NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ekonom konstitusi, Defiyan Cori mempertanyakan penghematan Pertamina pasca pembubaran Petral. Pasalnya, publik sudah tahu bahwa penyebab inefisiensi dan inefektifitas relatif mahalnya harga BBM yang dijual oleh Pertamina disebabkan oleh adanya mafia minyak dan gas (migas) dalam pengadaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM).
PT Pertamina Trading Limited (Petral) yang kemudian dituding oleh kalangan pelaku usaha migas dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya sebagai biang keladi penyebab inefektifitas dan inefisiensi yang terjadi di Pertamina sebagai tempat mafia migas tersebut.
Tidak kurang hal itu pernah disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) M Said Didu saat Menterinya dijabat oleh Sudirman Said. Bahkan, dengan keyakinannya Sudirman Said saat menjabat sebagai Menteri ESDM menyampaikan bahwa pembubaran Petral telah berhasil membuat Pertamina menghemat Rp 250 miliar per hari.
“Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, setelah Petral berhasil dibubarkan secara resmi oleh pemerintah pada Rabu tanggal 13 Mei 2015 apakah memang terjadi penghematan sejumlah yang dimaksud oleh mantan Menteri ESDM tersebut? Apakah benar pembubaran Petral ini telah berhasil menghilangkan peran mafia migas dalam pengadaan migas di Pertamina atau justru sebaliknya mafianya semakin bertambah? Yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana dengan harta (aset) Petral yang sudah dibubarkan ini berpindah tangan, apakah diserahkan ke negara?,” ucapnya, Rabu (23/1/2019).
Mengurai penghematan
Defiyan menyebutkan alasan pembubaran Petral yang pernah disampaikan oleh mantan Menteri ESDM Sudirman Said memang sangat dibutuhkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang saat itu menyampaikan masalah sempitnya ruang fiskalnya. Dan, apabila dikaitkan dengan pemborosan yang terjadi karena adanya tindakan mafiasi seperti yang juga disampaikan oleh Said Didu (mantan staf khusus Menteri ESDM) dan Faisal Basri yang juga mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas dalam pengadaan migas selama ini memang berhasil ditiadakan, maka ini adalah sebuah prestasi yang perlu diapresiasi publik.
Dia menjabarkan, mengacu pada pernyataan angka penghematan Rp 250 miliar per hari yang telah terjadi pada Pertamina dikalkulasi secara periodik, maka selama sebulan (rata-rata 29 hari kerja) Pertamina akan berhemat sebesar Rp 7,25 triliun. Sebab, berdasarkan penjelasan Menteri ESDM sebelum Ignasius Jonan ini, transaksi impor minyak yang beredar tiap hari sebesar $US 150 juta atau setara dengan Rp 1,7 triliun per hari, maka setelah pembubaran Petral, Pertamina bisa menghemat sebesar $US 22 juta (setara Rp 250 miliar) per hari.
“Angka ini jelas lebih besar dari laba Pertamina yang berhasil dibukukan pada tahun 2018 yang hanya sebesar Rp 5 triliun. Sementara, apabila jika diakumulasikan penghematan ini selama setahun, maka penghematan yang berhasil dicapai Pertamina adalah sebesar Rp 87 triliun. Angka ini cukup besar apabila dikapitalisasi untuk memenuhi janji presiden saat kampanye akan membesarkan kembali Pertamina mengalahkan Petronas, perusahaan migas milik Malaysia,” beber Defiyan.
Selama 4 tahun pasca pembubaran Petral, penghematan yang terjadi mencapai Rp 348 triliun adalah angka yang dapat membantu keuangan negara terbebas dari utang luar negeri, mengatasi defisit APBN dan membuat harga BBM lebih layak bagi konsumen.
Berdasar kalkulasi ini, kata dia, tentu saja pembubaran Petral punya manfaat bagi Pertamina serta membantu pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam mendukung visi Trisakti dan Nawacitanya. Namun, perlu kejelasan mengenai kalkukasi penghematan yang telah terjadi ini kepada publik berdasar perhitungan yang disampaikan otoritas ESDM saat itu.
Publik, lanjut dia, menunggu ke mana aliran penghematan yang telah dibukukan ini dialokasikan dan didistribusikan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Sekaligus untuk menjawab bahwa langkah pembubaran Petral adalah efektif dan efisien memberantas mafia migas selama ini yang mengganggu harga dasar pembelian sebagai pembentuk Harga Pokok Penjualan (HPP) Pertamina dan harga jual ke konsumen atau masyarakat.
“Selain dari penghematan per hari itu, yang juga perlu dipertanyakan adalah bagaimana proses transisi pengelolaan harta (aset) Petral yang telah dibubarkan itu? Tentu harta yang dimiliki oleh Petral sangat signifikan juga dalam membantu keuangan Pertamina dan negara dalam pengelolaan usaha dan pengembangan kebijakan energi dan program-program pembangunan lainnya. Apakah harta (aset) Petral ini diserahkan secara total pada struktur baru yang dibentuk oleh Pertamina, yaitu Integrated Supply Chain (ISC)?,” tuturnya.
(eda/gdn)
Editor: Gendon Wibisono