NUSANTARANEWS.CO – Teater sebagai cabang seni lumrahnya dilakoni oleh para insan seni di bidang keaktoran. Namun untuk satu kelompok teater ini, ternyata pelakunya dari kalangan pekerja kantoran. Unik dan inspiratif. Teater Legiun namanya. Ia berdiri pada bulan Oktober 2005.
David Efkay, pemimpin produksi pementasan “Horas Amang – Tiga Bulan untuk Selamanya” yang digelar pasa 27-28 Agustus di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (RIM), Jakarta, semua pemain dalam produksi kali ini, penari dan pemain musik ada yang profesional ada yang memang berbakat dan mereka tidak dibayar.
“Mereka ada yang sehari-hari bekerja sebagai sekretaris, pelajar, pemilik barber shop tapi punya passion yang sama,” ujar David, Jakarta, Minggu (28/8).
Menurut David, Teater Legiun selain digerakkan oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang seni teater, memiliki visi beramal soleh. Artinya, Teater Legiun tidak hanya sekadar sebagai media menyampaikan pesan moral, akan tetapi sebagai alat untuk beramal. Dengan prinsip, seni dapat memberi dampak sosial, Teater Legiun menjadi kolompok teater non-profit yang fokus pada sisi kemanusiaan.
Teater Legian bermula dari beberapa anak muda yang memili visi dan misi yang sama yakni beramal sosial dan menjadi dampak bagi masyarakat. Jadi Teater Legian ada untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan bantuan. Demikian kata David Efkay, pemimpin produksi pementasan “Horas Amang – Tiga Bulan untuk Selamanya” yang digelar pasa 27-28 Agustus di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (RIM), Jakarta,
“Menjadi dampak berarti kami memberikan dampak positif di atas panggung. Karena memberikan pesan di atas pentas jauh lebih mudah dari pada digurui,” terang David.
Dengan visi membawa berkat bagi sesama melalui teater, Teater Legiun menyalurkan seluruh hasil penjualan tiket pementasan pada lembaga-lembaga sosial yang dianggap benar-benar merasakan dampak dari bantuan yang diberikan. Begitu pula dengan hasil penjualan tiket pementasan “Horas Amang – Tiga Bulan untuk Selamanya” yang dijual mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 300.000 pun akan disalurkan kepada Komunitas Gumul Juang (KGJ) yang bekerja keras mengajari masyarakat di sekitar bantaran Sungai Ciliwung agar tidak buang sampah sembarangan.
“Meskipun terdengar simpel, tapi kegiatan mereka membutuhkan sana, dan mereka tidak punya donatur tetap,” katanya.
KGJ menurut pemantauan David telah mendampingi warga Ciliwung dengan berbagai program pemberdayaan seperti bimbingan belajar untuk anak-anak Ciliwung, peduli lingkungan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi warga, dan program tanggap darurat bencana banjir. (Sel/Red02)