Di saat terjadi unjuk rasa yang tanggal 4 November 2016 di Jakarta yang berlangsung tertib dan damai, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan apresiasi dalam menjaga keamanan tanah air sekaligus memberikan instruksi kepada TNI di Mabesad tanggal 7 November 2016 untuk jangan ragu bertindak demi keutuhan NKRI dengan memegang teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Oleh: Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin
Pada momen yang lain, Presiden pemegang kekuasaan tertinggi AD-AL-AU memberikan perintah kepada TNI untuk tidak mentolerir gerakan yang ingin memecah belah bangsa. Setiap terjadi peristiwa yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, TNI sebagai Tentara Nasional harus menjadi kekuatan perekat bangsa dan pantang menyerah menjaga keutuhan NKRI. Ini lah tantangan tugas TNI dari masa ke masa untuk siap bergerak mengatasi gangguan insidentil dan laten bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Menengok perjalanan sejarah Indonesia, salah satu dari negara yang sangat langka membangun militernya saat rakyatnya berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan 17 Augustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia oleh Soekarno – Hatta. Itulah spesifikasi militer Indonesia yang dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai Tentara Rakyat – Tentara Pejuang dan Tentara Nasional jauh sebelum membangun diri sebagai Tentara Profesional.
Empiris perjalanan TNI menggambarkan betapa jauh perbedaan militer negara lain dengan militer Indonesia yang lahir hanya sarat dengan semangat tidak kenal menyerah tapi belum memiliki sistem dan organisasi militer seperti layaknya dimiliki oleh suatu negara lainnya. TNI nyaris tidak memiliki kemampuan tempur konvensional (combat) apalagi memiliki bantuan tempur (combat support) dan bantuan administrasi (combat service support) yang berperan menopang dan mendukung sistem operasi.
Perjuangan melawan penjajah tidak disangkal telah melahirkan komandan pertempuran (combat leaders) di dalam kancah perang gerilya yang mencair bersama rakyat dengan taktik hit and run berhasil memukul mundur kekuatan militer konvensional musuh yang lebih kuat. Padahal para komandan lapangan saat itu belum tersentuh pendidikan militer profesional walaupun ada masa yang singkat dalam perang kemerdekaan, Jepang memberikan latihan militer dasar bagi para pemuda yang tergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA). Fakta sejarah yang diakui oleh TNI dan Bangsa bahwa Generasi ’45 yang mewariskan kepada Generasi Penerus nilai yang mendasari tumbuh berkembangnya militer Indonesia. Ada perbedaan antara Generasi Penerus dengan Generasi ‘45 yang terlebih dahulu mengaplikasikan taktik dan strategi, setelah itu baru mempelajari teori di sekolah yang mana aplikasi tersebut dibenarkan oleh teori, sedangkan Generasi Penerus terlebih dahulu melakukan uji teori sebelum mengaplikasikan di lapangan. Mengapa hal itu terjadi? Bisa dikemukakan bahwa “Semangat Patriotisme dan Nasionalisme” disertai “Kepekaan Taktis” yang melekat tanpa kepentingan lain kecuali “Demi Martabat Bangsa dan Negara “.
Masih teringat semasa mengawali tugas operasi militer di Timor Timur awal tahun 1976 seorang pewira Generasi ‘45 mengingatkan : jika generasi kami berbuat kesalahan akan berakibat biasa, karena belajar di bawah pohon bambu, sebaliknya kesalahan yang dibuat oleh Generasi Penerus bisa timbulkan kerusakan besar karena ilmu yang diperoleh lebih tinggi. Memang beralasan argumentasi senior tersebut karena pada kondisi perang yang transisi dengan pengawasan yang lemah sering terjadi penyalahgunaan wewenang bagi para pejabat logistik ditingkat komando operasi yang dipegang oleh para perwira yang baru lulus pendidikan langsung terjun ke medan operasi dengan menimbun logistik prajurit yang didatangkan dari Singapura dengan harga murah dan bebas pajak disalahgunakan dengan menjual gelap pasar di Surabaya dengan keuntungan untuk segelintir perwira logistik yang tidak berkeringat di garis depan bahkan berhadapan langsung dengan taruhan nyawa.
