EkonomiLintas Nusa

Wacana Kenaikan Harga Rokok, PC PMII DIY: Pemerintah Baiknya Perhatikan Petani Tembakau

PC PMII DIY Merespon Wacana Kenaikan harga rokok/ilustrasi foto nusantaranews
PC PMII DIY Merespon Wacana Kenaikan harga rokok/ilustrasi foto nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Wacana kenaikan harga rokok semakin kuat dibicarakan. Pasalnya, salah satu penyebab peningkatan jumlah perokok di usia remaja lantaran harga rokok rata-rata di bawa RP 20.000. Oleh sebab itu, Ketua DPR Ade Komarudin setuju dengan wacana kenaikan harga rokok yang rencananya akan naik hingga Rp 50.000 per bungkus.

Rokok, kata Ade, merupakan musuh bangsa yang sudah disadari semua orang karena rokok mengandung mengandung nikotin yang dianggap sebagai salah satu sumber penyakit. Maka, dengan naiknya harga rokok, lanjut Ade, kebiasaan masyarakat mengkonsumsi rokok bisa terkurang. Ade menyampaikan persetujuannya ini di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/8).

Kenaikan harga rokok bagi Ade juga bisa menambah pendapat negara. Oleh karena itu, pemerintah akan kaji penyesuaian tarif cukai rokok sebagai salah satu instrumen harga rokok yang disebutkan bisa mencapai 50.000 perbungkusnya.

(Baca : Ketua DPR: Kenaikan Harga Rokok Bisa Kurangi Perokok Aktif)

Menanggapi hal itu, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya tidak sekadar melihat faktor menaikkan harga rokok dari aspek kesehatan. Akan tetapi, perhatikan juga dari aspek ekonomi, khususnya ekonomi petani tembakau.

Baca Juga:  Rawan Ganggu Gula Lokal, Waspada Gula Impor Bocor di Daerah

“Jika harga rokok naik, otomatis konsumen akan berkurang dan yang dirugikan adalah petani tembakau,” kata Ketua Umum PC PMII DIY di Sekret Cabang PMII DIY Faizi Zain, di sekretariatnya, Jumat (19/8) malam.

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Biro Penelitian dan Pengembangan (LitBang), Aries. “Sangat disayangkan, kesehatan dijadikan alat untuk menaikkan harga rokok,” ujarnya.

Selain itu Wakil Bendahara Virkly Pardosi mengatakan, jika rokok dianggap sebagai perusak tubuh, maka yang harus dibenahi adalah cara produksinya, bukan malah menaikkan harganya. “Ini logika konyol,” cibirnya.

Mengingat kenaikan harga rokok bisa masih menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka PC PMII akan lakukan pembacaan lebih detil dan mendalam.

“Kami lagi koordinasi di internal pengurus untuk segera mungkin melakukan pembacaan dan mengumpulkan data terkait baik dan buruknya rokok,” pungkas Faizi. (Riyadi/Sel/Red-02)

Related Posts

1 of 2