Peristiwa

UGM: BKMG Gagal Dua Kali Berikan Early Warning Tsunami Selat Sunda

 

Para Korban Tsunami Selat Sunda (Foto Jaringan Jurnalis Indonesia NUSANTARANEWS.CO)
Para Korban Tsunami Selat Sunda (Foto Jaringan Jurnalis/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dosen Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Bagas Pujilaksono Widyakanigara menyebut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) gagal memberikan early warning (peringatan dini) kepada rakyat terkait tsunami di Selat Sunda yang mengakibatkan banyak nyawa melayang.

“Bukan bermaksud menyalahkan siapapun. Namun, kasus Selat Sunda, jelas ini adalah bentuk kegagalan BMKG dalam memberikan early warning kepada rakyat, sehingga harus jatuh banyak korban. Hal ini tidak harus terjadi, jika kinerja BMKG sesuai tupoksinya. Ini kegagalan BMKG untuk kedua kalinya pasca tsunami Palu,” ungkap Bagas Pujilaksono dikutip dalam surat terbukanya kepada Presiden Jokowi, Rabu (26/12/2018).

Baca Juga: Simpang Siur Penetapan Tsunami Banten dan Lampung Oleh Pemerintah

Ia mencermati pernyataan-pernyataan pimpinan BMKG, terutama kepala BMKG, disebutnya blunder, ragu-ragu, asal bunyi, dan tidak konsisten. “Jelas semua itu gambaran riil atas ketidak mampuan mereka memahami masalahnya dan sama sekali tidak ada tanggung jawab profesi ke rakyat sebagai pejabat publik,” terangnya.

Baca Juga:  Tak Beretika, Oknum Polisi Polda Metro Jaya Masuk Kamar Ketum PPWI Tanpa Izin

Pimpinan-pimpinan BMKG lanjut Bagas, “Justru malah sibuk ngoceh di TV pasca bencana bak aktor/aktris sinetron dan ocehannya hanya menimbulkan blunder. Untuk apa? Bukannya sudah gagal total? Gagal memberi early warning ke rakyat agar mereka bisa menyelamatkan diri. Sehingga tidak jatuh korban begitu banyak.”

Mantan calon rektor UGM itu kemudian menuding, Kepala BMKG dinilai selalu mengkambing hitamkan tidak adanya peralatan deteksi dini dan gempa karena aktivitas vulkanik gunung api itu ranahnya Badan Geologi. “Namun, menghitung tinggi gelombang tsunami yang ke arah Pandeglang saja tidak mampu,” jelasnya.

“BMKG bilang 0,9 m, sedang nelayan bilang 12 m. Jujur saya tidak percaya dengan ketinggian gelombang tsunami 0,9 m, berdasar energi kinetiknya yang berimplikasi pada tingkat kerusakan. BMKG juga bilang, tsunami itu karena longsoran di bawah laut. Sedang saksi mata melihat kaldera Gunung Anak Krakatau pecah. Yang benar yang mana? Pernyataan saksi mata itu lebih logis,” kata Bagas.

Baca Juga:  Pelantikan Pengurus Komite SMPIT Al-Izzah Sorong Periode 2024-2026 Berlangsung Khidmat

Dirinya menilai BMKG selama ini selalu bekerja dengan nalar terlambat. Sekarang sibuk bicara erupsi Gunung Anak Krakatau, longsoran, dan tsunami susulan. “Mengapa hal ini tidak dibahas sebelum tsunami kemarin terjadi?” ujarnya.

Menurut Bagas, kinerja pimpinan BMKG yang seperti ini jelas akan menjatuhkan wibawa pemerintah, dan menimbulkan distrust di masyarakat. “Lebih-lebih ini tahun politik,” ungkap dia.

Untuk itu, ia meminta kepada Presiden Jokowi untuk merombak pimpinan BMKG dari pucuk hingga ekornya. “Agar kedepan kinerja BMKG lebih bermutu, utamanya dalam memberikan pelayanan peringatan dini ke masyarakat,” tandasnya.

Pewarta: Romadhon
Editor: Alya Karen

Related Posts

1 of 3,074