Militer Indonesia Kini
Dewasa ini Jatidiri TNI telah mengantarkan TNI ke posisi bermartabat dengan taruhan kualitas dan integritas yang tidak diragukan. Warisan perjuangan “tidak kenal menyerah dan bantuan rakyat” telah menjadi bagian dari asas “Perang Universal” yang belaku khusus bagi Indonesia. TNI memiliki pegangan kuat Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang teruji dan tercatat dalam sejarah untuk mengendalikan kehormatan dan semangat juang TNI dan menjadi pegangan mutu profesional yang melebihi negara lain yang tidak memiliki pedoman itu. Itulah yang menjadi tantangan utama selama dinas aktif keprajuritan untuk senantiasa menjaga agar stamina Jatidiri Sapta Marga dan Sumpah Prajurit tidak tergerus oleh kepentingan golongan atau siapapun juga, seperti yang dipesankan oleh Panglima Besar Soedirman pada 5 Oktober 1949 “Pelihara TNI jangan sampai TNI dikuasai oleh partai politik manapun juga”. Pesan itu beralasan karena perjalanan TNI terbilang berada di sekitar pusaran politik dan inilah faktor kesulitan yang perlu diatasi dalam menterjemahkan makna Jatidiri TNI sebagai Tentara Rakyat – Tentara Pejuang – Tentara Nasional dan Tentara yang Profesional, karena tanpa disadari hawa iklim politik bertiup di sekitar halaman TNI dari masa ke masa baik pada era otoritarian maupun era demokrasi.
Dari sisi yang lain membangun profesional TNI agar berkembang menjadi militer profesional yang tangguh memang adalah tuntutan universal dunia, apalagi bagi NKRI yang kuat salah satu dimensi kekuatannya adalah perlu kekuatan TNI modern yang memiliki daya pukul dahsyat dengan dukungan teknologi informasi dan mobilitas jelajah yang tinggi menjangkau wilayah nasional mulai dari misi peri peri perbatasan negara sampai ke pusat gravitasi politik – ekonomi dan persatuan bangsa untuk menyukseskan misi pembangunan nasional. Keberadaan “Revolutionary in Military Affair” yang berkembang universal bisa menjadi rujukan mengembangkan militer profesional, tentunya yang penerapannya sesuai bagi kondisi negara dan misi TNI, ada kunci bagi pengembangan profesi militer Indonesia yakni “kemauan politik” yang ditopang oleh “kemampuan anggaran negara” dan faktor manajerial dengan mutu personel TNI yang berorientasi kepada merit system supaya unggul dalam mengawaki organisasi dan misi negara.
Mendatang
Militer Indonesia saatnya membuka pikiran terhadap berbagai pandangan profesional yang memiliki kompetensi walaupun terkesan berbeda, tetapi bila dikaji lebih jauh akan memberi manfaat bagi pengembangan organisasi dan manajemen secara menyeluruh. Membangun kerja sama militer profesional antar negara juga akan efektif sebagai netralisator bila terjadi ketegangan hubungan bilateral dan multilateral, pada konteks ini peran diplomasi militer menjadi mengemuka. Disinilah negara merealisasikan amanat Pembukaan UUD ‘45 untuk menciptakan perdamaian dunia dimana TNI tidak hanya berperan pada misi pemelihara perdamaian, tetapi lebih dari itu menjalankan peran diplomasi militer menjembatani terciptanya perdamaian.
Militer Indonesia hendaknya tidak bergeser posisinya sebagai kekuatan nasional dan kekuatan regional. TNI tidak mengenal fatamorgana dalam menjalankan misi negara bahkan TNI sebagai komponen utama pengawal kedaulatan negara berperan sebagai “Ultima Rasio” yang tulus mengingatkan apa yang menjadi tantangan dan gangguan terhadap keselamatan bangsa dan TNI tampil mengatasinya.
Ruang gerak pengembangan profesi militer selayaknya diperluas dengan berbagai kesempatan untuk mencapai kesetaraan sesama militer. Di sisi lain militer Indonesia memerlukan peningkatan kemampuan heterogen non militer, selain memelihara dan meningkatkan kemampuan homogen profesi militer karena misi militer dalam era globalisasi yang multi dimensi akan berdampingan dengan misi sipil non militer. Akan tidak bisa dihindari penyelesaian permasalahan yang dihadapi akan produktif dengan menggunakan formulasi sinergi kerja sama Sipil – Milliter. Beberapa negara sudah mulai merintis jalan membentuk Badan Kerja Sama Sipil – Militer untuk menyelesaikan permasalahan negara. Tentunya bangsa dan negara kita akan terus mengelola satu satunya milik nasional yang tidak pernah berubah yaitu Militer Indonesia (TNI) yang profesional, selain memiliki semangat patriotisme dan nasionalisme juga terus berkembang dengan kualitas daya saing bermanfaat sebagai kekuatan nasional dan kekuatan regional dari masa ke masa. (Red)