Cerpen

Pelacur Negeri (Bagian 6: II) – Novelet Yan Zavin Aundjand

NUSANTARANEWS.CO – Aku tidak menghiraukan kata orang saat ini, bahwa adanya musim hujan dan kemarau sekarang ini yang terjadi di Indonesia acapkali memberikan berbagai dampak bagi kehidupan. Tapi aku percaya bahwa yang namanya hidup memang tidak pernah lepas dari semua itu, ada baik dan ada buruk. Karena bagiku, manusia hidup memiliki ketergantungan terhadap lingkungannya. Manusia akan merawatnya dan memanfaatkan alam sekitarnya untuk menjalani proses keberlangsungan hidup di dunia. Apa pun dampaknya, itu adalah dari manusia dan alam itu sendiri. Bagiku hanya persoalan merasakan keindahan dan keseimbangan saja.

“Bapa Ibu, masyarakat di sini bukannya tidak mau menggarap sawahnya, tapi karena biaya produksi pertanian dan pupuk saat ini biayanya cukup mahal, sementara jual hasil tani sangat murah. Masyarakat jadi malas-malasan bertani,” ungkap Kiai Asep Syamsudin.

“Kira-kira kalau kita sewa lahannya masyarakat di sini mau tidak, Pak Kiai?” tanyaku.

“Sangat bisa, Pak. Masyarakat pasti mau kalau ada orang yang mau menyewanya.”

“Iya, Pak Kiai. Kami berniat untuk sewa lahan untuk pertanian,” sambung Jumailah. “Untuk hal-hal di luar itu, kami minta pak Kiai sudi membantu kami, karena kami di sini masih baru dan tidak tahu apa-apa tentang keadaan di desa ini.”

Kiai Asep Syamsudin mengangguk. “Saya siap bantu, Bu. Selama itu baik buat masyarakat di sini, saya sangat senang bila bapak ibu mau menghidupkan kembali lahan-lahan pertanian di desa ini. Saya sangat berterima kasih. Setidaknya ini menajdi dorongan kembali bagi masyarakat di sini untuk semangat bekerja.”

“Kira-kira butuh waktu lama tidak, Pak Kiai, untuk ngumpulin masyarakat yang tanahnya bisa disewa?” Tanyaku lagi.

“Oh… itu gampang, Pak. Itu nanti biar saya yang ngomong dulu ke kepala desa. Kira-kira butuh berapa banyak lahan yang mau bapak sewa?”

“Sementara 10 sampek 15 hektar cukup, Pak Kiai.”

“Tapi Pak. Di sini itu, perlu bapak tahu. Di sini itu sering kekurangan pasokan air, kadang juga kelebihan air,” ungkap Kiai Asep Syamsudin.

“Tidak apa-apa, Pak Kiai. Kita usaha dulu, sapa tahu nanti pasokan airnya normal. Yang penting masyarakat juga nanti mau bekerja. Bagi hasil. Semua biaya produksi kami yang tanggung.”

“Kita berdoa semoga rencana ini lancar sesuai rencana. Semoga Allah membalas setiap usaha dan kebaikan yang kita kerjakan,” jelas Kiai Syamsudin.

“Amin.”

Kami akan tetap waspada, apa pun yang akan terjadi kelak kami akan terima. Petani memang seringkali mendapatkan dampak dari ketidak beresan alam atas pergantian musim yang bergulir di sepanjang tahun. Masalah yang sering terjadi memang masalah pasokan air, kadang juga tiba-tiba kelebihan air. Cuaca dan keadaan semacam itu tidak jarang memberikan dampak buruk kepada petani.

Aku tahu, bahwa pergantian musim saat ini, ketika musim hujan melanda di berbagai daerah di mana pun mengakibatkan terjadinya banjir, penyakit mewabah pertanian, gagal panen karena tanaman membusuk, dan lain sebagainya. Begitu pula saat terjadi musim kemarau, juga menorehkan tambahan catatan penderitaan di berbagai daerah pertanian di Indonesia. Musim kemarau beberapa tahun belakangan ini sudah bisa kita rasakan dampaknya, yaitu adanya berbagai macam penyakit, gagal panen karena tanaman yang kering, suhu udara yang sangat tinggi, kelembaban udara rendah dan pergantian cuaca secara tidak seimbang, sering juga mengakibatkan lemahnya kondisi tubuh manusia dari serangan berbagai penyakit karena pancaroba. Tapi aku sendiri sangat yakin tempat ini, lahan yang aku sewa ini akan mewujudkan usaha pertanian kami.

