NUSANTARANEWS.CO, Kupang – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Pelatihan Aparatur Desa di Wilayah IV Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berlangsung di Hotel Aston Kupang, Rabu (16/3). Gelaran ini untuk mewujudkan desa mandiri, adil, dan makmur di daerah tersebut.
Pelatihan ini dibuka oleh Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa Paudah yang mewakili Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pemdes Yusharto Huntoyungo. Paudah hadir didampingi Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Wilayah IV Meydy Yolanda.
Dalam sambutannya, Paudah menjelaskan, pasca berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa dimaknai sebagai unit terkecil dari sistem pemerintahan yang ada di Indonesia. Dengan kewenangan itu, keberadaan pemerintah desa didukung melalui berbagai aspek, seperti dana transfer dari pemerintah, kepala desa yang dipilih secara demokratis, memiliki aparatur, dan sebagainya.
Dia mengatakan, aparatur desa dituntut mampu memberikan pelayanan yang efektif dan maksimal, sehingga terciptanya kesejahteraan masyatakat desa. Untuk mendukung itu, aparatur desa sebagai pengelola pemerintahan desa perlu memiliki berbagai keahlian sesuai tugas dan fungsi yang diemban.
“Membutuhkan kemampuan yang mumpuni dalam tata kelola pemerintahan desa mulai dari merencanakan kegiatan dan program, menganggarkan, menyiapkan produk hukum desa, dan menata kelola manajemen pemerintahan desa, termasuk menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat,” ujar Paudah.
Karena itu, lanjut dia, upaya pengembangan kapasitas merupakan keniscayaan yang harus diikuti oleh aparatur desa untuk memenuhi berbagai kompetensi tersebut. Dia mengatakan, secara filosofis pengembangan kapasitas para aparatur desa dilakukan dengan dua hal, yaitu melalui pendidikan formal dan pelatihan.
Dirinya menegaskan, upaya pengembangan kapasitas merupakan solusi yang tepat untuk membekali aparatur desa yang dinilai kurang kompeten. Menurutnya, ada beberapa kompetensi yang perlu ditingkatkan oleh aparatur desa. Misalnya, kompetensi dasar yaitu kemampuan penyusunan regulasi, kemampuan dasar pengetahuan pemerintah desa, serta kemampuan dasar memahami tugas dan pokok aparatur desa.
Tak hanya itu, kompetensi manajerial juga perlu dimiliki oleh para aparatur desa. Kompetensi itu meliputi kemampuan manajemen sumber daya manusia (SDM), manajemen pelayanan publik, serta manajemen keuangan dan aset desa. Selain itu, ada pula kemampuan teknis yaitu terkait administrasi desa, perencanaan dan penganggaran, serta pelayanan publik.
“Kita manfaatkan kegiatan (pelatihan) ini dengan penuh semangat dan disiplin yang tinggi agar dapat diimplementasikan dan diterapkan dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur desa yang pada akhirnya dapat mewujudkan desa yang mandiri, adil, dan makmur,” pesannya.
Di lain sisi, Paudah membeberkan data jenjang pendidikan dan usia para aparatur desa. Dari data yang dikantonginya, jenjang pendidikan para aparatur desa begitu beragam.
“Berdasarkan data yang sudah kami kumpulkan aparatur desa yang mempunyai kualifikasi pendidikan SMA sebesar 60,99 persen, SMP sebesar 7,34 persen, SD sebesar 0,09 persen, Diploma 3,68 persen, S1 sebesar 25,59 persen, S2 sebesar 2,15 persen, dan S3 sebesar 0,06 persen. Sedangkan apabila dihitung berdasarkan usia, (aparatur yang berusia) 41-50 tahun menduduki persentase terbesar yaitu sebesar 39 persen, sementara di bawah 30 tahun adalah 2 persen,” tuturnya.
Paudah meyakini, berdasarkan data tersebut peluang untuk melakukan pelatihan kepada aparatur desa masih sangat besar. Dengan demikian, nantinya diharapkan dapat menghasilkan para aparatur desa yang mampu melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.
Dalam kesempatan itu, Paudah juga meminta agar kepala desa tidak memberhentikan secara sepihak para aparatur desa. Sebabnya, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan menghambat pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. (Red)
Sumber: Puspen Kemendagri