NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Democracy And Elektoral Empowerment Partnership (DEEP) meminta Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) untuk memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Hal ini menyusul adanya temuan kasus Warga Negara Asing (WNA) terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dimana belum lama ini publik dikejutkan dengan kasus pemberitaan WNA yang berinisial GN masuk dalam DPT sebagai pemilih pada Pemilu 2019 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata NIK dari e-KTP GN memiliki kesamaan dengan warga asli Cianjur berinisial B. Walaupun NIK sama tetapi data 2 e-KTP berbeda mulai dari tempat tinggal dan kewarganegaraan.
Kasus WNA terdaftar DPT di Cianjur, KPU melakukan penyelidikan dengan Disdukcapil. Ternyata terjadi kesalahan input data yang dilakukan oleh pihak KPU yang tanpa sengaja memasukan WNA dalam DPT.
Guna menanggulangi kesalahan ini KPU Cianjur dan Disdukcapil langsung bekerja sama untuk klarifikasi data. Disdukcapil Cianjur sudah berikan 17 WNA yang terdaftar sebagai pekerja asing di beberapa perusahaan.
Untuk itu, Direktur DEEP Yusfitriadi meminta Kemendagri untuk memperbaiki sistem tata kelola informasi data kependudukan.
“Meminta kepada kementerian dalam negeri untuk memperbaiki sistem tata kelola informasi data kependudukan. Ini sebagai basis data kependudukan untuk kepentingan masalah pendataan kelembagaan manapun,” ungkap Yusfitriadi dalam keterangan persnya, Sabtu (9/3/2019).
Menurutnya, carut marut daftar pemilih menjadi sesuatu yang sangat menyita perhatian publik, sebab ini merupakan kasus serius yang berhubungan dengan hak konstitusional warga negara. Untuk menciptakan daftar pemilih yang akurat, komperhensif dan mutakhir memang tidaklah mudah, karena berkaitan dengan pengelolaan data penduduk dan data pemilih yang sifatnya sangat dinamis.
Dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada Pasal 63 ayat (1) yang menyebutkan bahwa memerintahkan Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP elektronik.
Sementara itu, secara teknis dalam Pasal 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum bahwa Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
“Kedua regulasi tersebut sudah sangat cukup jelas, bahwa yang memiliki hak pilih hanyalah WNI. Meskipun WNA memiliki KTP el, tetap yang bersangkutan tidak berhak untuk mencoblos di hari pemungutan dan penghitungan suara,” tegasnya.
Pewarta: Romandhon