Dari 15 hektar yang kami targetkan, ternyata hanya 13 hektar kami dapat. Lahan seluar itu kami bagi tiga, 7 hektar untuk lahan padi, 3 hektar kedelai, dan 3 hektarnya lagi kami tanamin pisang.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya bahwa musim kemarau sangat berpengaruh sekali terhadap sektor pertanian khususnya. Tanah pertanian yang mengalami kekeringan sehingga mengganggu proses tumbuhan dan menghambat proses metabolisme tanaman pertanian. Sehingga, musim panen tidaklah maksimal. Tidak adanya kemudian kebersihan air yang tidak terjamin karena beberapa daerah yang tingkat kesuburan airnya terbatas dan mengakibatkan kekeringan. Namun kali ini tidak seperti yang terjadi sebelumnya, di lahan yang kami garap di desa ini cukup subur. Kami cukup senang melihat tanaman kami tumbuh subur, terlebih ketika kami tahu bahwa kebutuhan kedelai masih cukup tinggi dibandingkan kapasitan produksi.

Iya, pemerintah harus melihat bahwa di Kabupaten Indramayu, tanaman kedelai masih sangat baik. Dengan memanfaatkan lahan sebaik-baiknya untuk tanaman kedelai, pemerintah seharusnya tidak usah impor untuk kebutuhan kedelai dalam negeri. Aku melihat di Kabupaten Indramayu lahan sangat potensial. Jika pemerintah dan masyarakat mampu memproduksi kedelai dalam jumlah besar tentu ini menjadi sangat baik untuk membantu kebutuhan kedelai bagi masyarakat umum.

“Saya optimis, Bu. Ini langkah awal kita untuk merangsang pertanian di desa, apalagi dengar-dengar pemerintah pusat dan daerah berkeinginan menjadikan Indramayu sebagai prioritas pembangunan pertanian. Dan sudah kita lakukan di sini, semoga ini terus berlanjut, Bu,” ucap Kiai Asep Syamsudin kepada Jumailah.

“Kita optimis, Kiai. Dengan hasil yang baik, pertanian kita akan menjadi lahan percotohan untuk pembangunan prioritas pertanian di Indramayu.”

Asep Syamsudin adalah seorang tokoh masyarakat yang belakangan kami ketahui bahwa dia ternyata bukan hanya seorang kiai tapi dia seorang sarjana pertanian di salah satu perguruan tinggi swasta di Bogor. Pantas saja, dia begitu mahir menata lahan-lahan pertanian yang kami garap, semua karena hasil kerja keras masyarakat bahu membahu dan tentu juga karena sumbangsih pemikiran Kiai Asep Syamsudin menerapkan ilmunya dalam hal pertanian.

Di sela-sela percakapan kami dengan Kiai Asep Syamsudin saat ke lokasi pertanian, dia menuturkan banyak hal terkait dengan macam-macam penyakit yang bermunculan bagi pertanian. Dia mengatakan, di tahun lalu, kemarau basah melanda kawasan Indonesia yang disebabkan oleh pengaruh global atau el-nina. Kondisi yang paling mengkhawatirkan itu menurut Kiai Asep Syamsudin adalah saat peralihan musim, dari musim kemarau ke musim hujan. Tidak hanya manusia, ternak peliharaan masyarakat pun sangat rentan diserang penyakit. Kadang, masyarakat kita kurang begitu memperhatikan kebersihan lingkungan, katanya seperti seorang pemerhati lingkungan.

“Ditambah lagi dengan persediaan air bersih yang masih menjadi masalah pelik di banyak daerah, Pak, di pedalaman seperti desa ini mau pun di daerah perkotaan, sangat memungkinkan masyarakat kita diserang wabah penyakit menular. Pola hidup sehat belum sepenuhnya bisa diterapkan, karena adanya berbagai masalah,” jelas Kiai Asep Syamsudin.

Di musim kemarau tahun lalu, lanjutnya, di mana ketersediaan air bersih masih menjadi masalah di banyak tempat, tidak hanya di sini, itu sangat rentan sekali memunculkan penyakit menular seperti diare, gatal-gatal, batuk pilek, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), dan lain sebagainya. Karenanya, kita juga harus mewaspadai berkembangnya nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria, dan demam berdarah.

“Saya memprediksi, terjadinya penyakit melanda masyarakat seperti ini hampir akan terjadi setiap tahun, kondisi ini terjadi dan aneka penyakit menular selalu singgah dan memakan korban.”

“Langkah apa yang mesti kita lakukan, Pak Kiai?” Tanyaku kemudian.

