Politik

Ego Sektoral Antara Lembaga Bebani Presiden Jokowi Terkait Data Nasional

data nasional, pemerintahan jokowi, membenahi data nasional, perencanaan pembangunan, nusantaranews, nusantara news
Bank Data. (Ilustrasi/Shutterstock)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaPemerintahan Jokowi dipandang perlu membenahi data nasional karena data merupakan dasar dari perencanaan pembangunan.

Perbedaan data atar lembaga pemerintah perlu ditertibkan Presiden Jokowi. Salah satu upayanya ialah mengikis eko sektoral antar lembaga.

“Data merupakan dasar dari perencanaan pembangunan. Antar lembaga pemerintah yang satu dengan yang lain berbeda datanya. Hal Ini dikarenakan ego sektoral. Dalam rangka mengejar anggaran masing-masing sektor, masing-masing kementerian dan lembaga. Kesalahan data adalah sumber korupsi anggaran negara,” kata ekonom, Salamuddin Daeng, Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Perbedaan data antara Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian terkait lahan pertanian patut menjadi pelajaran sekaligus evaluasi.

“Perbedaan data keduanya sangat mencolok. Menurut Mentan lahan baku sawah untuk produksi padi meningkat selama pemerintahan Jokowi. Sementra menurut BPS lahan baku sawah untuk produksi padi malah turun 700 ribu hektare. Selisih dua lembaga ini mencapai 1,2 juta hektare,” paparnya.

“Banyak pihak telah menyampaikan petisi kepada pemerintah untuk memperbaiki data itu karena bisa menjadi sumber korupsi. Termasuk dugaan korupsi impor beras. Tapi tampaknya tidak ada upaya membenahinya,” kritik Salamuddin.

Baca Juga:  Blusukan di Sampang, Cagub Risma Janjikan Hunian Layak Untuk Warga

Data lain yang tak kalah penting perlu dibenahi Presiden Jokowi ialah masalah data tanah dan lahan. Pasalnya, kata Salamuddin, data dasar ini sama halnya dengan data kependudukan karena menyangkut kedaulatan, ketahanan dan keamanan negara.

“Padahal tanah atau lahan yang telah dialokasikan untuk penanaman modal sangat luas. Untuk lahan kehutanan HPH, HTI, HTR mencapai 32 juta hektare, tambang mineral dan batubara 42 juta hektare, untuk lahan perkebunan sawit sekitar 9-14 juta hektare (tidak pasti), untuk migas sekitar 90 juta hektare. Padahal luas daratan Indonesia 192 juta hektare. Banyak kabupaten kota di Indonesia telah mengalokasikan penggunaan tanah atau lahan melebihi luas administratif daerahnya. Bagaimana bisa terjadi kekacauan data seperti itu?,” urainya.

(eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,146