Mancanegara

40 Tahun Revolusi Islam Iran Dan Luka Geopolitik Amerika Yang Belum Sembuh

Iman Khomeini
Iman Khomeini kembali dari pengasingan

NUSANTARANEWS.CO – Presiden Iran Hassan Rouhani dalam upacara peringatan 40 tahun Revolusi Islam pada hari Senin (11/02) mengatakan, “Iran telah menjadi jauh lebih kuat dan lebih besar daripada 40 tahun lalu,” tegasnya dalam peringatan jatuhnya monarki Mohammad Reza Shah Pahlavi yang pro-Amerika Serikat (AS). Dikatakannya juga bahwa kekuatan militer Iran saat ini telah cukup kuat untuk mengejutkan negara-negara yang bermusuhan.

Acara peringatan yang juga dikenal sebagai Fajar Sepuluh Hari untuk memperingati periode protes setelah 1 Februari 1979: kembalinya Ayatollah Khomeini dari pengasingan – di mana nyanyian revolusi terus bergema hingga hariu ini selama peringatan tahunan revolusi, nyanyian kematian bagi para penguasa Amerika yang digaungkan oleh Iman Khomeini.

Dalam peringatan itu, pemimpin tertinggi Iran mengatakan bahwa bangsa Iran “tidak akan meninggalkan slogan “Kematian bagi Amerika” selama AS terus melanjutkan “kejahatannya”.

Rouhani juga mengatakan bahwa Iran dan AS telah terlibat dalam perang psikologis, dan oleh karena itu rakyat Iran harus bersatu dan terus berjuang. Bahwa AS telah menerapkan sejumlah sanksi terhadap Iran, namun berakhir dengan kegagalan, tambahnya.

Baca Juga:  Strategi Pengusiran Massal di Gaza Utara: Sebuah Rencana Zionis yang Dikalkulasi Matang

Peringatan empat dekade revolusi tahun ini diperingati tepat menjelang pertemuan puncak di ibukota Polandia, Warsawa, yang disponsori oleh AS – yang dipandang sebagai pertemuan “anti-Iran”. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, bersama para pemimpin saingan regional Iran, Arab Saudi dan sekutu-sekutunya, diperkirakan akan hadir di Warsawa pada 13 dan 14 Februari untuk membicarakan “masa depan perdamaian dan keamanan di Timur Tengah”.

Pemerintah Iran sendiri sangat marah dengan pertemuan multilateral “anti-Iran” tersebut, bahkan para pempimpin Uni Eropa sangat kecewa karena dianggap mensabotase kesepakatan nuklir Iran yang masih tetap hidup.

Peristiwa Revolusi Islam Iran tahun 1979 memang masih menjadi trauma yang dalam bagi AS. Penggulingan kekuasan Shah Mohammad Reza Pahlavi adalah luka geopolitik yang belum sembuh hingga hari ini. Apalagi setelah kekuatan para mullah yang anti Amerika tampil menjadi penguasa di Iran.

Bukan itu saja, dampak Revolusi Islam Iran telah menjadi bom politik yang memberi kehidupan bagi gerakan keagamaan di Timur Tengah yang telah lama menjadi bara yang terbungkus oleh ideologi sekuler di kawasan itu.

Baca Juga:  EU High Representative Reaffirms ‘Immense Value’ of Strategic Partnership with Morocco

Keberhasilan Revolusi Islam Iran tidak dapat dipungkiri memang telah menjadi inspirasi penting bagi kelahiran dan pertumbuhan gerakan politik islam di Dunia Arab, karena telah menumbukan kesadaran akan peran agama dalam perubahan politik di kawasan itu. Adnan Milhem, seorang sejarawan Palestina, kepada Associated Press mengatakan bahwa Revolusi Iran sangat mempengaruhi pemikiran politik di wilayah ini terutama memperkenalkan agama sebagai alat perubahan untuk melawan penindasan dan korupsi. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,075