NUSANTARANEWS.CO – Dala rangka memperingati hari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S/PKI, bangsa ini perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap gerakan-gerakan bawah tanah (underground) kader PKI yang sudah mulai terbuka di permukaan. Demikian kata Direktur Eksekutif CISS (Center Institute of Strategic Studies), M. Dahrin La Ode kepada nusantaranews.co, Kamis (29/9).
Di hari peringatan G30S/PKI Dahrin mengingatkan, di masa lalu, kader-kader PKI jumlahnya lebih dari 4 juta orang. Jumlah ini tidak termasuk ke dalam kader PKI yang digerakkan.
“Kini kader-kader PKI tersebut sudah melebur ke berbagai instansi pemerintah, baik di Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif. Tidak hanya itu, kader-kader PKI pun tidak sedikit yang berada di Kementerian-Kementerian,” ungkap Dahrin.
Menurut Dahrin, gerakan kader-kader PKI hari ini sudah mulai bergeser gerakannya yaitu dengan ‘Ciri Baru’ atau yang disebut dengan ‘New Life’. “Misalnya demonstrasi-demonstrasi yang identik dengan gerakan-gerakan PKI di masa lalu,” cetusnya.
Sebagaimana yang sejarawan kemukakan, Dahrin pun menyatakan bahwa, membaca peristiwa G30S/PKI tidak bisa hanya membaca peristiwa saat itu semata. Akan tetapi, mesti menoleh/membaca di belakang peristiwa. Menurut para sejarawan, ada benyak peristiwa yang terjadi antara tahun 1960 hingga tahun 1964, yang menemukan momentum puncaknya pada 30 September 1965.
Menoleh sedikit ke belakang peristiwa G30S/PKI, sejarah mencatat banyak peristiwa yang tidak bisa dipisahkan sebagai suatu keutuhan peristiwa dari gerakan makar berdarah itu. Untuk menyebut beberapa peristiwa sebelum 30 September 1965 adalah sebagai berikut, pada tahun 1960, Soekarno meluncurkan slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.
Atas kekuatan baru PKI, pada 17 Agustus 1960, atas desakan dan tekanan PKI terbitlah Kepres No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang Pembubaran MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam pemberotakan PRRI, padahal hanya karena Anti NASAKOM.
Kemudian pada Maret 1962, PKI pun secara resmi masuk dalam pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.
Dimana pada tahun 1963 PKI memprovokasi Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari Buruh dan Tani untuk dipersenjatai dengan dalih ‘mempersenjatai rakyat untuk bela negara’ melawan Malaysia.
Gerakan PKI terus berlanjut, pada 10 Juli 1963, terbit Kepres No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang Pembubaran GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) hanya karena Anti NASAKOM. Terbitnya Kepres ini pun, berdampak penangkapan Tokoh-tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain KH. Buya Hamka, KH.Yunan Helmi Nasution, KH. Isa Anshari, KH. Mukhtar Ghazali, KH. EZ. Muttaqin, KH. Soleh Iskandar, KH. Ghazali Sahlan dan KH. Dalari Umar.
Maka tak heran apabila di Bulan Desember 1964, Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA. Atas pekabar ini, Tanggal 6 Januari 1965, PKI kembali mendesak dan menekan Soekarno sehingga terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1 / KOTI / 1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang Pembekuan Partai MURBA, dengan dalih telah memfitnah PKI. Partai MURBA pun dibubarkan karena sangat memusuhi PKI berdasarkan Kepres No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965.
Sebagai ujung gerakan PKI ditandai dengan demonstrasi besar oleh Ormas PKI Pemuda Rakjat dan Gerwani di Jakarta, 30 September 1965 Pagi. Kemudian malam harinya, terjadilah Gerakan G30S/PKI atau disebut juga GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh).
Atas kenyataan sejarah tersebut, Derektur Eksekutir CISS itu lagi-lagi menegaskan bahwa, dalam rangka memperingati G30S/PKI, pihaknya berharap bangsa Indonesia lebih waspada terhadap gerakan-gerakan komunisme dan/atau gerakan yang identik dengan gerakan PKI di masa lalu.
“Sebab hal itu akan melemahkan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia. Dan penting diketahui bahwa Komunis China masih berminat untuk mengkomuniskan rakyat Indonesia. Dimana kini gerakannya sudah semakin terbuka yaitu dengan ‘New Life’ atau ciri baru,” kata Pengamat Etnisitas sekaligus pengamat politik itu menegaskan. (Sulaiman)