NUSANTARANEWS.CO – Trump marah, sanksi sekunder akan dikenakan terhadap Eropa. Melihat langkah revolusioner Eropa melawan penidasan Amerika Serikat (AS) membuat Iran diam-diam merasa senang. Meski begitu, Teheran tetap mengkritik bahwa langkah Eropa itu belum cukup untuk menghentikan produksi uraniumnya yang diperkaya. Walau begitu, Instex dapat menjadi model mekanisme yang memungkinkan Iran menjual minyaknya tanpa hambatan dari Washington.
Perberlakuan mekanisme perdagangan Eropa-Iran dengan Instex telah menimbulkan reaksi tajam dari Gedung Putih. Sekretaris Negara AS Mike Pompeo yang berbicara di New Delhi mengatakan, “Jika ada konflik, jika ada perang, jika ada aktivitas kinetik, itu adalah karena pilihan Iran,” katanya minggu lalu.
Mekanisme perdagangan khusus dengan Iran ini memungkinkan pula Washington untuk menggunakan sanksi sekunder terhadap orang-orang Eropa, suatu langkah yang pasti akan membuat hubungan bilateral AS-Eropa memburuk daripada yang sudah ada. Perang dagang global adalah hal berbeda, tapi kemungkinan mengalihkan mata uang cadangan internasional dari dolar adalah konsekuensi yang mungkin terjadi.
Presiden Trump telah mengancam akan memberi hukuman terhadap badan keuangan yang diciptakan oleh Jerman, Inggris dan Prancis yang melindungi perdagangan dengan Iran dari sanksi AS.
Gongongan keras peliharaan AS yang paling setia, Israel, melalui Wakil menteri keuangan untuk terorisme dan intelijen keuangan, Sigal Mandelker memperingatkan dengan keras: “Saya mendesak Anda untuk mempertimbangkan dengan saksama kemungkinan terkena sanksi akibat Instex. Bahwa terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan sanksi AS dapat mengakibatkan konsekuensi parah, termasuk hilangnya akses ke sistem keuangan AS,” tegur Mandelker
Gedung Putih tampaknya memang bersedia untuk terlibat dalam perang ekonomi dengan Eropa atas masalah sanksi Iran. Departemen Keuangan AS mengeluarkan pernyataan terkait Mandelker, yang mengatakan, “Entitas yang bertransaksi dalam perdagangan dengan Iran melalui cara apa pun dapat mengenakan diri mereka sendiri risiko sanksi yang cukup besar, dan Departemen Keuangan bermaksud untuk secara agresif menegakkan kebijakan tersebut.
Memang terlihat tidak masuk akal untuk berharap Eropa akan sukses melawan penindasan AS, karena mereka mendukung perdagangan bebas sementara di sisi lain menjalankan perang gerilya melawan taktik intimidasi Gedung Putih yang mengendalikan sistem keuangan dunia. (Agus Setiawan)