Indonesia pada 22 Mei? (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,050