“Langkahnya perlu pemerintah dan masyarakat perlu melakukan sejak dini, melakukan apa? Melakukan semisal dengan menyiagakan petugas kesehatan dan memeriksa ketersediaan obat-obatan. Kita tidak boleh lagi seperti yang sudah-sudah, di mana wabah penyakit menyerang masyarakat, kemudian terburu-buru membentuk tim medis dan mengurus stok obat-obatan.”

Menurut Kiai Asep Syamsudin, wilayah-wilayah yang kemudian rentan diserang penyakit menular di saat-saat musim kemarau basah itu, dan atau setiap peralihan musim, dia mencontohkan kasus yang telah terjadi di beberapa daerah, gejala meningkatnya kasus diare di beberapa wilayah, seperti NTT, Belu Alor, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, dan sebagainya.

“Itu tidak boleh kita anggap sebagai kasus sporadis di wilayah tertentu saja, ya. Itu harus menjadi peringatan bagi daerah lain untuk segera mengambil langkah antisipasi,” tuturnya.

Meski perbincangan-perbincangan semacam itu cukup mengkhawatirkan, tapi masalah itu bukan masalahku, pikirku, tapi masalah kita bersama, khususnya pemerintah yang harus siap siaga menjaga dan mengurus rakyatnya dengan benar. Ini juga peringatan buat mereka, biar mereka tidak hanya memikirkan pajak terus setiap hari—uang dan uang, sementara rakyat hanya disuruh bekerja, dan pemerintah bisanya cuma mau mengambil hasilnya tanpa ada alasan apa pun dari rakyat. Katanya, pajak itu untuk kepentingan dan untuk membangun negara. Pemerintah jarang memikirkan rakyat, pemerintah hanya memikirkan struktur jabatan di atas, sebatas ruang lingkup di pemerintahan saja tanpa mereka mengoptimalkan memikirkan rakyat. Administrasi, keuangan keluar masuk, pajak, itu saja yang selalu diurus oleh pemerintah.

Aku merasa kasihan saat mendengar penuturan kasus-kasus seperti serangan wabah penyakit itu. Jumlah korban dan penderita yang menjadi patokan tidak seberapa serius dilakukan. Jika korban yang terkena serangan hanya 10 orang saja, kadang dianggapnya tidak apa-apa dan tidak ada persoalan apa-apa. Inilah kebiasaan yang sering terjadi, bahwa kalau yang mati hanya satu atau dua orang saja, juga masih dianggap tidak apa-apa. Ketika sebuah kasus hanya dianggapnya biasa-biasa saja, bukan sebuah kasus yang luar biasa, maka bisa jadi menanggapinya dan menanganinya juga akan dengan biasa-biasa saja.

Mestinya, pemerintah segera mungkin menggerakkan dan menyuluhkan kesehatan, juga harus lebih ditingkatkan lagi. Tidak hanya saat muncul wabah lalu mengumpulkan warga dan memberi penyuluhan. Kebiasaan yang sudah-sudah itu harus ditinggalkan. Sebab, penyuluhan dan turun langsung memberikan bantuan kepada masyarakat itu adalah langkah strategis untuk mengubah pola hidup masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat. Pembangunan sarana kesehatan juga sangat perlu ditingkatkan untuk mempermudah masyarakat mengakses pelayanan, juga difokuskan ke wilayah-wilayah yang rawan.

Perbaikan sarana jalan raya di desa ini juga menunjang untuk mengatasi masalah kesehatan dan perekonomian masyarakat. Tak hanya di desa ini, jalan-jalan di daerah lain di negara ini masih rawan, becek dan sempit, sementara masyarakat semakin berkembang memadatkan jalan.

(Bersambung…. Baca cerita sebelumnya: Pelacur Negeri (Bagian 6: I) – Novelet Yan Zavin Aundjand)

Yan Zavin Aundjand
Yan Zavin Aundjand

*Yan Zavin Aundjand, Sastrawan asal Madura. Karya-karyanya yang sudah terbit antara lain Labuk Dhellika (Antologi Puisi), Jejak Tuhan (Novel), Tarian di Ranjang Kyai (Novel), Sejarah Agama-agama Besar Dunia (Sejarah), Pinangan Buat Najwa (Antologi Puisi), Kupu-kupu di Jalan Simpang (Antologi Puisi), Bangkai dan Cerita-cerita Kepulangan (Kumpulan Cerpen), Garuda Matahari (Buku), dll. Mukim di Jakarta.

_____________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 40